Sukses

HEADLINE: Indonesia Jadi Sorotan Dunia Lantaran Belum Ada Virus Corona, Tidak Terdeteksi?

Indonesia terus menjadi sorotan dunia setelah menyatakan belum ada kasus positif Virus Corona.

Liputan6.com, Jakarta Bermula dari Wuhan, China, virus corona baru (2019-nCoV) menyebar ke sejumlah negara. Termasuk, yang berada 'selemparan batu' dari Indonesia seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, juga tetangga lintas samudera,  Australia.

Hingga kini, belum ada satu pun kasus positif nCoV yang dilaporkan di Tanah Air. Itu yang jadi pertanyaan banyak ahli. Ada apa dengan Indonesia, mengapa negeri ini tak terjamah wabah?

Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto beberapa kali menegaskan, belum ditemukan kasus positif Virus Corona di Indonesia. Sejumlah kasus suspect (dugaan), kata dia, akhirnya terbukti negatif.

Ketika 238 warga negara Indonesia (WNI) dievakuasi dari ground zero Virus Corona 2019-nCoV pada 2 Februari lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI kembali menegaskan tak ada satu pun dari mereka yang menunjukkan gejala infeksi. 

Belum adanya kasus terkonfirmasi Virus Corona di Indonesia membuat masyarakat lega. Di sisi lain, sejumlah pihak was-was. 

Mengutip laman the Sidney Morning Herald, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, Indonesia harus berbuat lebih banyak untuk mempersiapkan kemungkinan wabah Virus Corona. Belum dilaporkannya satu kasus positif dari negara berpenduduk 270 juta ini justru memicu khawatir.

WHO berharap, Indonesia bisa meningkatkan pengawasan, deteksi kasus, dan persiapan di fasilitas kesehatan yang ditunjuk jika wabah tiba.

Menurut perwakilan WHO di Indonesia, Dr Navaratnasamy Paranietharan, Indonesia telah mengambil "langkah konkret" termasuk penyaringan di perbatasan internasional dan menyiapkan rumah sakit yang ditunjuk untuk menangani kasus-kasus potensial. "Namun Kementerian diharapkan dapat berbagi lebih banyak informasi dengan publik dalam beberapa hari terakhir."

"Masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan di bidang pengawasan dan deteksi kasus aktif (Virus Corona), dan persiapan fasilitas kesehatan yang ditunjuk sepenuhnya untuk mencegah infeksi dan mengedepankan langkah-langkah pengendalian untuk dapat mengatasi beban pasien yang berat dari dugaan atau konfirmasi kasus (dalam hal ini jika terjadi skenario wabah)," katanya.

Pekan lalu, Sidney Morning Herald mengungkapkan bahwa Indonesia belum memiliki alat tes khusus untuk mendeteksi Virus Corona baru ini dengan cepat. Tapi sebaliknya, otoritas medis telah mengandalkan tes pan-coronavirus yang secara positif dapat mengidentifikasi semua virus dalam keluarga Corona (termasuk flu biasa, SARS dan MERS) pada seseorang.

Pengurutan gen kemudian dilakukan untuk secara positif mengkonfirmasi kasus Virus Corona baru, yang juga dikenal sebagai Coronavirus Wuhan, dan seluruh proses dapat memakan waktu hingga lima hari.

Saksikan juga video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

WHO Ungkapkan Kekhawatiran atas Indonesia

Dalam keterangannya, Dr Paranietharan mengatakan, "Kami (WHO) prihatin Indonesia belum melaporkan satu pun kasus yang dikonfirmasi di negara berpenduduk hampir 270 juta orang ini. Tetapi kami telah diyakinkan oleh otoritas terkait bahwa pengujian laboratorium telah bekerja dengan baik."

Mengingat ada lebih dari 2 juta turis China mengunjungi Indonesia pada 2019. Negara-negara tetangga termasuk Australia, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Kamboja dan Filipina semuanya telah mencatat kasus-kasus baru.

Kepala komunikasi Kementerian Kesehatan Widyawati mengatakan pada Rabu lalu, 42 spesimen telah dikirim ke laboratorium departemen untuk pengujian dan hasilnya "40 spesimen negatif, dua masih sedang diperiksa."

Matthew Hale dari Australia mengatakan kepada harian Herald and Age bahwa ia datang ke Indonesia pada 26 Januari. Ia dirawat di rumah sakit Sanglah di Denpasar setelah perjalanan ke Singapura.

"Rumah sakit pertama mengatakan, mereka tidak dapat membantu saya dan mengirim saya ke Sanglah. Saya dikirim ke seluruh tempat (di Sanglah) dan akhirnya menemukan tempat yang tepat, dokter bertanya apakah saya pernah ke China dan saya mengatakan tidak, jadi mereka bilang tidak bisa mengujinya," katanya.

"Dia (dokter) tidak menawarkan tes darah atau mengukur suhu saya atau apa pun," ujarnya.

Setelah pengalamannya di Sanglah, ia mengunjungi rumah sakit ketiga, Prima Medika, yang mengambil sampel darah, memeriksa tekanan darahnya, suhunya dan melakukan rontgen dan, "dalam dua jam dia menunjukkan pneumonia di dada saya dan memberi saya antibiotik kuat," katanya.

Hale mengkritik penanganan yang tersedia bagi pengunjung asing ke Bali. Australia dan China adalah dua sumber turis teratas ke Bali, dengan sekitar satu juta warga dari setiap negara mengunjungi pulau itu pada 2019.

"Tidak ada apa-apa (persiapan) di tempatnya (fasilitas kesehatan), bahkan tidak ada nomor saluran bantuan. Jadi untuk orang asing yang mungkin punya masalah, ke mana mereka akan menelepon? Tidak ada. Yang bisa Anda lakukan hanyalah naik pesawat dan pulang ke rumah. Tetapi kemudian Anda membuat orang lain di pesawat rentan," katanya.

Ketut Suarjaya, Kepala Departemen Kesehatan Bali, mengatakan para pejabat kesehatan di pulau itu telah memperhitungkan riwayat perjalanan seseorang dan kemungkinan kontak mereka dengan kasus Virus Corona yang dikonfirmasi. Tujuh sampel darah dari kasus-kasus potensial telah dikirim ke Jakarta untuk pengujian sejauh ini.

"Jadi, bahkan tanpa sejarah perjalanan ke China, jika selama wawancara ada riwayat kontak, orang tersebut akan berada di bawah pengawasan," katanya.

"Dan, informasi (tentang Coronavirus) telah tersedia di situs Departemen Kesehatan Bali dan juga di rumah sakit di tingkat provinsi dan kabupaten."

Larangan penerbangan antara China dan Indonesia juga baru mulai berlaku pada Rabu lalu. Namun kini, hal ini mendorong kekhawatiran pada ekonomi RI.

Awal pekan lalu, Indonesia juga telah mengangkut 238 warga negaranya dari Wuhan--pusat virus-- ke Kepulauan Natuna. Mereka akan di observasi selama dua minggu. Sementara satu warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Singapura dipastikan mengidap Virus Corona.

3 dari 6 halaman

Pemeriksaan Virus Corona Sudah Sesuai Prosedur WHO

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes, Dr. dr. Vivi Setyawaty, M. Biomed mengatakan pihaknya telah melaksanakan prosedur pemeriksaan terkait Novel Coronavirus sesuai pedoman WHO.

"Sejak kasus itu merebak, sudah ada guideline dari WHO dan kami sudah melakukan dan menyesuaikan dengan checklist reagen-reagen yang dibutuhkan, dan WHO juga telah menerima itu,” ujar Vivi, di Jakarta.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes RI Wiendra Waworuntu mengatakan pemerintah Indonesia telah belajar dari pengalaman menangani kasus SARS pada 2002-2003. WHO mencatat, hanya ada 2 kasus terkait SARS di Indonesia.

