Sukses

Harga Minyak Naik, Joe Biden Ingin Silaturahmi ke Pangeran MBS di Arab Saudi?

Presiden AS Joe Biden dikabarkan ingin ke Arab Saudi untuk menemui Pangeran Mohammed bin Salman.

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dikabarkan ingin menemui Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS). Pertemuan ini disinyalir karena harga minyak yang sedang naik di tengah invasi Rusia. 

Masalahnya, Presiden Biden sempat menuding bahwa Pangeran MBS adalah pembunuh jurnalis Jamal Khashoggi yang dibunuh secara brutal di Turki. Intelijen AS menyebut Pangeran MBS adalah dalang dari peristiwa tersebut. 

Dilaporkan AP News, Jumat (3/6/2022), Gedung Putih tak hanya ingin ke Arab Saudi saja, tetapi mempertimbangkan pertemuan bersama para pemimpin negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC). Negara-negaranya terdiri atas Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Uni Emirat Arab, serta Arab Saudi.

Ada juga wacana dengan pimpinan Mesir, Irak, dan Yordania.

Hal itu terkuak dari seorang sumber yang mengetahui rencanan kunjungan Gedung Putih. Sumber yang namanya enggan disebutkan itu berkata perencanannya masih belum final.

Ketika kampanye menjadi presiden, Joe Biden berjanji agar menjaga jarak dengan rezim di Arab Saudi. Kini, pertemuan Presiden Biden dan Pangeran MBS dinilai bisa memberikan harapan kepada konsumen BBM di AS yang terkena dampak suplai minyak global yang makin ketat.

Pangeran MBS dipandang luas sebagai pemimpin de facto di Arab Saudi. Pertemuan Presiden Biden dengan sang pangeran juga bisa meningkatkan hubungan dengan Arab Saudi yang notabene eksportir minyak top di dunia.

Meski demikian, pertemuan itu juga bisa menuai kritikan karena Presiden Biden melanggar janji kampanyenya terkait Arab Saudi.

Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre menolak untuk menjawab apakah Presiden Biden akan berangkat ke Arab Saudi.

Presiden Joe Biden rencananya akan pergi ke Eropa pada akhir Juni 2022, dan bisa saja mengunjungi Arab Saudi juga untuk bertemu Pangeran MBS, Raja Salman, dan para pemimpin lain. Ada pula kemungkinan Presiden Biden mengunjungi Israel.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harga Minyak Melambung Setelah Eropa Resmi Larang Impor dari Rusia

 Harga minyak naik pada perdagangan Rabu setelah para pemimpin Uni Eropa menyetujui larangan bertahap terhadap impor minyak Rusia dan ketika China mengakhiri lockdown COVID-19 di Shanghai. Keduanya dapat meningkatkan permintaan minyak mentah di pasar yang sudah ketat.

Patokan minyak terus naik selama beberapa minggu karena pengiriman Rusia diperas oleh sanksi UE dan AS dan karena India dan China hanya dapat membeli begitu banyak dari Rusia yang merupakan negara pengekspor minyak mentah dan bahan bakar terbesar di dunia.

Dikutip dari CNBC, Kamis (2/6), harga minyak mentah Brent menetap di USD 116,29 per barel, naik 69 sen atau 0,6 persen. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 59 sen atau 0,5 persen menjadi USD 115,26.

Para pemimpin Uni Eropa pada prinsipnya sepakat pada hari Senin untuk memotong 90 persen impor minyak dari Rusia pada akhir tahun ini, sanksi terberat blok itu sejak dimulainya invasi ke Ukraina, yang disebut Moskow sebagai operasi militer khusus.

“Dampak dari sanksi yang diformalkan itu signifikan,” kata Bill Farren-Price, direktur Enverus di London. 

“Jika mereka mencapai apa yang mereka inginkan, Rusia akan kehilangan sekitar 3 juta barel (dalam ekspor harian) dan tidak semua itu dapat dialihkan, jadi itu cukup signifikan," lanjut dia.

Sanksi terhadap minyak mentah Rusia akan diberikan bertahap dalam lebih dari enam bulan dan pada produk olahan selama delapan bulan. Embargo membebaskan minyak pipa dari Rusia sebagai konsesi ke Hongaria dan dua negara Eropa Tengah yang terkurung daratan lainnya.

