Sukses

Biden Sebut Putin Bertanggung Jawab atas Kematian Oposisi Rusia Alexei Navalny, Dorong Lebih Banyak Bantuan ke Ukraina

Biden menekankan apa pun penyebabnya, dia menganggap Presiden Rusia Vladimir Putin bertanggung jawab atas kematian Navalny.

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Joe Biden mengatakan pada Jumat (16/2/2024) bahwa kematian aktivis antikorupsi Rusia Alexei Navalny membawa urgensi baru terhadap perlunya Kongres menyetujui pemberian bantuan bernilai puluhan miliar dolar kepada Ukraina untuk melawan invasi Rusia.

Berbicara di Gedung Putih, Biden menekankan apa pun penyebabnya, dia menganggap Presiden Rusia Vladimir Putin bertanggung jawab atas kematian Navalny.

"Saya harap ini (laporan kematian Navalny) bisa membantu mendorong anggota parlemen Amerika Serikat (AS) untuk mengirim lebih banyak bantuan ke Ukraina," ujar Biden, seperti dilansir AP, Sabtu (17/2).

Biden menuturkan sejarah sedang menyaksikan anggota parlemen di DPR, yang belum mengambil langkah untuk menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang disahkan Senat yang akan mengirim dana dan persenjataan ke Ukraina, di tengah kondisi militer negara itu yang kehabisan amunisi penting di medan perang.

"Kegagalan mendukung Ukraina pada momen kritis ini tidak akan pernah terlupakan," kata Biden. "Dan jam terus berdetak ... Kita harus membantu sekarang."

Lebih lanjut, presiden AS itu menyatakan pihaknya belum mengonfirmasi kematian Navalny di penjara Rusia di atas Lingkaran Arktik, namun dia juga tidak punya alasan untuk meragukannya.

Biden dengan tajam mengkritik anggota DPR dari Partai Republik karena membiarkan dewan memasuki masa reses selama dua minggu tanpa mengalihkan dana ke Ukraina.

"Apa yang mereka pikirkan – ya Tuhan," tutur Biden. "Ini aneh dan hanya memperkuat semua kekhawatiran – saya tidak akan mengatakan kepanikan tapi kekhawatiran yang nyata – mengenai AS sebagai sekutu yang bertanggung jawab."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Demokrat AS: Saatnya Memilih

Ketua Partai Republik Mike Johnson awal pekan ini mengatakan DPR tidak akan terburu-buru memberikan bantuan ke Ukraina, namun pada Jumat dia mengatakan Putin adalah seorang diktator yang kejam dan dunia tahu bahwa dia kemungkinan besar bertanggung jawab langsung atas kematian mendadak lawan politiknya paling menonjol.

"Kita harus jelas bahwa Putin akan menghadapi oposisi yang bersatu," kata Johnson dari Partai Republik.

"Saat Kongres memperdebatkan jalan terbaik untuk mendukung Ukraina, AS dan mitra kami, harus menggunakan segala cara yang ada untuk memangkas kemampuan Putin mendanai perang tak beralasan di Ukraina dan agresi terhadap negara-negara Baltik."

Rencana Johnson terkait bantuan AS ke Ukraina tidak jelas. Meskipun dia secara pribadi mendukung bantuan kepada Ukraina, dia memimpin mayoritas sayap kanan yang sangat sejalan dengan mantan Presiden Donald Trump, calon presiden dari Partai Republik yang menentang RUU tersebut.

Republikan berpendapat bahwa Kongres harus terlebih dahulu meloloskan RUU untuk membendung migrasi di perbatasan, namun Johnson dan anggota parlemen dari Partai Republik menolak kompromi bipartisan Senat terkait perbatasan.

Dalam pernyataan pada Jumat, pemimpin Partai Demokrat Hakeem Jeffries menyerukan pemungutan suara untuk menyetujui atau menolak RUU yang disahkan Senat.

"Kita tidak boleh membiarkan Vladimir Putin dan Rusia menang," kata Jeffries. "Ini bukan saatnya untuk berbasa-basi dan janji-janji kosong. Ini adalah waktu untuk memilih."

3 dari 3 halaman

Momen Menyerang Trump

Senat meloloskan RUU terkait bantuan untuk Ukraina, yang juga mencakup pendanaan untuk Israel dan Taiwan, dengan hasil pemungutan suara 70-29 pada Selasa (13/2). Partai Republik sangat terpecah mengenai RUU tersebut, dengan 22 orang mendukungnya dan 26 orang menolaknya.

Biden, yang mengincar kemungkinan pertarungan ulang dalam Pilpres AS 2024 melawan Trump pada November ini, mengatakan bahwa presiden-presiden AS mulai dari Harry Truman dan seterusnya akan guling-guling dalam kubur mendengar pernyataan Trump yang menyatakan bahwa AS mungkin tidak akan membela sekutu-sekutu NATO-nya yang gagal memenuhi target belanja pertahanan mereka jika terserang.

"Selama saya menjadi presiden, AS mempertahankan komitmen sucinya terhadap sekutu kami," ungkap Biden.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.