Sukses

Niger Tak Lagi dapat Bantuan Pertahanan dari Eropa Usai Kudeta Militer, Akan Berpaling ke Rusia?

Uni Eropa telah menangguhkan semua kerja sama keamanan dengan Niger setelah militer negara itu mengambil alih kekuasaan dalam kudeta.

Liputan6.com, Niamey - Uni Eropa telah menangguhkan semua kerja sama keamanan dengan Niger setelah militer negara itu mengambil alih kekuasaan dalam kudeta.

Pengumumkan penangguhan kerja sama itu ditujukan untuk menegaskan dukungan UE terhadap presiden Niger yang digulingkan, Mohamed Bazoum, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (30/7/2023).

Kudeta Niger ditandai setelah kepala pasukan pengamanan presiden negara itu, Jenderal Abdourahmane Tchiani, menyatakan dirinya sebagai pemimpin baru Niger. Dia mengatakan ketidakamanan, kesengsaraan ekonomi dan korupsi membuatnya merebut kekuasaan.

Menurut laporan, Presiden Bazoum kini berada di bawah tahanan Jenderal Tchiani.

Pergantian kekuasaan secara mendadak itu telah memicu kekhawatiran bagi negara-negara Barat tentang ke mana Niger akan berkiblat dalam poros geopolitik saat ini.

Tetangga Niger, Burkina Faso dan Mali, keduanya telah berporos ke Rusia sejak kedua negara itu dilanda kudeta.

Uni Eropa, Amerika Serikat dan Prancis menolak mengakui para pemimipin kudeta di Afrika, termasuk yang terbaru, Jenderal Tchiani di Niger.

Kerja sama pertahanan antara Barat dengan negara-negara Afrika yang dilanda kudeta tersebut telah ditangguhkan, utamanya, dalam hal operasi militer untuk menumpas jaringan ISIS di Afrika.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memperingatkan kelompok kudeta Niger bahwa situasi saat ini berisiko bagi Niger untuk tak lagi mendapat bantuan dari Amerika Serikat senilai ratusan juta dolar AS.

Beberapa negara kudeta yang kontrak pertahanannya diputus oleh Barat dilaporkan berpaling ke Rusia. Moskow membantu mereka dengan mengerahkan kelompok tentara bayaran Grup Wagner pimpinan Yevgeny Prigozhin.

Wagner dilaporkan memiliki ribuan personel di negara-negara termasuk Republik Afrika Tengah (CAR) dan Mali. Kedua negara memiliki kepentingan bisnis yang menguntungkan dan meningkatkan hubungan diplomatik dan ekonomi Rusia.

Prigozhin sendiri menyambut baik kudeta Niger.

"Apa yang terjadi di Niger tidak lain adalah perjuangan rakyat Niger dengan penjajah mereka," kata Yevgeny Prigozhin seperti dikutip di saluran Telegram yang berafiliasi dengan Wagner.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sekilas Kudeta Niger dan Jenderal Tchiani

Jenderal Tchiani, 62, telah bertanggung jawab atas pengawal presiden sejak 2011 dan dipromosikan ke pangkat jenderal pada 2018 oleh mantan Presiden Issoufou.

Dia juga dikaitkan dengan upaya kudeta 2015 terhadap mantan presiden, tetapi muncul di pengadilan untuk menyangkalnya.

Pada hari Jumat Jenderal Tchiani mengatakan junta militernya mengambil alih karena masalah di Niger termasuk ketidakamanan, kesengsaraan ekonomi dan korupsi.

Dia juga berbicara kepada sekutu global Niger, mengatakan junta akan menghormati semua komitmen internasional negara itu, serta hak asasi manusia.

Tetapi junta memiliki kata-kata yang kuat untuk mereka yang menentang mereka, menuduh anggota pemerintah yang digulingkan yang berlindung di kedutaan asing berkomplot melawan mereka.

Mereka mengatakan upaya semacam itu akan menyebabkan pertumpahan darah, yang sejauh ini telah dihindari.

Kehidupan di ibukota Niamey sebagian besar telah kembali normal dengan pasar dan toko-toko buka, tetapi pegawai negeri sipil telah diberitahu untuk pulang.

Sementara itu warga Niger memiliki perasaan campur aduk tentang kudeta, dengan beberapa mengatakan ketidakamanan di negara itu tidak cukup parah untuk membenarkan kudeta. Tetapi yang lain mendukung junta.

Kudeta Niger adalah yang terbaru dalam gelombang pengambilalihan militer yang melanda wilayah Afrika Barat dalam beberapa tahun terakhir, menggulingkan pemerintah di negara-negara termasuk Mali, Guinea dan Burkina Faso.

Ini adalah kudeta kelima di Niger sejak memperoleh kemerdekaan dari Prancis pada tahun 1960, di atas upaya pengambilalihan yang gagal lainnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini