Sukses

7 Cara Menjaga Kesehatan Paru-paru Saat Udara Buruk

Saat polusi udara atau udara buruk melanda, maka kesehatan parau-paru harus diperhatikan. Pasalnya, di paru-paru berhubungan dengan sistem pernapasan dan sirkulasi (peredaran darah).

Liputan6.com, Jakarta - Polusi udara Jakarta mengakibatkan banyak warganya menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

ISPA adalah infeksi pada saluran napas atas meliputi hidung, tenggorokan, faring, laring, dan bronkus, termasuk paru-paru.

Saat polusi udara atau udara buruk melanda, maka kesehatan parau-paru harus diperhatikan. Pasalnya, di paru-paru berhubungan dengan sistem pernapasan dan sirkulasi (peredaran darah).

Untuk itu, kita perlu menjaga paru-paru kita. Dikutip dari laman lung.org, Rabu (16/8/2023) berikut tujuh cara menjaga kesehatan paru-paru saat udara buruk:

1. Periksa perkiraan polusi udara harian di daerah Anda. Pasalnya, dengan melihat perkiraan dapat memberi tahu Anda saat udara tidak sehat di komunitas tempat Anda tinggal.

Sumber bisa dari laporan cuaca radio dan TV lokal, surat kabar atau check di situs airnow.gov.

2. Hindari berolahraga di luar ruangan saat tingkat polusi tinggi. Saat udaranya buruk, pindahkan tempat olahraga Anda ke dalam ruangan, seperti berjalan di pusat perbelanjaan atau menggunakan gym.

Batasi jumlah waktu yang dihabiskan anak Anda untuk bermain di luar jika kualitas udaranya tidak sehat demi menjaga paru-paru.

3. Gunakan sumber energi sehemat mungkin. Pasalnya, sesuatu yang menghasilkan listrik dan sumber energi lainnya menciptakan polusi udara.

Dengan mengurangi penggunaan energi, Anda dapat membantu meningkatkan kualitas udara dan mengekang emisi gas rumah kaca.

4. Berjalan kaki dan bersepeda. Gabungkan perjalanan dengan menggunakan bus, kereta bawah tanah, kereta komuter, atau alternatif lain untuk mengendarai mobil Anda.

5. Jangan membakar kayu atau sampah. Pembakaran kayu bakar dan sampah adalah salah satu sumber utama polusi partikel.

6. Bersiap menghadapi bencana yang memengaruhi kualitas udara, seperti kebakaran hutan. Pelajari cara bersiap menghadapi asap kebakaran hutan, panas dan dingin ekstrem, badai.

7. Lindungi juga kualitas udara dalam ruangan Anda. Pelajari cara memastikan udara yang Anda hirup di dalam ruangan bersih.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengobatan ISPA Bukan dengan Antibiotik

Penyakit ISPA itu apa? ISPA adalah infeksi pada saluran napas atas --- meliputi hidung, tenggorokan, faring, laring, dan bronkus --- akut.

Menurut dr Ainni Putri Sakih yang saat ini bekerja sebagai dokter umum di Rumah Sakit Bakti Timah, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, pada pasien yang datang dengan riwayat penyakit ISPA biasanya akan diberikan terapi simptomatis.

Terapi simptomatis berupa pemberian obat batuk pilek, bukan atau bahkan tanpa antibiotika (antibiotik).

"Tergantung tingkat keparahan juga. Kalau baru batuk, pilek, demam dua hingga tiga hari, enggak perlu antibiotik. Tapi kalau ada radang sama nyeri tenggorokan, baru pakai antibiotik," kata Ainni saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon.

"Ini juga dilihat dulu. Kalau tenggorokannya cuma merah doang, biasanya enggak pakai antibiotik. Namun, kalau sudah ada putih-putih di tenggorokan (namanya detritus) baru pakai antibiotik," dokter Ainni menambahkan.

3 dari 3 halaman

Syarat Pasien ISPA Diberikan Antibiotik

Ditekankan Ainni, tidak semua pasien yang datang dengan kondisi ISPA akan diberikan antibiotik.

Bahkan, kalau pasien datang dengan keluhan demam, batuk, pilek satu hingga dua hari, biasanya pun tidak dilakukan pemeriksaan apa-apa.

Akan tetapi ketika keluhan sudah terjadi selama tiga hingga empat hari, dokter akan meminta pasien melakukan cek laboratorium atau darah rutin.

"Supaya bisa tahu arah penyakitnya ke mana. Apakah ke DBD atau penyakit lain," ujarnya.

"Kalau keluhannya disertai nyeri tenggorokan, biasanya di hasil cek laboratorium-nya leukositnya akan naik. Ini tandanya ada infeksi bakteri. Tapi bisa juga enggak, hanya neutrofil yang naik, ini biasanya karena virus," Ainni menambahkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.