Sukses

BPJS Kesehatan Janji Tindak Tegas Klinik Cuci Darah yang Nakal

Kepala BPJS Cabang Jaksel janji akan tindak tegas rumah sakit yang tak beri standar layanan optimal bagi pasien cuci darah

Liputan6.com, Jakarta Dr. Beno Herman, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan berjanji akan menindak tegas rumah sakit atau klinik yang tidak memberikan standar pelayanan yang optimal kepada para pasien cuci darah. Pasalnya, semua kebutuhan hemodialisa sudah dikover oleh BPJS Kesehatan.

"Saya akan menindak rumah sakit atau klinik Homodialisa nakal yang tidak memberikan standar pelayanan yang optimal, seperti pemberian hormon erytopoitien dan transfusi darah secara gratis, karena semua itu sudah dicover oleh BPJS Kesehatan,” tegas Beno saat menerima audiensi dengan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) di Jakarta, Jumat (21/08).

Beno menegaskan, BPJS Kesehatan merupakan amanah negara demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini, lanjutnya, BPJS Kesehatan akan melakukan pengawasan di lapangan jika ditemukan indikasi kuat terjadinya kecurangan.

Untuk itu, BPJS Kesehatan akan mengajak RS dan klinik untuk melakukan langkah-langkah, seperti melakukan pembinaan, jika terbukti melanggar akan diberikan teguran tertulis, bahkan sampai pemutusan kerjasama dengan BPJS Kesehatan.

“Sekali lagi, tidak ada toleransi terhadap penyelewengan apapun, karena ini adalah uang rakyat,” cetusnya.

Pada kesempatan audiensi itu, KPCDI menyampaikan beberapa keluhan terkait kebijakan BPJS Kesehatan yang memberatkan pasien cuci darah, antara lain, layanan hemodialisa tiga (3) kali seminggu. Menurut Ketua KPCDI, Tony Samosir, kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan per-tanggal 30 April 2015, dengan Nomor 4422/IV-02/0415, perihal: Pelayanan Hemodialisa, yang ditandatangani oleh Kepala BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan, Dokter Beno Herman. “Surat Edaran itu pukulan telak bagi kami,” tegasnya.

Keluhan lain, lanjut Tony, adalah standarisasi pelayanan hemodialisa, banyak obat-obatan dan penunjang lainnya yang tidak dicover oleh BPJS Kesehatan, yaitu tabung dialiser, hormon erytropoitien, transfusi darah, test laboratorium dan obat-obatan lainnya.

Menanggapi keluhan KPCDI, dr. Beno menyatakan bahwa tidak benar bahwasanya surat edaran tersebut membatasi pasien untuk melakukan tindakan hemodialisa seminggu 3x. Menurutnya, SE itu bertujuan untuk menekan agar klinik melakukan perubahan perbaikan pelayanan seperti menyediakan dokter spesialis ginjal dan hipertensi (KGH), serta setiap pasien hemodialisa harus dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkelanjutan agar lebih optimal.

Ia menyontohkan, klinik Jakarta Kidney Center (JKC) telah melakukan pelanggaran dan sudah mendapat teguran tertulis dari BPJS Kesehatan. “SE tersebut bertujuan untuk menekan agar klinik Jakarta Kidney Center (JKC) melakukan perubahan perbaikan pelayanan standar terhadap pasien hemodialisa agar lebih optimal”, terangnya.

Untuk menyinergikan kebijakan BPJS Kesehatan, KPCDI berkomitmen akanmemberikan data dan informasi sesuai fakta di lapangan mengenai Klinik atau Rumah Sakit yang nakal dalam menangani pasien hemodialisa. “Kami berkomitmen untuk bersinegi dengan BPJS Kesehatan dengan menyediakan data RS dan klinik yang tidak memenuhi standar pelayanan yang optimal,” tukasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.