Di China, lockdown ketat COVID-19 di Shanghai berakhir pada hari Rabu setelah dua bulan, mendorong ekspektasi permintaan bahan bakar yang lebih kuat.

3 dari 4 halaman

Perkara Minyak di Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyimpulkan, isu minyak goreng di Indonesia sudah keruh sejak dari sisi hulu. Indikasi ini terlihat dari tren penurunan harga minyak sawit mentah (CPO) pada masa dan pasca larangan ekspor, yabg tidak diiringi oleh penurunan harga minyak goreng kemasan, dan bahkan berlawanan arah.

KPPU juga menyimpulkan adanya ketimpangan penguasaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit secara nasional. Ketimpangan ini berpotensi membawa permasalahan persaingan usaha terkait penguasaan lahan dan kontrol di sisi hilir produk.

Ketua KPPU Ukay Karyadi menyampaikan, isu minyak goreng sudah dikaji sejak September 2021. KPPU melihat ada sinyal kartel karena kenaikan harga dilakukan bersama-sama, meskipun memiliki sumber bahan baku yang berbeda.

Adanya integrasi vertikal, struktur pasar oligopoli, dan tingkat konsentrasi pasar yang sudah pada posisi 50 persen, jadi sinyal bagi KPPU untuk mengalihkan kajian ke proses investigasi per 27 Januari 2022.

"Namun demikian KPPU merekomendasikan agar tidak hanya di industri minyak gorengnya saja yang dikawal, tapi juga dari produksi kelapa sawitnya. Ibaratnya sudah keruh di mata airnya, kita sibuk menjernihkan di muaranya," tegas Ukay dalam keterangan tertulis, Rabu (1/6/2022).

Ukay menilai perlu dilakukan audit di hulu, yakni di sektor perkebunannya. Saat ini terdapat 70-an pelaku usaha minyak goreng. Namun jika dikerucutkan akan terfokus pada 8 kelompok usaha besar.

Pelaku usaha tersebut rata-rata memiliki perkebunan kelapa sawit sendiri, sehingga menguasai dari hulu hingga hilir dalam industri minyak goreng.

"Untuk itu, KPPU menyambut baik upaya pemerintah dalam melakukan penataan hingga ke hulu industri minyak goreng," imbuhnya.

4 dari 4 halaman

Harga Minyak Goreng

Dalam hal pemantauan harga minyak goreng, Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamenggala menjelaskan, harga minyak goreng sebelum adanya kebijakan larangan ekspor CPO dalam posisi stabil.

Setelah pemerintah mencabut larangan ekspor, minyak goreng curah mengalami penurunan harga sementara minyak goreng kemasan mengalami kenaikan. Meskipun harga minyak goreng curah di pasar masih belum sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan.

"Posisi disparitas harga minyak goreng curah dan kemasan juga semakin melebar setelah pencabutan ekspor. KPPU akan terus memantau harga minyak goreng menyusul adanya kebijakan pemerintah untuk mencabut subsidi minyak goreng curah hari ini," tuturnya.

Presiden Jokowi dan Mendag Digugat ke PTUN

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Perdagangan mendapatkan gugatan hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait minyak goreng.

Sawit Watch bersama dengan Tim Kuasa Hukum, serta didukung sejumlah organisasi masyarakat sipil diantaranya Perkumpulan HuMa, WALHI Nasional,ELSAM, Greenpeace Indonesia, dan PILNET, yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebutuhan Pokok Rakyat mengajukan gugatan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atas polemik minyak goreng yang terjadi saat ini.

Gugatan minyak goreng ini merupakan tindakan lanjutan setelah sebelumnya Sawit Watch, PerkumpulanHuMa, WALHI Nasional, ELSAM, Greenpeace Indonesia, dan PILNET Indonesia mengajukan upaya administratif berupa keberatan administratif kepada empat pejabat terkait pada, 22 April 2022.

"Dalam gugatan ini menyebutkan bahwa kegagalan Presiden Jokowi dan Menteri Perdagangan dalam mencegah tinggi dan langkanya minyak goreng bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB),khususnya Asas Kecermatan, Asas Kepentingan Umum dan Asas Keadilan,” ujar Deputi Direktur ELSAM sekaligus Tim Advokasi Kebutuhan Pokok Rakyat, Andi Muttaqien dalam keterangannya, Kamis (2/6/2022).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.