Sukses

Dampak Buruk Jika Ortu Tidak Kompak Mengasuh Anak

Semestinya pengasuhan anak menjadi proyek bersama yang dijalankan oleh suami dan istri.

Liputan6.com, Jakarta Pernikahan adalah sebuah proyek harmonisasi berbagai perbedaan. Saat menghadapi perbedaan ada yang mampu mengubahnya sehingga menjadi sama, beberapa perbedaan lain dibiarkan tetap ada namun dijalankan secara harmonis, namun tidak jarang ada perbedaan yang sulit diletakkan berdampingan sehingga menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan pasangan. Salah satunya adalah mengenai bagaimana mengasuh anak-anak yang hadir sesudah terjadinya pernikahan tersebut.

Semestinya pengasuhan anak menjadi proyek bersama yang dijalankan oleh suami dan istri. Meskipun mungkin memiliki peran yang berbeda dalam mengasuh anak sehari-hari, suami dan istri memiliki peran yang sama pentingnya dalam mengasuh anak. Seorang ibu dapat menyediakan kehangatan dan rasa aman sehingga anak memiliki rasa aman dalam menjalani kehidupannya.

 

Seorang ayah dapat menjadi pendamping dan motivator bagi anak untuk mengeksplorasi berbagai keunikan dan keindahan dunia sehingga anak menjadi pribadi yang berkembang karena rasa keingintahuannya. Peran ini tentu saja dapat bertukar kapan saja. Akan lebih mudah jika kedua orangtua dapat menjalankan sebuah kerja tim yang dapat saling menggantikan dan melengkapi.

Akan tetapi seperti yang sering terjadi dalam tim kerja, kekompakan tidak selalu dapat diharapkan. Karena terdiri dari pribadi-pribadi yang berbeda, sebuah tim bisa saja menjadi pecah karena tidak mampu menyatukan perbedaan yang ada. Demikian pula pada tim suami istri dalam konteks pengasuhan anak. Berbagai perbedaan misalnya perbedaan pandangan mengenai sosok ideal anak, perbedaan tuntutan terhadap anak, perbedaan cara bersikap terhadap anak, pada akhirnya dapat menjadi tajam dan menimbulkan konflik pada pasangan suami istri tersebut.

Konflik yang terjadi akibat kesulitan menyatukan atau mengharmoniskan berbagai perbedaan yang ada pada pengasuhan anak bisa disebabkan oleh beberapa hal. Sebab pertama adalah perbedaan pengalaman orangtua saat mereka diasuh diusia kanak-kanak mereka. Disadari atau tidak, cara mengasuh orangtua sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka dahulu diasuh di masa kanak-kanak. Pengalaman diasuh di masa kanak-kanak akan menjadi sebuah model yang dijalankan ketika seseorang menjadi orangtua yang harus mengasuh anak-anaknya.

Misalnya saja cara berkomunikasi, cara bernegosiasi, dan sikap secara umum terhadap anak. Sebab kedua adalah perbedaan pengetahuan suami istri mengenai pengasuhan anak. Pendidikan dan proses belajar mengubah banyak hal. Perbedaan dalam hal ini dapat menimbulkan gap pengetahuan suami istri. Perbedaan pengetahuan ini pada akhirnya dapat mendorong pada perbedaan cara mengasuh anak.

Saat kedua orangtua memiliki cara mengasuh yang berbeda apalagi bertentangan, yang akan menanggung konsekuensi paling buruk adalah anak-anak yang diasuhnya. Bagi anak, sikap dan pandangan terhadap dunia ini akan dibangun lewat kedua mata orangtuanya. Keduanya adalah significant others yakni orang-orang yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Yang menjadi cukup penting diperhatikan adalah bahwa bagi anak kedua orangtuanya ini akan dipandang sebagai satu kesatuan yang sulit untuk dipisah-pisahkan.

Hal ini terjadi khususnya bagi anak-anak di awal-awal tahun kehidupannya. Saat kemudian mereka menunjukkan perbedaan dalam memperlakukan dirinya, anak akan mengalami kebingungan untuk menentukan siapa yang hendak diikuti. Jika hal ini terus berlanjut ada bahaya yang dapat dialami anak. Pertama anak akan kehilangan pijakan kepercayaan terhadap dunia ini secara umum. Hal ini karena dunia dilihatnya sebagai sesuatu yang tidak konsisten, sering berubah, dan tidak memiliki patokan yang tetap. Kedua anak dapat menjadi pribadi yang oportunis.

Hal ini terjadi karena di saat terjadi inkonsistensi, seperti halnya kecenderungan umum, anak akan berusaha mencari sisi yang paling menguntungkan. Misalnya saja jika seorang ibu menegur dengan tegas sementara sang ayah melindungi, maka anak akan “lari” pada ayahnya. Sebaliknya jika seorang ayah memberi hukuman akan perilaku buruk anak namun ibunya karena tidak tega diam-diam membelanya, anak akan mencari perlindungan pada sang ibu. Maka yang terjadi pada anak bukanlah mempelajari suatu nilai tertentu namun belajar lari dan mencari tempat yang aman.

Perbedaan dari suami dan istri saat mengasuh anak-anak mereka akan sering muncul karena memang keduanya adalah pribadi yang berbeda. Perlu dilakukan beberapa langkah agar perbedaan-perbedaan tersebut tidak merugikan pengasuhan anak-anak mereka. Pertama suami dan istri yang telah menjadi orangtua dari anak-anak mereka perlu untuk duduk bersama dan berdiskusi mengenai bagaimana sebaiknya melakukan pengasuhan terhadap anak. Diskusi ini sebaiknya dapat menghasilkan hal-hal penting. Yang pertama tentu saja

Jika perbedaan itu dapat disamakan, hal ini merupakan langkah ideal. Jika masing-masing mengemukakan pendapat yang didasari semata-mata kepentingan anak, menyamakan pendapat, yang seringkali berarti mengubah suatu pendapat, umumnya lebih mudah dilakukan. Yang seringkali menjadi sulit dalam sebuah proses diskusi adalah karena adanya kebutuhan-kebutuhan atau agenda-agenda pribadi tersembunyi dari orangtua yang “menumpang” saat mereka berbicara mengenai kepentingan anak-anak mereka.

Jika ternyata ada perbedaan-perbedaan yang sulit diubah untuk disamakan, diperlukan kerendahan hati dari salah satu pihak untuk mempercayai pandangan pasangannya yang diputuskan bersama untuk diterapkan dalam pengasuhan anak. Hal ini penting karena di depan anak, kedua orangtua harus menunjukkan kekompakan.

Bahkan jika kemudian ada hal yang perlu diterapkan saat pengasuhan anak namun belum dibicarakan, jika tidak pada kasus yang sangat membahayakan keselamatan anak, maka saat ada salah satu pihak dari kedua orangtua yang menerapkan sesuatu, yang lain perlu menunjukkan dukungannya meskipun sebenarnya mungkin kurang menyetujui cara tersebut. Diskusi mengenai hal tersebut perlu ditunda agar didepan anak, orangtua menunjukkan konsistensi. Jika anak dididik dengan cara ini, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat dan dapat berpijak pada kepercayaan terhadap diri dan terhadap lingkungannya.

Y. Heri Widodo
Dosen Universitas Sanata Dharma dan Pemilik Taman Bermain dan Belajar Kerang Mutiara Yogyakarta

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.