Sukses

Kasus Pertama Virus Corona, Mongolia Tutup Akses Keluar dan Masuk Ibu Kota

Mongolia telah menutup perbatasannya dengan negara tetangga China dan melarang penerbangan dari Korea Selatan, dalam upaya untuk mencegah Virus Corona.

Liputan6.com, Ulaanbaatar - Mongolia pada Selasa 10 Maret 2020, melarang siapa pun memasuki atau meninggalkan kota-kotanya selama enam hari. Langkah itu dilakukan setelah negara itu melaporkan kasus Virus Corona pertamanya - seorang karyawan perusahaan energi Prancis yang terbang dari Moskow.

Mongolia telah menutup perbatasannya dengan negara tetangga China dan melarang penerbangan dari Korea Selatan, dalam upaya untuk menjaga Virus Corona nan mematikan itu dari negara berpenduduk tiga juta orang.

"Ibu Kota Ulaanbaatar dan semua pusat provinsi dikarantina hingga 16 Maret untuk mencegah wabah itu (Virus Corona)," kata Wakil Perdana Menteri Enkhtuvshin Ulziisaikhan pada konferensi pers seperti dikutip dari Channel News Asia Selasa (10/3/2020).

"Langkah itu berarti orang tidak diizinkan masuk atau meninggalkan ibu kota atau kota pedesaan selama hampir seminggu," katanya.

Mongolia adalah negara terbaru yang memberlakukan tindakan keras untuk mengatasi epidemi tersebut.

China telah melakukan lockdown sekitar 56 juta orang di pusat krisis Virus Corona di Provinsi Hubei. Lalu mengatakan kepada jutaan orang lainnya untuk tinggal di negara itu. Langkah serupa yang kemudian dilakukan Italia, memberlakukan pembatasan pada seluruh negara.

Lebih dari 4.000 orang meninggal dan lebih dari 110.000 telah terinfeksi di seluruh dunia, di mana sebagian besar kasus berada di China. Tapi kini kasus infeksi Virus Corona berkembang pesat di luar negeri.

Saksikan Juga Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kasus Pertama di Mongolia

Dalam kasus pertama Mongolia, warga negara Prancis tiba pada 2 Maret dengan penerbangan dari Moskow, kata Menteri Kesehatan Davaajantsangiin Sarangerel.

Pria itu, yang bekerja untuk anak perusahaan perusahaan nuklir Prancis, Orano, seharusnya tetap di karantina di hotelnya selama 14 hari tetapi mengabaikan aturan itu, kata menteri.

Dia juga mengunjungi proyek penambangan uranium di provinsi Dornogobi.

Orano memiliki anak perusahaan di Mongolia yang disebut Badrakh Energy, yang menambang uranium di negara yang luas itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.