Mengingat ada WNI di Natuna yang sedang diobservasi, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono mengatakan telah melakukan langkah-langkah pencegahan Virus Corona.

Ia bahkan menyebut, jika dalam 14 hari ada satu atau dua orang WNI di lokasi karantina Natuna yang menunjukkan gejala terpapar Virus Corona, seperti demam dan sesak napas, maka akan dilakukan pemantauan skenario lain.

"Pemantauannya dengan kanalisasi kamar (kamar dipisahkan dengan kamar orang yang sehat)," kata Anung melanjutkan.

Ada juga skenario lanjutan bila membutuhkan penanganan lebih lanjut, yakni rumah sakit yang disiagakan Kementerian Kesehatan. Dari 100 rumah sakit, 93 rumah sakit di antaranya sudah mengembalikan assessment kapasitas sumber daya manusia (SDM) sarana dan prasarana.

"Kami mendapat data lengkap, ada 26 rumah sakit dengan kapasitas SDM lengkap dan simulasi penanganan Virus Corona. Ke-26 rumah sakit (totalnya) punya 52 ruang isolasi dan 113 tempat tidur," Anung menekankan.

4 dari 6 halaman

Apakah Iklim di Indonesia Mempengaruhi Keberadaan Virus Corona?

Melansir laman Channel News Asia, kecepatan persebaran Virus Corona juga diduga memiliki keterkaitan dengan kondisi iklim suatu negara. Ada anggapan bahwa pola seasonal Virus Corona baru bisa jadi serupa dengan infeksi influensa dan SARS. Kedua kasus tersebut turun drastis pada Mei ketika suhu cuaca di China menghangat.

Pada negara-negara dengan suhu serupa China dan AS, musim flu biasanya mulai Desember dan mencapai puncaknya pada Januari atau Februari dan menurun setelahnya. SARS berakhir pada 2003 ketika musim panas utara muncul.

Banyak penelitian terhadap Virus Corona yang menyebabkan pilek bisa bertahan 30 kali lebih lama pada daerah dengan suhu 6 derajat Celsius dibandingkan dengan wilayah dengan suhu 20 derajat Celsius dan tingkat kelembaban tinggi.

Sebuah studi yang belum lama ini dilakukan oleh Profesor Malik Peiris dan Profesor Seto Wing Hong dari Hong Kong University menunjukkan bahwa suhu dingin dan kelembapan yang relatif rendah memungkinkan Virus SARS bertahan lebih lama dibandingkan di daerah dengan temperatur dan kelembapan tinggi.

Ahli mikrobiologi RS Universitas Indonesia Fera Ibrahim mengatakan, sinar ultraviolet B (UVB) dapat menonaktifkan virus, termasuk Virus Corona. Paparan sinar ultaviolet B terhadap Virus Corona yang berada di ruang terbuka membuatnya tidak aktif.

"Ya, saya rasa Virus Corona lebih terkonsentrasi mampu bertahan hidup pada cuaca atau udara yang lebih dingin dan lembap," kata ahli mikrobiologi RS Universitas Indonesia Fera Ibrahim dalam diskusi tentang Virus Corona di RS UI.

"Sinar ultraviolet bisa membuat sel virus tidak aktif. Saya rasa itu yang membantu kita terhindar (virus corona). Mudah-mudahan sih kita terhindar terus dan tidak ada yang terkonfirmasi terinfeksi virus," Fera menerangkan. 

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Pokja Infeksi Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan. Ia mengatakan, Virus Corona tidak menular hanya lewat udara dan tidak aktif saat berhadapan dengan sinar ultraviolet dari matahari.

"Saya sudah sampaikan, virus ini menjadi tidak aktif kalau ada sinar ultraviolet dari matahari," kata Erlina di Cikini, Jakarta.

Dalam sebuah temu media, Erlina mengemukakan bahwa kemungkinan, ada pengaruh suhu di Indonesia terhadap berkembangbiaknya Virus Corona.

