Sukses

Studi: Dampak Polusi Udara dari Kebakaran Paling Merugikan Negara Miskin

Penelitian mengungkap bahwa polusi udara akibat kebakaran lahan memberikan dampak terbesar pada negara-negara miskin.

Liputan6.com, Jakarta - Studi baru yang diterbitkan pada Rabu 20 September 2023 menunjukkan bahwa penduduk di negara-negara miskin lebih terpapar pada polusi udara dari kebakaran hutan dan lahan yang semakin meningkat di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan dampak lebih besar pada kesehatan mereka.

Kebakaran lahan meliputi kebakaran hutan, semak belukar, padang rumput, padang penggembalaan, dan lahan pertanian, baik yang direncanakan maupun yang tidak terkendali seperti kebakaran hutan yang telah melanda beberapa negara termasuk Aljazair, Kanada, dan Yunani tahun ini.

Asap yang dihasilkan dapat menjalar hingga ribuan kilometer, meningkatkan risiko kesehatan masyarakat, termasuk peningkatan angka kematian dan memperburuk penyakit jantung dan paru-paru.

Melansir dari phys.org, Minggu (1/10/2023), menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Planetary Health tahun lalu, polusi udara menyebabkan sekitar 4,5 juta kematian pada tahun 2019.

Dalam penelitian baru yang dipublikasikan di jurnal Nature, para ahli menggunakan data, teknologi pembelajaran mesin, dan model matematika untuk menghitung jumlah partikel halus yang disebut PM2.5 dan kadar ozon di permukaan bumi yang dihasilkan oleh kebakaran lahan dari tahun 2000 hingga 2019.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa polusi udara tahunan akibat kebakaran lahan di negara-negara miskin sekitar empat kali lipat lebih tinggi daripada di negara-negara kaya. Wilayah-wilayah terparah terdapat di tengah Afrika, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Siberia.

Meningkatnya suhu akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia menaikkan risiko kebakaran.

Shandy Li, seorang associate professor di Monash University di Melbourne, Australia, yang turut menulis studi ini, menyatakan bahwa dengan meningkatnya suhu, diperkirakan bahwa masalah polusi akan semakin memburuk di masa yang akan datang.

"Dari bukti yang ada, terlihat bahwa asap dari kebakaran dapat meningkatkan risiko kesehatan, termasuk kematian dan penyakit, sehingga manusia seharusnya memperhatikan untuk mengurangi paparan terhadap polusi udara dari kebakaran," ungkapnya kepada AFP.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

2,18 Miliar Orang Terpapar Polusi Udara Akibat Kebakaran Lahan

Rata-rata sekitar 2,18 miliar orang setiap tahun terpapar pada setidaknya satu hari polusi udara substanstial yang berasal dari sumber kebakaran lahan antara tahun 2010 dan 2019. Jumlah ini meningkat hampir tujuh persen dibanding dekade sebelumnya.

Hal ini mencakup tingkat rata-rata harian PM2.5 melebihi panduan WHO tahun 2021 sebesar 15 mikrogram per meter kubik udara, di mana sebagian besar polusi berasal dari kebakaran.

Afrika menempati peringkat tertinggi dalam jumlah rata-rata hari paparan terhadap polusi udara substanstial per orang setiap tahunnya, yaitu sekitar 32,5 hari, diikuti oleh Amerika Selatan dengan 23,1 hari.

Di sisi lain, Eropa hanya mengalami satu hari polusi yang signifikan setiap tahunnya rata-rata selama dekade tersebut.

Kelima negara di Afrika, yaitu Angola, Republik Demokratik Kongo, Zambia, Kongo-Brazzaville, dan Gabon, mengalami tingkat paparan tertinggi terhadap polusi udara dari kebakaran per orang dalam setahun.

3 dari 3 halaman

Dampak Kebakaran Hutan di Amerika Serikat terhadap Kualitas Udara Global

Dalam studi terpisah yang juga dimuat di jurnal Nature, para ahli menyebutkan bahwa asap dari kebakaran hutan di Amerika Serikat telah merusak kemajuan dalam kualitas udara yang telah dicapai selama beberapa dekade.

Kota-kota di negara-negara kaya juga menghadapi masalah kualitas udara yang buruk dan melanggar pedoman WHO, terutama karena polusi terkait transportasi, pemanasan, dan industri.

Baru-baru ini, World Meteorological Organization (WMO) menyatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan gelombang panas yang lebih sering dan lebih ekstrem, serta campuran beracun dari polusi.

Li menyatakan bahwa mengurangi peristiwa cuaca ekstrem dengan mengurangi dampak perubahan iklim akan membantu mengendalikan risikonya.

Para peneliti menyoroti bahwa hasil penelitian menunjukkan 'ketidakadilan iklim' karena mereka yang memiliki kontribusi paling kecil terhadap perubahan iklim yang diakibatkan oleh manusia, justru mengalami dampak yang paling besar dari kebakaran hutan yang semakin sering dan parah akibatnya.

Para peneliti menyatakan bahwa mengadopsi perubahan dalam cara kita mengelola lahan, terutama dengan mengurangi pembakaran limbah pertanian atau praktek pembakaran yang dimulai secara sengaja untuk mengubah lahan liar menjadi lahan pertanian atau komersial, juga bisa membantu mengurangi sejauh mana kebakaran terjadi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini