Sukses

Kasus Terus Meningkat, Iran Berpotensi Hadapi Gelombang Ketiga COVID-19

Pemerintah Iran mewaspadai apa yang digambarkannya sebagai "gelombang ketiga" pandemi COVID-19 menyusul rekor jumlah kematian dalam satu hari dan lonjakan infeksi baru.

Liputan6.com, Teheran - Pemerintah Iran mewaspadai apa yang digambarkannya sebagai "gelombang ketiga" pandemi COVID-19 menyusul rekor jumlah kematian dalam satu hari dan lonjakan infeksi baru.

Negara itu adalah salah satu tempat pertama di luar China yang terkena penyakit itu, dan mengalami wabah besar mulai Maret 2020.

Setelah mengendalikan jumlah infeksi pada Mei 2020, Iran mengalami lonjakan kasus lagi pada Juni 2020.

Tapi virus sekali lagi lepas kendali.

Pada 13 Oktober, 272 warga Iran meninggal karena COVID-19, terbesar dalam satu hari sejak pandemi menyebar ke Iran pada awal tahun.

Namun Pemerintah mengakui angka sebenarnya bisa dua kali lipat dari itu.

Jumlah kematian resmi tidak termasuk potensi negatif palsu atau banyak pasien yang memiliki gejala virus corona tetapi tidak dites.

"Angka kematian terkait COVID sebenarnya bisa dihitung 1,5 atau 1,7 kali, bahkan 2 atau 2,2 kali lebih tinggi dari angka yang diumumkan, tergantung kondisi spesifik di masing-masing provinsi," kata Wakil Menteri Kesehatan Iran Iraj Harirchi, dikutip dari ABC.net.au, Minggu (18/10/2020).

Hampir 30.000 warga Iran dari populasi 84 juta telah tewas dalam pandemi COVID-19, korban terburuk di Timur Tengah.

Pejabat rezim senior, termasuk beberapa wakil presiden, wakil menteri kesehatan, dan kepala badan energi atom Iran, telah tertular penyakit tersebut.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tingkat Infeksi Mungkin Bisa Lebih Tinggi

Secara keseluruhan, Iran telah memiliki lebih dari setengah juta kasus yang dikonfirmasi, angka yang tidak memperhitungkan banyak kematian dan infeksi yang dituduh disembunyikan oleh Pemerintah.

Pada bulan Agustus, rezim menutup sebuah surat kabar bisnis setelah menerbitkan tuduhan yang menakjubkan dari seorang ahli epidemiologi yang telah bekerja untuk kampanye anti-virus Corona Pemerintah.

Mohammad Reza Mahboobfar mengklaim bahwa "statistik yang direkayasa" menutupi tingkat infeksi yang bisa "20 kali lebih tinggi" daripada angka resmi.

Kecurigaan yang berputar-putar di sekitar angka-angka resmi membuat pengakuan baru Wakil Menteri Kesehatan bahwa jumlah kematian bisa dua kali lebih tinggi semakin mengejutkan.

Ini bisa menunjukkan bahwa Pemerintah sedang berusaha meningkatkan kepatuhan publik terhadap tindakan pengendalian.

"Ini adalah peringatan bagi negara untuk meningkatkan kepatuhan mereka terhadap jarak fisik, mengurangi perjalanan dan penggunaan masker wajah," kata Menteri Kesehatan Saeed Namaki.

"Karena situasi semakin memburuk, kami telah menetapkan denda bagi orang-orang yang tidak mengikuti protokol kesehatan dan membahayakan nyawa orang lain, sehingga melanggar hak orang lain."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.