Sukses

Cantik Dikategorikan sebagai Hak Asasi Manusia di Negara Ini

Walaupun standar kecantikan di setiap negara berbeda, masyarakat Brasil memiliki hak asasi untuk menjadikan dirinya terlihat indah dipandang.

Liputan6.com, Jakarta Walaupun kecantikan bukanlah hal yang mutlak dan bersifat relatif, di Brasil, cantik ternyata dianggap sebagai hak asasi manusia yang boleh diterima oleh masyarakatnya.

Para penduduk asli Brasil dianggap memiliki "hak atas kecantikan". Pemerintah setempat ikut mendukung ini dengan menyubsidi hampir setengah juta operasi setiap tahun. Dilaporkan Vice, banyak rumah sakit umum yang menawarkan operasi plastik secara gratis atau berbiaya rendah.

Dilansir dari New York Post, Jumat (11/5/2018), kecantikan di negara tersebut dianggap penting bagi pasar kerja, mencari pasangan, serta untuk bisa lebih maju di wilayah Amerika Selatan.

Hal ini sayangnya menimbulkan permasalahan baru. Banyak masyarakat Brasil mempertimbangkan operasi plastik gratis atau murah tanpa mempertimbangkan risikonya. Walaupun begitu, prosedur ini tetap populer di sana.

Seiring berjalannya waktu, hal ini menjadikan Brasil sebagai konsumen operasi plastik terbesar kedua di dunia. Paling tidak, tercatat ada sekitar 1,2 juta operasi yang dilakukan setiap tahunnya.

Simak juga video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Buruk Rupa Adalah Masalah Kemanusiaan

Ide menjadikan kecantikan sebagai hak asasi manusia bisa dilihat sejak 1950-an ketika seorang ahli bedah bernama Ivo Pitanguy, meyakinkan presiden Juscelino Kubitschek bahwa hak atas kecantikan sama pentingnya dengan kebutuhan di bidang kesehatan lainnya.

Dia menganggap bahwa buruk rupa dapat menyebabkan banyak penderitaan psikologis dan dianggap sebagai masalah kemanusiaan.

Tujuan awalnya adalah mereka yang mengalami cacat bawaan atau korban luka baakar. Namun, sebagian besar yang saat ini dilakukan diyakini hanya berdasarkan alasan estetika.

Masyarakat sendiri kerap dengan sengaja mengaburkan batas antara prosedur rekonstruksi dan estetika, untuk mendapatkan persetujuan pemerintah.

Sayangnya, hanya ada sedikit aturan yang melindungi para pasien dari malapraktik. Terutama, kebanyakan dari mereka berpenghasilan rendah, serta sulit mendapat keadilan jika prosedur yang dilakukan salah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.