Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian RI Saleh Husin mengemukakan konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah dibanding beberapa negara di kawasan ASEAN yang sudah mencapai di atas 15 kilogram per kapita per tahun setara susu segar.
"Angka konsumsi masyarakat kita rata-rata masih 12,10 kilogram per kapita per tahun, sedangkan beberapa negara di ASEAN sudah di atas 25 kilogram per kapita per tahun. Apalagi Malaysia, sudah mencapai 36,2 kilogram per kapita per tahun," kata Saleh Husin di sela kunjungan kerjanya di industri pengolahan susu PT Greenfields Indonesia di Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Sementara di negara ASEAN lainnya, seperti Myanmar, konsumsi susu mencapai 26,7 kilogram per kapita per tahun, Thailand 22,2 kilogram dan Filipina 17,8 kilogram.
Advertisement
Lebih lanjut, Menteri mengatakan pertumbuhan sektor industri pengolahan susu pada tahun 2014 sebesar 14 persen, meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar 12 persen. Hal ini menunjukkan potensi pasar bagi industri pengolahan susu di Indonesia masih cukup besar.
Apalagi, kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri (SSDN) untuk susu olahan saat ini sekitar 3,8 juta ton per tahun (setara susu segar) dengan pasokan bahan baku susu segar dalam negeri hanya mencapai 798.000 ton atau sekitar 21 persen.
Sedangkan sisanya sebesar 3 juta ton (79 persen) masih harus diimpor dalam bentuk skim milk powder, anhydrous milk fat, dan butter milk powder dari berbagai negara seperti Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Hal ini, lanjutnya, merupakan peluang sekaligus tantangan bagi usaha peternakan sapi perah di dalam negeri untuk meningkatkan produksi dan mutu susu segar, sehingga secara bertahap kebutuhan bahan baku susu untuk industri dapat ditingkatkan.
Ia mengatakan Kementerian Perindustrian telah menetapkan industri pengolahan susu sebagai salah satu industri prioritas untuk dikembangkan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN).
Selain itu, pemerintah telah memberikan beberapa fasilitas, antara lain pembebasan PPN untuk produk susu segar melalui PP No 31 Tahun 2007, pemberian kredit usaha pembibitan sapi sesuai PMK No 131/PMK.05/2009, pengurangan Pajak Penghasilan (PPh)/ Tax Allowance bagi investasi baru maupun perluasan sesuai PP No 18 Tahun 2015.
Menyinggung masih tingginya persentase impor susu tersebut, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan kementerian terkait lainnya, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. "Keinginan kami, Indonesia mampu swasembada susu agar tidak perlu impor lagi karena potensi industri susu di Tanah Air sangat besar," ujarnya.
Dalam kunjungan kerjanya di PT Greenfields Indonesia itu, Menteri Saleh Husin diajak berkeliling, mulai dari hulu hingga hilir, mulai dari kandang ribuan sapi, pengolahan pakan ternak sapi yang berbentuk konsentrat maupun dari rumput yang dibeli dari petani hingga pengolahan kotoran sapi yang disulap menjadi biogas.
Sementara itu, Head of Farm Greenfields, Heru Prabowo, mengatakan pengembangan industri persusuan yang ditanganinya terintegrasi mulai dari pembibitan, budi daya sapi perah, pemerahan sapi hingga industri pengolahan susu segar menjadi produk susu ultra high temperature (UHT) dan susu extended self life (ESL), sebuah perusahaan dengan jumlah populasi sapi perah sekitar 8.400 ekor.
Dari 8.400 ekor sapi itu, katanya, yang saat ini menghasilkan susu (laktasi) sebanyak 3.900 ekor dengan produksi susu segar sekitar 125 ton per tahun. Produksi rata-rata susu yang dihasilkan seekor sapi sebanyak 30 sampai 31 liter per hari.
"Ke depan, kami masih akan mengembangkan pabrik pengolahan susu di Desa Palakan, Kecamatan Ngajum, seluas 20 hektare dan di Wlingi, Blitar, seluas 170 hektare dengan mengembangkan lahan tanaman rumput dan jagung. Sapi perah yang ada saat ini merupakan sapi 'blasteran' Australia, namun anakan sapi tersebut lahir di Indonesia, sehingga mudah beradaptasi dengan kondisi di Indonesia," ujar Heru.