Sukses

23-10-1983: Dilema AS Balas Serangan Bom di Barak Militernya di Beirut

Terjadi ledakkan bom di barak militer AS di Beirut pada 23 oktober tahun 1983. Penyelidik FBI mengatakan bahwa itu adalah ledakan non-nuklir terbesar sejak Perang Dunia II.

Liputan6.com, Beirut - Hari ini 37 tahun lalu, terjadi serangan bom pada barak militer AS di Beirut, Lebanon. Merenggut nyawa 241 personel militer.

Sekitar pukul 06.20 pagi tanggal 23 Oktober 1983, sebuah truk Mercedes kuning menerobos pagar kawat berduri di sekitar kompleks Amerika dan melewati dua pos penjagaan. Kendaraan itu melaju langsung ke barak dan meledak.

Saksi mata mengatakan bahwa kekuatan ledakan menyebabkan seluruh puing bangunan berterbangan sebelum jatuh ke atas tanah, menciptakan awan debu beton yang kemudian menyatu bersama jasad manusia. Penyelidik FBI mengatakan bahwa itu adalah ledakan non-nuklir terbesar sejak Perang Dunia II.

Peristiwa itu membuat publik mulai mempertanyakan langkah apa yang akan diambil pemerintah dalam kasus ini.

Kritik yang serius juga menyerang kualitas keamanan di barak tersebut. Ditambah lagi, para pasukan penjaga perdamaian AS juga sedang berada di lokasi itu.

Dikutip dari History.com, dalam pidato nasional pada 23 Oktober 1983, Presiden Reagan menyatakan kemarahannya atas peristiwa tersebut. Ia menyebut kejadian ini sebagai "tindakan tercela".

Ia mengatakan bahwa pasukan AS akan tetap tinggal di Beirut sampai mereka dapat menempa perdamaian abadi. 

Namun, empat bulan setelah kejadian tersebut, dia mengumumkan bahwa Amerika akan mengakhiri perannya sebagai pasukan penjaga perdamaian. Lalu, pasukan utama marinir mulai meninggalkan Lebanon, hanya menyisakan sedikit kontingen untuk menjaga kedutaan AS di Beirut.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Alasan AS untuk Tidak Menyerang Balik

AS sempat menyusun rencana untuk mengebom kamp pelatihan Hizbullah di Baalbek, Lebanon, yang diduga oleh agen intelijen sebagai dalang dari ledakkan barak di Beirut.

Tetapi Menteri Pertahanan AS saat itu, Caspar Weinberger menolak misi tersebut, dengan alasan tidak ingin merusak hubungan dengan negara-negara Arab penghasil minyak. Oleh karena itu, empat bulan kemudian, pasukan AS meninggalkan Beirut tanpa memberikan serangan balasan.

Sebagai informasi, penempatan Marinir AS di Beirut ditujukkan sebagai misi menjaga perdamaian multinasional dan mencoba menengahi gencatan senjata antara kelompok agama yang sedang bertikai di Lebanon. Semenjak itu, AS menjaga sikapnya untuk tidak ikut serta di dalam ketegangan yang ada.

Bahkan saat terjadinya peristiwa bom van yang menewaskan 46 orang di Kedutaan Besar AS pada bulan April, pasukan mereka memutuskan tak membalas.

 

Reporter: Ruben Irwandi

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.