Sukses

FBI: China Bisa Kontrol Data dan Membentuk Opini Publik Melalui TikTok

Kongres AS dilaporkan mempertimbangkan memberikan pemerintahan Joe Biden lebih banyak wewenang untuk mengatasi dugaan ancaman yang ditimbulkan oleh TikTok, hingga dan termasuk melarang aplikasi itu di AS.

Liputan6.com, Washington - Direktur FBI Christopher Wray pada Rabu (8/3/2023) mengatakan kepada Komite Intelijen Senat Amerika Serikat (AS) bahwa pemerintah China dapat menggunakan TikTok untuk mengontrol data jutaan orang dan membentuk opini publik untuk menyerang Taiwan.

"Bagian paling mendasar... yang menurut saya perlu dipahami rakyat AS adalah bahwa ada sesuatu yang sangat sakral di negara kita, perbedaan antara sektor swasta dan publik, itulah garis yang tidak dimiliki dalam operasi Partai Komunis China," kata Wray menjawab pertanyaan Senator Republik Marco Rubio tentang apakah TikTok akan mengizinkan Beijing mengontrol data secara luas dan merupakan alat yang penting jika terjadi perang di Selat Taiwan, seperti dilansir CNN, Kamis (9/3).

Rubio sendiri menilai bahwa TikTok menghadirkan jenis ancaman keamanan nasional substansial yang tidak pernah dihadapi AS di masa lalu.

Sebelumnya, Kepala Badan Keamanan Nasional AS Jenderal Paul Nakasone mengungkapkan kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat bahwa dia khawatir TikTok dapat menyensor video untuk membentuk opini publik dengan cara yang mengancam kepentingan keamanan nasional AS.

Ini merupakan alarm baru tentang dugaan risiko keamanan TikTok. Kongres AS dilaporkan mempertimbangkan memberikan pemerintahan Joe Biden lebih banyak wewenang untuk mengatasi dugaan ancaman yang ditimbulkan oleh TikTok, hingga dan termasuk melarang aplikasi itu di AS.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

TikTok Bantah Tuduhan AS

CEO TikTok Shou Chew menuturkan dalam minggu ini bahwa pemerintah China tidak pernah meminta data pengguna TikTok di AS. Perusahaan, tegas Chew, tidak akan memberikannya jika permintaan semacam itu memang ada.

"Misinformasi dan propaganda tidak memiliki tempat di platform kami," tegas Chew.

TikTok dilaporkan telah mengambil langkah sukarela untuk memblokir data pengguna AS dari seluruh organisasi globalnya, termasuk dengan meng-hosting data tersebut di server yang dioperasikan oleh raksasa teknologi AS, Oracle. Selain itu, perusahaan juga sedang menegosiasikan kemungkinan kesepakatan dengan pemerintahan Biden yang memungkinkan TikTok terus beroperasi di AS di bawah kondisi tertentu.

Seorang juru bicara TikTok mengatakan dalam minggu ini, larangan pemerintah AS terhadap TikTok sejatinya adalah larangan ekspor budaya dan nilai-nilai AS kepada lebih dari satu miliar orang yang menggunakan layanan aplikasi itu di seluruh dunia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.