Sukses

Pangeran Edward Kunjungi Museum MACAN, Terkesan dengan Bakat Desainer dan Seniman Indonesia

Pangeran Edward, Duke of Edinburgh, sedang berkunjung ke Indonesia dalam rangkaian turnya di kawasan Pasifik. Ia berada di Jakarta pada 24-25 November. Salah satu dari kegiatannya di Jakarta adalah mengunjungi Museum MACAN pada Sabtu (25/11/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Duke of Edinburgh, Pangeran Edward, sedang berkunjung ke Indonesia dalam rangkaian turnya di kawasan Pasifik. Ia berada di Jakarta pada 24-25 November. Salah satu dari kegiatannya di Jakarta adalah mengunjungi Museum MACAN (Modern and Contemporary Art in Nusantara) pada Sabtu (25/11/2023).

Acara yang diselenggarakan di museum tersebut menampilkan mitra dan seniman Indonesia secara prominent serta menghadirkan mereka kepada Pangeran Edward, yang diharapkan akan membantu mendapatkan perhatian sektor Inggris terhadap Indonesia, serta meningkatkan kesadaran akan sektor seni dan budaya yang dinamis di Indonesia.

"Hari ini kami mendapat kehormatan atas kunjungan Yang Mulia dari Inggris. Alasan diadakannya kegiatan hari ini adalah agar kami menunjukkan kepada Yang Mulia hubungan budaya antara kedua negara, Indonesia dan Inggris. Karena budaya benar-benar menyatukan manusia," ujar Direktur British Council untuk Indonesia dan Asia Tenggara, Summer Xia dalam acara tersebut.

Selain berkeliling museum, Pangeran Edward, adik Raja Charles III itu, juga menyapa empat orang desainer asal Indonesia yang memiliki karya kolaborasi dengan desainer dari Britania Raya.

“Saya pikir Pangeran sangat terkesan dengan bakat-bakat yang Yang Mulia lihat selama tur hari ini, dengan kreativitas yang ditunjukkan oleh seniman-seniman muda dari Indonesia dan Inggris, dan dengan tekad mereka untuk menjawab tantangan dunia yang kita hadapi saat ini, seperti pandemi, seperti perubahan iklim, misalnya isu lingkungan hidup,” ungkap Summer Xia menjawab pertanyaan perihal pendapat Duke of Edinburgh mengenai para seniman.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pangeran Edward Terkesan dengan Bakat Seniman dan Desainer Indonesia

Keberlanjutan, salah satu topik yang sering dibahas pada masa perubahan iklim ini juga disebut oleh Pangeran Edward saat berkunjung di museum tersebut.

“Karena Yang Mulia sangat peduli terhadap keberlanjutan, beliau juga sangat peduli terhadap perlindungan iklim kita bersama. Jadi menurut saya itu cara yang luar biasa untuk melihat bahwa ada begitu banyak kepercayaan yang bisa kita miliki untuk generasi masa depan,” jelas Summer Xia.

Summer Xia kemudian mengungkapkan kekaguman Pangeran Edward dari hasil kolaborasi kedua negara yang memiliki ciri khas budaya masing-masing.

"Kedua, menurut saya beliau sangat terkesan dengan kolaborasi ini karena masing-masing negara kita, Indonesia dan Inggris, memiliki warisan budaya yang unik, memiliki pendekatan yang unik terhadap ekonomi kreatif dan kerajinan," tutur Summer Xia.

Melihat dari beberapa produk yang dihasilkan oleh seniman pada saat ini, Summer Xia menjelaskan bahwa hal tersebut memiliki potensi untuk menanamkan aset budaya.

Kunjungan Pangeran Edward pada hari ini turut memperlihatkan keinginannya agar kedua negara dapat memiliki banyak kolaborasi, seperti yang diungkapkan oleh Summer Xia, "Saya pikir hal terakhir yang Yang Mulia Pangeran sampaikan adalah tentang energi yang dia rasakan dari tur hari ini, bahwa ada begitu banyak kemauan dari kedua belah pihak untuk berbuat lebih banyak bersama-sama.”

Menurut Summer Xia, keinginan dan tekad yang kuat untuk bekerja sama mampu mendorong perubahan positif di dunia.

"Ada begitu banyak tekad sehingga kita bisa mendorong perubahan positif di dunia saat ini dengan bekerja sama, dengan fokus pada isu-isu mendesak. Dan masih banyak lagi peluang yang harus diciptakan untuk melakukan lebih banyak pekerjaan seperti ini," pungkas Summer Xia.

3 dari 4 halaman

Ciptakan Karya yang Dukung Keberlanjutan

Heri Supriyanto, seorang desainer asal Indonesia yang mendapatkan kesempatan berbincang dengan Pangeran Edward, menyampaikan ide di balik karya inovatifnya, "The Monostool." 

Proses kreatifnya terinspirasi oleh pembatasan waktu yang mendorong mereka untuk menciptakan prototype seoptimal mungkin dengan material yang tersedia. Ia dan partnernya mengeksplorasi alternatif bahan dan berupaya meningkatkan nilai keberlanjutan produk dengan menggunakan sampah sebagai bahan dasar.

"Kalau dari hasil karyanya sendiri sebenarnya bukan ide awal yang kita buat, tapi karena keterbatasan waktu kita bikin prototypenya semaksimal mungkin dengan alat yang ada. Disini, kita mencoba membuat alternatif material yang bisa digunakan dan apakah produk ini bisa juga meningkatkan nilai sustainability karena kita produknya dari sampah," jelas Heri.

Untuk menciptakan prototype, mereka mengumpulkan perabotan taman plastik dari Bandung dan menjalani perjalanan transformasional dengan material ini. 

Meskipun rencana awal melibatkan pencetakan 3D dari plastik daur ulang yang terinspirasi oleh pola Kawung dan makanan ringan populer Kerupuk, mereka menghadapi tantangan dalam proses pencetakan 3D yang mendorong mereka untuk berinovasi dan beradaptasi. 

Sebagai respon, mereka menggunakan mesin CNC untuk membuat potongan plastik daur ulang sebagai kursi, tetap mempertahankan inti desain dan tujuan keberlanjutan mereka.

4 dari 4 halaman

Soroti Isu Kesehatan Global dan Desa

Satu lagi yang berkesempatan bertemu langsung dan berbincang dengan Pangeran Edward, adalah Ika Arista, seorang seniman asal Indonesia.

Ia menyoroti karyanya yang berasal dari Event G20 dan bekerja sama dengan British Council. Karyanya mengangkat isu kesehatan global, khususnya peran keris sebagai media kesehatan dalam masyarakat lokal. Ini merupakan kritik terhadap akses terbatas instansi kesehatan kepada masyarakat umum.

"Pada masyarakat di salah satu desa di Sumenep, keris ini menjadi pengobatan utama ketika memang terkena bisa atau racun-racun binatang seperti kalajengking dan lain-lain. Ini menjadi pengobatan utama yang sebenarnya pada masyarakat yang lebih luas lagi," ungkap Ika Arista.

“Misalnya pada masyarakat modern, menganggapnya ini (keris) adalah pengobatan alternatif, tetapi pada masyarakat tertentu ini adalah pengobatan utama, apalagi di desa itu ada 14 desa dalam satu kecamatan yang hanya punya satu Puskesmas.”

“Yang itu (satu Puskesmas), tidak mencukupi untuk masyarakat yang cukup banyak, tetapi di keris ini beberapa warga bahkan punya dan itu tidak dikenakan tarif, pengobatannya gratis. Berbeda sekali dengan kesehatan modern hari ini yang kita sepertinya kok ada kelas-kelas tertentu dan lain-lain.”

“Akhirnya kita harus memandang kesehatan global itu mungkin barangkali akan menjadi lebih kena ke masyarakat kalau kita mengangkatnya dari kacamata masyarakat sendiri bagaimana melihat kesehatan,” tutup Ika.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.