"Virus ini berkembang biak pada suhu yang dingin dengan kelembapan yang rendah. Kalau Indonesia dingin atau enggak? Indonesia enggak ya. Kelembapannya rendah atau tinggi, tinggi ya, 80 persen lah. Ini bukan tempat yang baik untuk virus berkembang biak," kata Erlina.

Walaupun begitu, bukan berarti Indonesia benar-benar bebas dari ancaman virus. Mereka tetap bisa hidup di Indonesia. Sehingga, Erlina mengatakan bahwa risiko tetap ada dan masyarakat tetap harus melakukan pencegahan penyakit. Beberapa cara mencegah penyakit yang disarankan adalah rutin mencuci tangan dan menggunakan masker.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono juga sempat menekankan bahwa sampai saat ini belum ada bukti ilmiah terkait Virus Corona yang menjadi tidak aktif di iklim tropis.

"Apakah bertahan di daerah tropis tidak ada yang bisa jawab. Sepanjang publikasi yang ada, Virus Corona tidak kuat di atas 60 derajat Celsius dan di bawah nol derajat Celsius," kata Anung di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (3/2/2020).

Menurut kepustakaan saat ini, lanjut Anung, Virus Corona akan berada pada suhu optimal antara dua sampai delapan derajat Celcius. Oleh sebab itu, observasi terhadap warga negara Indonesia (WNI) dari Wuhan di Kepulauan Natuna, Riau, selama 14 hari dinilai cukup guna melihat apakah ada gejala Virus Corona atau tidak. 

5 dari 6 halaman

Saran WHO: Pemerintah Harus Terbuka Soal Informasi Corona

Sementara itu, Senior Advisor to the Director General on Gender and Youth, WHO HQ Geneva, Diah Saminarsih mengimbau Kemenkes RI mencontoh tindakan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong.

"Salah satu bentuk menyejukkan hati masyarakat, itu bisa dilakukan," kata Diah saat dihubungi Health Liputan6.com pada Senin, 10 Februari 2020.

Pada Sabtu malam, 9 Februari 2020, PM Lee Hsien Loong memberikan imbauan kepada penduduk Singapura soal Virus Corona. Video berdurasi 3,55 menit yang diunggah akun YouTube Prime Minister's Office, Singapura, berisi ajakan agar masyarakat tidak panik, tetap tenang, dan tidak berlebihan saat membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari gara-gara Virus Corona ini.

Isinya seperti ini:

 

"Saudara-saudari sekalian, kita telah menaikkan tahap DORSCON [Disease Outbreak Response System Condition, sistem waspada wabah penyakit] ke jingga, ini karena pemerintah mau melindungi rakyat Singapura sebaik mungkin, ancaman virus corona baru ini sedang pesat berkembang.

Kita mesti berani untuk segera bertindak dan dengan sewajarnya, termasuk mengambil langkah tegas, dan kita harus yakin bahwa bersama sama kita boleh mengatasinya.

Kita pernah menewaskan wabah SARS, kini kita lebih bersedia menangani virus baru ini. Setiap kita ada peranan, ikuti nasihat Kementerian Kesehatan dan dapatkan maklumat terkini dari sumber yang benar seperti MUIS [Majlis Ugama Islam Singapura] dan khidmat Whatsapp Gov.sg.

Jaga kebersihan diri sendiri, keluarga dan sekitar kita, dan ambil langkah berjaga-jaga jika anda tidak sehat segeralah ke dokter. Lanjutkan kehidupan anda seperti biasa. Pemerintah akan melipatgandakan usaha untuk mengekang ancaman ini dengan sedaya upaya.

Namun kita juga harus bersedia jika keadaan menjadi tambah buruk. Kita belum sampai ketahap itu, dan mungkin ia tidak akan berlaku. Namun cabaran sebenar ancaman ini ialah kesannya terhadap perpaduan sosial dan daya tahan psikologi kita.

Sifat takut dan cemas adalah suatu yang semulajadi. Saya faham penyakit ini baru, dan kita semua mau melindungi diri sendiri dan orang orang yang kita sayangi.

Tetapi rasa cemas itu bisa menjadi lebih bahaya daripada virus itu sendiri. Jadi, jangan biarkan rasa cemas membuat kita panik atau mengambil tindakan yang memperburuk keadaan.

Jangan sebarkan berita palsu. Jangan membeli bekalan pelitup dan makanan dengan berlebihan. Jangan menuduh mana-mana kumpulan bagi apa yang sedang berlaku sekarang.

Sebaliknya, kita bantu membantu sesama jiran tetangga, sahabat handai dan Rakyat yang lain, khususnya mereka yang lebih memerlukan.

Dalam masa-masa sukar ini, saya terharu melihat ramai rakyat Singapura yang mengulurkan bantuan. Ada yang memberikan pelitup secara percuma kepada orang ramai. Ada pelajar yang membekalkan makanan kepada teman-teman yang menjalani cuti ketidakhadiran.

Dan para pekerja kesehatan yang bertarung nyawa di barisan terdepan merawat pesakit-pesakit kita. Terima kasih atas pengorbanan anda. Anda menjadikan sumare inspirasi kita semua.

Ayo kita terus bertenang dan bersatu padu. Saya yakin bersama-sama, kita boleh mengatasi apa jua cabaran. Terima kasih."

 

Meskipun sampai saat ini tidak ada masyarakat Indonesia yang dinyatakan positif terpapar Virus Corona, tidak ada salahnya untuk melakukan hal serupa. 

"Supaya orang tidak cemas, ditenangkan dengan itu," kata Diah. 

"Saya mengimbau supaya ada keterbukaan, melakukan risk communication dengan terus-terusan memberikan informasi kepada publik," Diah menekankan.

Informasi itu, lanjut Diah, bukan untuk menebar ketakutan tapi untuk mengajak semua masyarakat lebih memahami apa sebenarnya Virus Corona, bagaimana penularan bisa terjadi, dan hal-hal lainnya, "Mungkin itu bisa dikerjakan pemerintah." 

Saran lain yang diberikan Diah ditujukan kepada masyarakat. Selain pemerintah, masyarakat pun harus melakukan upaya pencegahan dengan menjaga kesehatan masing-masing agar tetap fit.

"Corona ini kan virus, virus itu beradunya dengan daya tahan. Kalau badannya fit dan sehat, virus enggak berhasil infektif (dapat menyebabkan infeksi). Jadi, tentu yang paling utama adalah menjaga daya tahan tubuh," kata Diah.

Dan, untuk seluruh rumah sakit, Diah mengingatkan agar segera merujuk jika ada kecurigaan, "Segera ke rumah sakit yang sudah dirujuk. Ada Sulianti Saroso, RSPAD."

Diah sadar bahwa belum adanya kasus yang dinyatakan positif membuat Indonesia menjadi serba salah. Positif, takut. Tidak positif, malah ragu. 

"Oleh sebab itu, masyarakat harus ditenangkan dengan cara melakukan komunikasi terbuka," katanya. 

"Dan, kalau ada negara tetangga concern atau mau membantu mungkin, bisa dipertimbangkan untuk diterima," ujarnya.

Pendiri CISDI (Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives) ini mencontohkan WHO yang setiap hari selalu memberikan laporan situasi (report situation) untuk umum di Twitter. Semua saluran yang dimiliki organisasi kesehatan dunia itu bisa diakses oleh siapa saja. 

"Tidak hanya data soal penyakitnya, tapi (berbagai informasi) untuk menjaganya juga," katanya.

"Tenaga kesehatannya harus apa, masyarakatnya harus bagaimana, semua itu lengkap di platform-nya WHO. Paling mudah (berbagi informasi) lewat Twitter," Diah menekankan.

 

 

6 dari 6 halaman

Bagaimana dengan Negara-Negara Afrika?

Selain di Indonesia, keberadaan Virus Corona juga belum dilaporkan ada oleh negara-negara di Afrika. Hal ini juga menjadi salah satu perhatian otoritas kesehatan dunia. Apalagi negara-negara Afrika memiliki hubungan dagang erat dengan China.

Melansir laman BBC, China adalah mitra dagang terbesar Afrika. Saat ini diperkirakan ada sekitar 10 ribu firma dagang China yang beroperasi di seluruh benua itu. Menurut media lokal China, lebih dari satu juta warga China tinggal di negara-negara Afrika.

WHO menyebut, keputusan untuk menyatakan status wabah Virus Corona sebagai waspada kesehatan global juga karena mempertimbangkan potensi penyebaran virus tersebut ke negara-negara dengan sistem kesehatan lemah.

"Alasan utama untuk deklarasi ini bukanlah apa yang terjadi di China melainkan apa yang terjadi di negara lain. Perhatian utama kami adalah potensi penyebaran virus ini ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lebih lemah," ujar Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Kepala operasi darurat WHO di Afrika Michael Yao mencatat, beberapa negara di Afrika memiliki perangkat kesehatan yang minim.

"Kita tahu bagaimana rapuhnya sistem kesehatan di benua Afrika dan sistem-sistem tersebut sudah cukup terbebani dengan banyaknya wabah penyakit yang sedang berlangsung di sana. Jadi bagi kami ini sangat penting untuk mendeteksi secara dini sehingga bisa mencegah penyebaran virus tersebut," jelas Yao.

Hingga minggu lalu, tercatat hanya ada dua laboratorium di Afrika, satu berada di Senegal dan satu lagi di Afrika Selatan yang memiliki reagen yang diperlukan untuk mendeteksi Virus Corona. Keduanya bekerja sebagai laboratorium rujukan bagi negara-negara di Afrika.

Kabarnya, kini Ghana, Madagaskar, Nigeria dan Sierra Leone juga telah mampu menguji keberadaan Virus Corona. WHO mengirimi alat-alat untuk mendeteksi keberadaan Virus Corona pada 29 laboratorium di Afrika. Hal itu untuk memastikan bahwa benua tersebut punya kapasitas menghadapi kemungkinan penyebaran Virus Corona dari negara lain. WHO berharap, pada akhir bulan ini, setidaknya 36 negara di Afrika telah dilengkapi dengan alat untuk uji Virus Corona.

"Kemampuan negara-negara Afrika untuk mendiagnosis kasus Virus Corona secara tepat tergantung pada reagen baru yang bisa diakses dari China dan Eropa," ujar Dr Yao.

Seperti Indonesia, beberapa negara di Afrika juga telah melakukan tindakan pencegahan melalui pintu-pintu masuk negara mereka dan mengkarantina orang-orang yang diduga memiliki gejala serupa infeksi Virus Corona.

Dr Yao yang pernah terlibat dalam penanganan wabah Ebola di Afrika Barat pada 2014-2016 serta di Republik Kongo baru-baru ini, mengkhawatirkan negara-negara Afrika tak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menangani kasus kritis terkait Virus Corona.

"Kami menyarankan negara-negara untuk setidaknya mendeteksi dini kasus tersebut guna menghindari penyebaran virus ke dalam masyarakat, yang membuat nantinya sulit untuk diatasi," ujarnya.

Sisi positifnya, banyak negara Afrika telah melakukan skrining pada para penumpang yang tiba di pintu-pintu masuk negara untuk mendeteksi Ebola. Negara-negara yang pernah menangani wabah Ebola juga masih punya fasilitas isolasi dan para ahli yang berpengalaman menghadapi penyakit menular.

Hanya saja, deteksi Ebola berbeda dari Virus Corona. Ebola hanya menular ketika gejalanya muncul, sementara pada beberapa kasus Virus Corona disebut pasien dapat tertular sebelum gejalanya muncul.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.