Sukses

Budaya Tanpa Sanksi hingga Jurus Denmark Bikin Isu Perubahan Iklim Mudah Dicerna Masyarakat

Beragam cara dilakukan untuk menyelamatkan Bumi dari krisis iklim. Liputan6.com berkesempatan berbicang dengan sejumlah ahli dari Denmark, negara terdepan dalam hal transisi energi.

Liputan6.com, Kopenhagen - Perubahan iklim adalah fakta nyata dan dampaknya di depan mata kita. Suhu global yang kian naik disertai dengan makin sering terjadinya cuaca ekstrem adalah bukti yang langsung kita rasakan sehari-hari.

Mengerikannya, kondisi lanjutan dari cuaca ekstrem itu, seperti banjir atau tanah longsor, bisa menelan korban jiwa dan kerugian ekonomi yang tak sedikit.

Indonesia dan banyak negara berkembang lain, termasuk dalam wilayah yang dianggap sangat rentan terpapar dampak perubahan iklim.

Beragam cara dilakukan untuk menyelamatkan Bumi dari krisis iklim. Salah satunya adalah dengan proses reduce, reuse, dan recycle, yang artinya mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang.

Kesadaran masyarakat yang begitu tinggi perihal tersebut patut ditiru dari warga Denmark. Salah satu negara Skandinavia itu bahkan memiliki tipe tempat sampah yang tak sedikit.

Di salah satu toko kelontong yang Liputan6.com kunjungi, kategori sampah yang tersedia ada lima yakni;

  1. Sampah makanan
  2. Limbah sisa 
  3. Gelas minuman
  4. Plastik, karton makanan dan minuman
  5. Kertas

Setelah Liputan6.com telusuri, situsinternational.kk.dk menyebutkan bahwa sejatinya ada 11 jenis pemilahan sampah, di antaranya:

  1. Limbah bio (limbah makanan)
  2. Limbah besar
  3. Kardus
  4. Limbah elektronik
  5. Limbah taman
  6. Kaca (Kaca)
  7. Limbah berbahaya
  8. Logam
  9. Kertas (Kertas)
  10. Karton plastik, makanan dan minuman
  11. Limbah sisa

Ulla Blatt Bendtsen Head of International Action on Climate Change dari Danish Council on Climate Change bahkan mengatakan tipe pemilahan sampah di Denmark mencapai 14 item.

Pengembalian Deposit Uang

Salah satu yang membuat warga Denmark semangat melakukan pemilahan sampah, ternyata ada sistem pengembalian deposit dari pengembalian sampah pilihan seperti kaleng dan botol kosong menggunakan mesin penjual otomatis.

Di Denmark, ternyata Anda membayar deposit setiap kali membeli minuman dalam kaleng atau botol dengan tanda deposit. Anda bisa mendapatkan kembali deposit Anda dengan penukaran tersebut.

Ulla Blatt Bendtsen Head of International Action on Climate Change dari Danish Council on Climate Change menambahkan, sampah plastik di Denmark yang telah ditentukan bisa menghasilkan pendapatan.

"Beberapa jenis plastik yang bisa digunakan kembali sebenarnya ada harganya. Jadi jika Anda memiliki botol plastik, Anda dapat mengembalikannya dan mendapatkan satu setengah krona (mata uang Denmark setara Rp 3ribu) untuk setiap botol plastik dan juga botol kaca yang dikembalikan," tutur Ulla.

"Jadi saya pikir ini adalah sesuatu yang benar-benar dapat membantu, Anda melihat orang-orang yang tidak punya banyak uang mereka pergi berkeliling dan mereka mengumpulkan botol dan menjualnya. Cara seperti itu juga merupakan salah satu upaya mendukung pemerintah tentang isu iklim," imbuh Ulla.

Pantauan Liputan6.com di ibu kota Kopenhagen saat berkunjung Juni lalu dalam program Indonesian Climate Journalist (ICJN) kerja sama kedutaan besar Denmark di Indonesia dan FPCI, masyarakat tak segan untuk membuka tempat sampah guna mengambil kaleng maupun botol bekas pakai. Pria maupun wanita dengan pakaian rapih, berdasi dan bersih pun tak malu membawa tas jinjing berisi sampah-sampah tersebut.

Upaya pemilahan sampah itu berkelanjutan dengan pengolahan dan transisi energi di Denmark yang saat ini mayoritas menggunakan energi dari sektor angin (turbin).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kesadaran Tinggi Masyarakat Denmark, Budaya Taat Aturan Meski Tanpa Sanksi

Denmark saat ini jadi role model transisi energi hijau global.

Salah satu negara Nordik itu muncul di posisi teratas itu diketahui dalam beberapa tahun terakhir menjadi pemimpin dan panutan dalam transisi energi hijau global.

Situasi itu tentu bukan hal praktis, ada jalan panjang yang harus dilalui salah satu negara bahagia di dunia ini untuk mencapai posisi tersebut.

Ulla Blatt Bendtsen Head of International Action on Climate Change dari Danish Council on Climate Change mengatakan, "pemerintah memicu kesadaran masyarakat sejak awal integrasi energi".

"Dan saya pikir juga di sekolah-sekolah, mereka punya program tentang itu. Saya pikir ini adalah hal penting yang diajarkan kepada anak-anak masyarakat tentang perubahan iklim dan apa yang dapat Anda lakukan, juga diri Anda sendiri untuk mengurangi emisi. Ini adalah bagian dari kurikulum di sekolah. Saya pikir itu hal yang penting," tutur Ulla Blatt Bendtsen dalam pertemuan dengan sejumlah jurnalis Indonesian Climate Journalist (ICJN) kerja sama kedutaan besar Denmark di Indonesia dan FPCI.

