Sukses

Sistem Tunggu yang Lama Bikin Calon Haji Mudah Sakit

Musim haji memang masih beberapa bulan lagi. Tapi segala persiapan termasuk kesehatan mestinya harus disiapkan sejak awal.

Liputan6.com, Jakarta Musim haji memang masih beberapa bulan lagi. Tapi segala persiapan termasuk kesehatan mestinya harus disiapkan sejak awal. Apalagi calon jemaah haji Indonesia rata-rata memerlukan waktu tunggu lama sebelum berangkat haji.

Seperti disampaikan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti bahwa dengan waktu tunggu lama tersebut, calon jemaah haji bisa saja memiliki risiko kesehatan. Padahal kesehatan merupakan salah satu syarat dari istita'ah (kemampuan) orang berhaji. Masalahnya, syarat ini belum jelas kriterianya sehingga masih sulit diterapkan masyarakat dan tenaga medis.

"Sampai saat ini belum ada rumusan yang menjadi kesepakatan kita semua pihak terkait Istita'ah kesehatan. Tapi seseorang tidak bisa melaksanakan ibadah haji jika tidak dalam kondisi sehat," ungkap Wamenkes Wamenkes saat seminar haji di Manhattan Hotel, Kuningan, Jakarta, Jumat (14/3/2014).

Wamenkes menyontohkan, misalkan ada calon jemaah haji dengan gagal ginjal kronik apakah ini memenuhi kriteria kemampuan kesehatannya atau tidak. Kemudian ada yang bersalin di Tanah Suci tahun lalu itu bagaimana.

"Ini yang belum jelas apakah itu hak atau kita ingin istita'ah diberikan pada yang otoritas sehingga lebih jelas kriterianya," ujar Wamenkes.

Menerangkan Istita'ah atau kemampuan dalam agama Islam, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan, Masyarakat Indonesia belum merata pemahaman Istita'ahnya.

Ada 4 Istita'ah itu yang dijelaskan Wamenag, yaitu:

1. Kemampuan dari segi badan (harus sehat secara fisik dan kejiwaan),

2. Kemampuan harta benda atau kemampuan keuangan.

"Mungkin dia sudah mampu bayar haji, tp pulang dari tanah suci jadi pengangguaran dan nggak bisa bayar sekolah anaknya. Hukum haji dalam kasus ini jadi tidak wajib," jelas Wamenag.

3. Kemampuan keamanan

"Misalnya di Tanah Suci terjadi peperangan. Ini juga menggugurkan kewajiban haji. Ada lagi makruh, lebih baik tidak pergi daripada dia memaksakan diri. Atau misalnya dia mengidap penyakit menular sehingga tidak perlu memaksakan diri. Bahkan haji itu bisa haram kalau kesehatannya nggak memungkinkan, ada wabah yang mematikan, hartanya nggak cukup dan lebih banyak mendatangkan mudharat (kesulitan) daripada manfaat," terang Wamenag.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini