Sukses

RI Tetap Gunakan Klorokuin untuk Pasien COVID-19 di Luar Solidarity Trial

PDPI menyatakan bahwa chloroquine dan hidroxychloroquine tetap digunakan bagi pasien COVID-19 yang tidak terlibat dalam solidarity trial WHO

Liputan6.com, Jakarta World Health Organization (WHO) beberapa waktu yang lalu meminta Indonesia untuk menghentikan penggunaan klorokuin dan hidrosiklorokuin dalam solidarity trial pengobatan pasien COVID-19.

Terkait hal tersebut, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito telah mengatakan bahwa Indonesia mengikuti instruksi WHO terkait penggunaan klorokuin.

Walaupun begitu, dikutip dari Antaranews pada Selasa, (2/6/2020), Wiku mengatakan bahwa penghentian sementara klorokuin dan hidrosiklorokuin berada dalam lingkup uji coba medis.

"Untuk trial, WHO menghentikan. Kalau bukan untuk trial, kami belum mengetahui," ujarnya pekan lalu.

Wiku mengatakan bahwa nantinya, WHO akan memberikan hasil penilaian final mengenai penggunaan kedua obat tersebut untuk penanganan COVID-19.

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Imbauan PDPI

Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) telah mengimbau kepada anggotanya yang terlibat dalam penelitian solidarity trial agar mematuhi imbauan WHO apabila pasien yang mereka rawat terlibat dalam penelitian.

Hal tersebut tertera dalam poin pertama imbauan dari Pengurus Pusat PDPI yang dikeluarkan pada 28 Mei lalu.

Namun bagi pasien yang berada di luar penelitian solidarity trial, diperbolehkan untuk menggunakan kedua obat tersebut sesuai dengan "Protokol Tatalaksana COVID-19" yang dikeluarkan PDPI bersama empat organisasi profesi lainnya sampai ada protokol yang terbaru.

"Surat PDPI menegaskan Hidroxychloroquine atau klorokuin tetap dipakai sesuai protokol SOP pada pasien yang tidak ikut riset solidarity trial sampai ada protokol baru," kata Ketua PP PDPI Agus Dwi Susanto pada Health Liputan6.com.

Dalam surat tersebut, PDPI meminta agar dilakukan juga evaluasi retrospektif terhadap pasien COVID-19 yang mendapatkan kedua obat tersebut untuk melihat keberhasilan pengobatan serta efek samping yang terjadi.

"Hasil evaluasi retrospektif ini segera disampaikan kepada PDPI pusat sebagai bahan pertimbangan untuk revisi protokol tatalaksana COVID-19," kata PDPI dalam imbauannya.

Data dan Metodologi Studi Dipertanyakan

Sementara itu, studi yang dimuat di Lancet yang menjadi dasar keluarnya himbauan WHO, masih dipertanyakan oleh banyak ilmuwan dunia. New York Times pada 29 Mei 2020 menulis bahwa lebih dari 100 ilmuwan dan klinisi mempertanyakan otentikasi dari data pasien di ribuan rumah sakit yang digunakan dalam penelitian.

Kritik juga diarahkan pada metodologi penelitian dan penolakan penulis untuk mengidentifikasi rumah sakit mana saja yang menjadi sumber data pasien, bahkan sekadar menyebutkan nama negaranya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.