Oleh sebab itulah, maka tak heran jika masyarakat Denmark begitu taat aturan. Kesadaran publiknya tinggi, termasuk perihal upaya menuju transisi energi melalui hal kecil dengan memilah sampah.

Saat Liputan6.com bertanya apakah ada sanksi bagi mereka yang tidak taat aturan, Jacob Haaning Andersen selaku Press and Communication Danish Council on Climate Change mengatakan "tidak". Sebab menurutnya menaati aturan boleh dibilang sudah jadi budaya bagi warga di sana.

"Beberapa tahun yang lalu, pemerintah mengesahkan undang-undang yang mewajibkan soal pemilahan sampah. Jadi, setelah itu berambisi untuk melakukannya," ucap Jacob Haaning Andersen yang pernah menangani sejumlah climate project di Southeast Asia.

Danish Council on Climate Change adalah badan ahli independen yang menyarankan bagaimana transisi ke masyarakat rendah karbon dapat dilakukan dengan biaya yang efektif sehingga di masa depan dapat hidup di Denmark dengan emisi gas rumah kaca yang sangat rendah, sementara memelihara kesejahteraan dan pembangunan.

"Tapi saya pikir itu (pemilahan sampah) mungkin membantu pemerintah. Dan juga, tentu saja, ini sangat penting karena Denmark menghasilkan begitu banyak sampah akibat tingkat konsumsi tinggi, ya setidaknya yang bisa kita lakukan adalah mengelola sampah," Jacob menambahkan.

"Kita (masyarakat Denmark) cukup baik  untuk mengikuti aturan ini, untuk mengikuti aturan tanpa hukuman apa pun," ungkap Andersen.

3 dari 4 halaman

Jurus Denmark Mengangkat Isu Climate Change Agar Lebih Mudah Dicerna Masyarakat

Upaya pengelolaan sampah dalam proses menuju transisi energi itu akan semakin maksimal, ditambah gerakan mengajak masyarakat untuk sadar diri bahwa kondisi planet yang mereka tinggali tidak sedang baik-baik saja.

Seperti diketahui, isu perubahan iklim menjadi tantangan tersendiri bagaimana memberitakan isu tersebut agar mudah dicerna masyarakat.

Danish Council on Climate Change pun berbagi jurus bagaimana mereka menanggapi perihal tersebut di salah satu negara yang masuk daftar negara paling bahagia sedunia.

"Sulit untuk menentukan satu alasan, tetapi menurut saya banyak orang di Denmark sangat peduli dengan politik iklim. Jadi itu mungkin salah satu pendorong mendapatkan banyak perhatian di media," ujar Jacob Haaning Andersen selaku Press and Communication dari Danish Council on Climate Change.

Dari situlah, media memberitakan dan menarik perhatian publik.

 

4 dari 4 halaman

Trik Menarik Perhatian Media Denmark dalam Isu Perubahan Iklim

Perubahan iklim adalah topik yang berkembang di media Indonesia. Pun demikian di Denmark.

Jacob Haaning Andersen selaku Press and Communication dari Danish Council on Climate Change mengatakan pada 2019 lalu pernah digagas first Climate Election.

Setahun sebelumnya pada 2018, jelas Jacob, tahun sebelum Climate Election, "kami mengalami musim panas yang sangat, sangat, sangat kering di Denmark. Dan itu, menurut saya, membuka banyak mata, dan membuat orang lebih sadar akan iklim. Orang-orang mulai menganggapnya lebih penting."

"Dan saya pikir itu telah menjadi topik yang berkembang di media sejak saat itu. Dan untuk sekarang di mana itu pasti salah satu hal yang paling banyak dibicarakan di media, dan juga untuk dipilih apakah Anda sayap kiri atau sayap kanan, Anda harus ambisius, bijaksana terhadap iklim, tetapi tentu saja, ada banyak cara berbeda yang mereka inginkan untuk mengatasi iklim, tetapi Anda harus mengatasi perubahan iklim jika Anda ingin menjadi politisi yang serius di Denmark saat ini."

Menurut Jacob, krisis iklim telah mengakibatkan kritik terhadap dewan dan organisasi yang berbeda muncul di media, media cetak dan internet, televisi dan radio. "Kami merasakannya. Ada minat yang sangat besar pada analisis dewan, laporan, dan juga mendapatkan semacam ini setiap hari, komentar tentang apa pun yang ada di media. Jadi banyak yang minat. Tapi karena baru peminatnya tak masif seperti sekarang ini."

Saat Mei lalu Danish Council on Climate Change mengeluarkan makalah kecil 15 halaman berisi komentar atas tindakan global pemerintah sesuai dengan undang-undang yang berlaku, respons media begitu berbeda.

"Tiga tahun lalu kami tidak mendapat perhatian atau minat publik terhadapnya, tidak ada perhatian media. Tahun ini, kami mendapat begitu banyak artikel berbeda di media tentang makalah tersebut, mereka mengambil enam masalah yang kami fokuskan. Dan saya pikir semua masalah telah disebutkan di banyak media.

"Ssaya pikir banyak perhatian media didorong oleh konflik yang ada antara dewan dan pemerintah atau mungkin beberapa organisasi lain seperti LSM dan konflik yang mereka miliki dengan pemerintah. Dan itu menurut saya hal-hal yang sangat menarik perhatian media. Artikel-artikel pada umumnya, tidak hanya tentang iklim yang didorong oleh konflik dan, dan ada banyak konflik yang berbeda, dalam politik iklim, jadi itu mungkin salah satu hal yang juga membantu menyedot perhatian media."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini