Sukses

Wamil Rusia: Mahasiswa Dijemput Polisi Militer di Kelas

Para anak-anak muda terdampak perang dan kebijakan wamil Presiden Rusia Vladimir Putin.

Liputan6.com, Ulan-Ude Para mahasiswa di Rusia terkena dampak kebijakan wakil militer (wamil) dari Presiden Vladimir Putin. Setelah ada laporan para pemuda Rusia kabur ke luar negeri, kini ada juga kasus mahasiswa dijemput di kampus. Namun, kampus yang dipilih sangat jauh dari kota besar seperti Moskow.

Dilaporkan Newsweek, Minggu (25/9/2022), beredar video dari Buryat State University ketika para mahasiswa dijemput polisi militer dari dalam kelas. Lokasi universitas itu berada di Ulan-Ude yang berlokasi di Siberia.

"Para polisi berada di kampus saya, 10-15 orang," ujar seorang mahasiswa di sebuah chat room. Polisi datang pada pagi hari menjelang jam 8 pagi pada Kamis (22/9).

Akun berita terverifikasi Mediazona juga membagikan video ketika aparat datang ke universitas tersebut. Para polisi militer disebut langsung mengambil mahasiswa di kelas-kelas.

Newsweek belum dapat memverifikasi video yang beredar tersebut, namun itu menunjukkan ketergesa-gesaan dari implementasi kebijakan wamil Presiden Vladimir Putin.

Saat ini, Vladimir Putin ingin ada 300 ribu pasukan cadangan dalam perang melawan Rusia.

Analis keamanan menilai tindakan tersebut tidak akan membantu perang, sebab para wamil itu tidak terlatih. Selain itu, banyak pasukan Rusia juga sudah tewas di perang ini. Rusia pun kurang peralatan. Menurut Pentagon, ada 80 ribu pasukan Rusia yang terluka dan tewas.

"Mereka sudah kehilangan setara 20 persen dari kapabilitas militer mereka," ujar Dale Buckner, CEO Global Guardian, perusahaan keamanan internasional.

Taktik Rusia pun disamakan seperti menggunakan plester luka.

"Ketika kamu sudah kehilangan setara dua divisi AS, memobilisasi 300 ribu pasukan cadangan yang tidak siap, tidak diperlengkapi dengan baik, dan tidak dilatih dengan baik, itu adalah taktik menunda," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pergi ke Luar Negeri

Sebelumnya dilaporkan, Moskow memulai pemanggilan pasukan wajib pada Kamis (22 September) untuk mencoba meningkatkan upaya perang di Ukraina, dengan pihak berwenang mengatakan ribuan orang secara sukarela bahkan ketika orang-orang Rusia melarikan diri dari negara itu untuk menghindari paksaan untuk berperang.

Rekaman amatir yang diposting di media sosial sejak Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi pasukan cadangan dimaksudkan untuk menunjukkan ratusan warga Rusia di seluruh negeri menanggapi panggilan militer.

Dilansir Channel News Asia, Jumat (23/9), perintah itu dilakukan saat wilayah Ukraina yang dikuasai Moskow akan memberikan suara dalam beberapa hari mendatang mengenai apakah akan menjadi bagian dari Rusia dalam referendum yang disebut sebagai perampasan tanah yang tidak sah oleh Kyiv dan sekutunya.

Moskow mengambil langkah-langkah ini setelah pasukan Ukraina merebut kembali sebagian besar wilayah timur laut Kharkiv, yang telah dilihat sebagai titik balik yang mungkin dalam perang tujuh bulan yang telah menemui jalan buntu.

Militer Rusia mengatakan pada hari Kamis bahwa setidaknya 10.000 orang telah mengajukan diri untuk bertempur dalam 24 jam sejak perintah itu, tetapi banyak juga yang bergegas meninggalkan Rusia sebelum mereka diminta untuk bergabung.

3 dari 4 halaman

Harga Tiket ke Luar Rusia Jadi Melonjak

Penerbangan dari Rusia ke negara-negara tetangga, terutama bekas republik Soviet yang mengizinkan orang Rusia masuk bebas visa, hampir seluruhnya dipesan dan harga melonjak, menunjukkan eksodus orang Rusia yang ingin menghindari perang.

"Saya tidak ingin pergi berperang," kata seorang pria bernama Dmitri, yang terbang ke Armenia hanya dengan satu tas kecil, kepada AFP. 

"Saya tidak ingin mati dalam perang yang tidak masuk akal ini. Ini adalah perang saudara." 

Pria usia militer merupakan mayoritas dari mereka yang tiba dari penerbangan terakhir dari Moskow di bandara Yerevan dan banyak yang enggan berbicara.

Ibu kota Armenia telah menjadi tujuan utama bagi orang-orang Rusia yang melarikan diri sejak perang dimulai pada 24 Februari, menarik oposisi internasional sengit yang bertujuan untuk mengisolasi Rusia.

Tampak tersesat dan kelelahan di aula kedatangan bandara Yerevan, Sergei yang berusia 44 tahun mengatakan dia telah melarikan diri dari Rusia untuk menghindari dipanggil.

"Situasi di Rusia akan membuat siapa pun ingin pergi," katanya kepada AFP.

4 dari 4 halaman

Perang Rusia-Ukraina, Presiden Macron: Besok Putin Mungkin Serang Asia

Presiden Prancis Emmanuel Macron berapi-api saat pidato di Sidang Majelis Umum PBB 2022 di New York. Ia pun dan mengingatkan dunia agar tidak cuek terkait Perang Rusia-Ukraina. 

Pasalnya, Presiden Macron khawatir Rusia akan menyerang daerah lain juga setelah negara tetangganya sendiri.  

"Hari ini di Eropa, tetapi mungkin besok di Asia, di Afrika, atau Amerika Latin," ujar Presiden Prancis Emmanuel Macron di Markas PBB, disiarkan situs resmi UN, Kamis (22/9).

Presiden Macron juga berkata bahwa Mahkamah Internasional telah menetapkan invasi Rusia sebagai hal yang ilegal, serta agar Rusia mundur dari Ukraina.

Lebih lanjut, Presiden Macron bahkan menyebut Rusia membangkitkan lagi imperialisme ketika menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022.

"Apa yang kita lihat pada 24 Februari adalah kembali ke imperialisme dan kolonialisme. Prancis menolak hal tersebut dan terus mengupayakan perdamaian" ujar Presiden Prancis.

Presiden Macron turut menyorot langkah "referendum" Rusia di wilayah-wilayah Ukraina yang dibombardir dan diduduki.

Sejauh ini, perdamaian Rusia-Ukraina masih belum kunjung tercapai. Ukraina meminta agar Rusia melepas wilayah-wilayah yang diduduki. Presiden Macron lantas berkata siap terus membantu Ukraina secara kemanusiaan dan militer.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.