Sukses

Bayi Perempuan Palestina Usia 17 Hari Tewas dalam Serangan Udara Israel

Al-Amira Aisha baru berusia 17 hari ketika serangan udara Israel menghantam rumahnya, menewaskan dia dan kakak laki-lakinya, Ahmed.

Liputan6.com, Gaza - Al-Amira Aisha, lahir di tengah perang Hamas Vs Israel, di sebuah rumah sakit tanpa listrik di Gaza Selatan. Dia bahkan belum berusia tiga minggu ketika tewas dalam serangan udara Israel pada Selasa (19/12/2023).

Menurut sang nenek yang selamat, keluarga besarnya sedang tertidur ketika serangan Israel meratakan gedung apartemen mereka di Rafah sebelum fajar. Selain Amira, kakak laki-lakinya yang berusia 2 tahun, Ahmed, juga tewas.

"Baru berumur dua minggu. Namanya, bahkan belum terdaftar," ujar Suzan Zoarab dengan suara bergetar saat berbicara dari samping ranjang rumah sakit tempat putranya yang terluka terbaring, seperti dilansir AP, Rabu (20/12).

Tragedi yang menimpa keluarga Amira terjadi ketika jumlah korban tewas warga Palestina di Jalur Gaza menurut otoritas kesehatan setempat mendekati 20.000 jiwa. Sebagian besar korban kehilangan nyawa dalam serangan udara Israel yang tanpa henti menggempur Jalur Gaza selama dua setengah bulan, yang sering menghancurkan rumah-rumah dengan keluarga di dalamnya.

Keluarga Suzan termasuk di antara sedikit warga Palestina di Jalur Gaza yang tetap tinggal di rumah mereka sendiri, yakni di gedung apartemen tiga lantai, di tengah sekitar 1,9 juta warga Jalur Gaza yang mengungsi. Keluarga besar mereka memilih berkumpul di lantai dasar karena yakin akan lebih aman.

Serangan Israel menewaskan setidaknya 13 anggota keluarga Suzan.

"Seluruh rumah runtuh menimpa kami," ujar Suzan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Baru Berusia 17 Hari

Amira baru berusia 17 hari. Dia dilahirkan pada 2 Desember di Rumah Sakit Bulan Sabit Merah Emirat di Rafah ketika listrik di fasilitas tersebut padam, kata Suzan – kurang dari 48 jam setelah pengeboman Rafah.

"Dia dilahirkan dalam situasi yang sangat sulit," tutur Suzan.

Hingga Senin, 28 dari 36 rumah sakit di Jalur Gaza dilaporkan tidak berfungsi, ungkap PBB, sementara delapan fasilitas kesehatan lainnya hanya beroperasi sebagian. Di tengah kehancuran itu, WHO mengungkapkan sekitar 50.000 wanita Palestina sedang hamil.

Orang tua Amira dan Ahmed selamat – ibu mereka, Malak, dengan luka bakar dan memar di wajahnya, ayah mereka, Mahmoud, menderita patah tulang panggul. Saat Mahmoud terbaring di tempat tidurnya di Rumah Sakit Kuwati di Rafah, Suzan membawakan dua jasad anaknya sebagai wujud perpisahan terakhir sebelum mereka dimakamkan.

3 dari 3 halaman

Tidak Bisa Menggendong Sang Anak untuk Terakhir Kalinya

Mahmoud meringis kesakitan saat berusaha memeluk jasad Ahmed, yang terbungkus kain kafan putih, sebelum akhirnya hanya mampu menangis. Dibantu sang istri yang menggendong jasad Amira, dia pun tidak bisa berbuat banyak untuk melepas kepergian buah hatinya.

Puluhan pelayat menggelar doa pemakaman pada Selasa pagi di luar rumah sakit di Rafah, sebelum membawa Amira, Ahmed, dan lainnya yang tewas untuk dimakamkan di pemakaman terdekat.

"Saya tidak bisa melindungi cucu-cucu saya," tutur Suzan. "Saya kehilangan mereka dalam sekejap mata."

Israel berkali-kali mengatakan pihaknya menargetkan Hamas di Jalur Gaza dan menyalahkan kelompok itu atas kematian warga sipil karena mereka beroperasi di daerah pemukiman. Faktanya, mereka jarang menjelaskan sasaran serangan secara spesifik.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.