Sukses

Viral Kasus Bullying di China, Siswa Dipaksa Makan Kotoran Manusia di Toilet Sekolah

Sebuah klip video beredar menunjukkan seorang siswa sekolah menengah sedang dirundung oleh teman-temannya. Ia dipaksa untuk makan kotoran di toilet sekolah. Kejadian ini kemudian menjadi viral dan menarik perhatian masyarakat.

Liputan6.com, Longyan - Sebuah klip video beredar di dunia maya dan kemudian menjadi viral, menunjukkan seorang siswa sekolah menengah di China sedang dirundung oleh teman-temannya.

Ia di-bully, dipaksa untuk makan kotoran di toilet sekolah. 

Kejadian ini kemudian menjadi viral dan menarik perhatian masyarakat. Mereka khawatir akan kasus bullying yang terjadi di berbagai sekolah Tiongkok. 

Pada video yang viral sejak 30 Oktober, terlihat seorang siswa laki-laki tengah berjongkok di samping toilet dan mencelupkan jari ke dalam kotoran di mangkuk toilet. Sementara di sekitarnya ada siswa lain memaksa untuk menelan kotoran tersebut, demikian dilansir Global Times, Minggu (5/11/2023).

Awalnya korban terlihat menolak, tetapi karena terus diancam, ia memutuskan untuk pasrah dan memakan kotoran tersebut.

Siswa lainnya bahkan berbasa-basi apakah rasa kotoran di wc tersebut enak kepada korban.

Korban bullying tersebut dikabarkan merupakan siswa dari Sekolah Qiaoyu di Distrik Yongding, Kota Longyan, Provinsi Fujian, Tiongkok Timur, berdasarkan laporan media setempat.

Sekolah negeri tersebut telah berdiri sejak tahun 1939 dan dilaporkan beberapa kali menerima penghargaan dengan kategori "sekolah beradab." Ironis, tampak kontras dengan kabar perundungan yang dilakukan oleh sejumlah siswanya. 

Biro pendidikan setempat di Longyan merespons pada Selasa 31 Oktober dengan menyatakan bahwa otoritas pendidikan telah memulai penyelidikan atas insiden tersebut, dengan membentuk kelompok kerja. Hasil penyelidikan akan dibagikan pada publik pada waktu yang "tepat."

Selain itu, pihak sekolah juga mengungkapkan bahwa layanan konseling psikologis telah diatur untuk siswa yang menjadi korban tersebut, demikian menurut penuturan seorang staf sekolah.

Otoritas pendidikan berjanji untuk meluncurkan kampanye khusus melawan perundungan di sekolah di seluruh distrik, dengan tujuan memperkuat pendidikan supremasi hukum dan pendidikan keamanan untuk mencegah kejadian serupa.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penyelidikan Oleh Kepolisian dan Imbauan dari Polisi

Polisi di Longyan memberi tahu media pada Selasa 31 Oktober bahwa kejadian bullying ini terjadi pada Kamis 26 Oktober. Kemudian pada Senin 30 Oktober laporan peristiwa tersebut baru diterima oleh kepolisian. 

Menanggapi laporan ini, polisi segera memulai penyelidikan, mengidentifikasi individu yang terlibat, serta menyelidiki seluruh rangkaian kejadian.

Namun, karena usia individu yang terlibat dalam kasus ini masih di bawah umur, polisi tidak akan mengungkap detail spesifik kepada publik sesuai dengan regulasi hukum yang berlaku. 

Untuk penanganan orang yang terlibat dalam kasus ini dikabarkan polisi akan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. 

Masyarakat pun diimbau untuk tidak membagikan video tersebut lebih luas lagi, sebagai tindakan pencegahan agar korban yang masih di bawah umur ini dan keluarganya tidak mengalami kerugian lebih banyak oleh polisi.

Warganet tampak ramai membicarakan insiden ini mengingat kabar kasus bullying di sekolah sering beredar pada beberapa tahun terakhir.

3 dari 4 halaman

Undang-undang Terkait Perundungan Siswa

Salah satu akun di Sina Weibo membahas peran hukum dalam kasus ini, ia mengatakan bahwa undang-undang dan peraturan yang saat ini telah ada sepertinya tidak mampu untuk mencegah kejadian perundungan ini. Ia menekankan perlunya mendirikan mekanisme jangka panjang melalui hukum.

Menurut Undang-undang Perlindungan Anak di Bawah Umur Tiongkok, sekolah diwajibkan membangun sistem untuk mencegah dan mengendalikan perundungan di antara siswa. Sekolah harus memperkuat disiplin bagi siswa di bawah umur yang terlibat dalam perilaku perundungan sesuai dengan sifat dan tingkat keparahannya. Untuk kasus perundungan yang serius, sekolah harus segera melaporkan kepada otoritas keamanan publik dan departemen administrasi pendidikan, bekerja sama dengan lembaga terkait dalam menangani kasus sesuai dengan hukum.

Selain itu, para ahli mencatat bahwa perundungan sekolah sering terjadi di lokasi terpencil dan tanpa pengawasan, di mana biasanya tidak ada kamera pengawas.

Oleh karena itu, sambil memperkuat langkah-langkah pencegahan dan hukuman, sekolah disarankan untuk menempatkan sejumlah  tombol darurat atau perangkat serupa di tempat-tempat seperti toilet dan koridor untuk memudahkan siswa mencari bantuan ketika kondisi terdesak.

4 dari 4 halaman

Kasus Serupa Anak Dipaksa Makan Kotoran Terjadi di Tiongkok Utara

Kejadian serupa juga sempat terjadi pada bulan Juni lalu di kota Jiexiu di Provinsi Shanxi, Tiongkok Utara yakni seorang anak laki-laki berumur 12 tahun dengan marga Li dipukuli dan dipaksa makan kotoran oleh tiga anak di bawah umur lainnya yang berusia 11-12 tahun. 

Seperti kejadian sebelumnya, insiden ini tersebar luas melalui rekaman video. Pada video tersebut, Li tampak duduk di tanah dengan kotoran di tangannya. Ia terbatuk-batuk sambil memasukkan kotoran ke dalam mulutnya. 

Ketika Li mencoba memuntahkan kotoran tersebut, ia sontak takut dan panik seraya mengatakan bahwa dia akan menelan kotoran itu.

Mirisnya, video tersebut diunggah secara langsung oleh para pelaku perundungan yakni ketiga anak yang masih di bawah umur ini.

Pihak berwenang mengatakan bahwa pelaku yang merundung Li tidak dihukum berdasarkan hukum karena masih di bawah umur.

Untuk aturan hukum yang berlaku, jika ada siswa dibawah umur yang bertanggung jawab atas insiden yang membuat orang lain cedera, maka wali sah mereka wajib untuk menggantikan tanggung jawab tersebut dengan memberikan kompensasi sesuai aturan.

Peraturan ini juga berlaku ketika ada kejadian perundungan di sekolah yakni wali sah dari pelaku harus menanggung tanggung jawab hukum berdasarkan dampak yang ditimbulkan.

Dalam kasus Li, ia mendapatkan kompensasi sebesar 45.000 yuan atau Rp97 juta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini