Sukses

Prancis Keluarkan Surat Perintah Penangkapan terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad

Selain Presiden Bashar al-Assad, surat perintah penangkapan juga dikeluarkan bagi saudaranya Maher al-Assad, dan dua pejabat Suriah lainnya.

Liputan6.com, Paris - Prancis mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad atas dugaan penggunaan senjata kimia terlarang terhadap warga sipil di Suriah. Demikian diungkapkan sumber pengadilan kepada CNN pada Rabu (15/11/2023).

Menurut sumber tersebut, dua hakim investigasi pada Selasa (14/11) mengeluarkan empat surat perintah terhadap Bashar al-Assad, saudaranya Maher al-Assad, dan dua pejabat senior lainnya atas keterlibatannya dalam kejahatan kemanusiaan dan keterlibatannya dalam kejahatan perang.

Pengacara hak asasi manusia Suriah dan pendiri Pusat Studi dan Penelitian Hukum Suriah Anwar al-Bunni mengatakan kepada CNN bahwa keputusan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Ini diyakini merupakan pertama kalinya suatu negara mengeluarkan surat perintah penangkapan atas kejahatan kemanusiaan terhadap kepala negara lain yang sedang menjabat.

Red notice Interpol diperkirakan akan menyusul, menurut Michael Chammas, seorang pengacara Suriah yang mengetahui kasus ini. Red Notice adalah permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan menangkap sementara seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan diri atau tindakan hukum serupa.

"Semua negara anggota Interpol harus mematuhi surat perintah penangkapan," kata Chammas kepada CNN.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penggunaan Senjata Kimia terhadap Warga Sipil

Kasus hukum terkait Bashar al-Assad diajukan oleh Pusat Media dan Kebebasan Berekspresi Suriah (SCM), Open Society Justice Initiative (OSJI), dan Arsip Suriah pada Maret 2021 atas dugaan penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil di Kota Douma dan Distrik Ghouta Timur pada Agustus 2013.

Menurut penggugat dalam pernyataannya pada Rabu, serangan tersebut menewaskan lebih dari 1.000 orang.

Ghouta, pinggiran Kota Damaskus, saat itu merupakan basis pemberontak yang dengan susah payah berusaha direbut kembali oleh rezim Bashar al-Assad selama lebih dari setahun. Pemerintah Suriah menuduh pasukan oposisilah yang melakukan serangan yang dimaksud.

"Investigasi dibuka sebagai tanggapan atas tuntutan pidana berdasarkan kesaksian para penyintas serangan Agustus 2013," demikian bunyi pernyataan penggugat.

Pengacara Mazen Darwish, pendiri dan direktur jenderal Pusat Media dan Kebebasan Berekspresi Suriah (SCM), menuturkan pada Rabu bahwa keputusan ini merupakan preseden peradilan yang bersejarah.

"Ini adalah kemenangan baru bagi para korban, keluarga mereka, dan para penyintas serta sebuah langkah menuju keadilan dan perdamaian berkelanjutan di Suriah," sebut Darwish.

Sementara itu, pendiri Arsip Suriah Hadi al Khatib, mengatakan, "Dengan surat perintah penangkapan ini, Prancis mengambil sikap tegas bahwa kejahatan mengerikan yang terjadi 10 tahun lalu tidak dapat dan tidak akan dibiarkan begitu saja ... Mudah-mudahan negara-negara lain dalam waktu dekat akan mengambil bukti kuat yang telah kami kumpulkan selama bertahun-tahun dan akhirnya menuntut pertanggungjawaban pidana dari pejabat tingkat tertinggi."

3 dari 3 halaman

Telah Dibantah

Pemerintah Suriah belum mengomentari kabar ini.

Rezim Bashar al-Assad telah lama dituduh melakukan kejahatan perang, namun berulang kali menegaskan bahwa serangannya menargetkan teroris. Mereka membantah menggunakan senjata kimia.

"Kami belum pernah menggunakan senjata kimia sepanjang sejarah kami," tegas Assad pada tahun 2017, seraya menambahkan bahwa secara moral pemerintah Suriah tidak akan pernah melakukan hal ini karena hal tersebut tidak dapat diterima.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini