Sukses

Misteri Temuan Bayi Berhelm Tengkorak Manusia dari Kebudayaan Kuno di Ekuador

Tim arkeolog menemukan kerangka 2 bayi yang dimakamkan dengan mengenakan "helm" yang terbuat dari tengkorak anak-anak lain, sekitar 2.100 tahun yang lalu di Ekuador.

Liputan6.com, Quito - Tim arkeolog menemukan kerangka dua bayi yang dimakamkan dengan mengenakan "helm" yang terbuat dari tengkorak anak-anak besar lain, sekitar 2.100 tahun yang lalu.

Sisa-sisa kedua bayi itu ditemukan bersama sembilan kuburan lainnya di sebuah situs bernama Salango, di pantai Ekuador tengah. Para arkeolog yang menggali kuburan antara tahun 2014 dan 2016 baru-baru ini menerbitkan rincian temuan mereka dalam jurnal Latin American Antiquity, Cambridge University, Amerika Serikat.

Tim mengatakan ini adalah satu-satunya kasus yang diketahui di mana tengkorak anak-anak digunakan sebagai helm untuk bayi yang dikuburkan, demikian seperti dilansir dari Livescience, Selasa (19/11/2019).

Para ilmuwan tidak tahu apa yang membunuh bayi dan anak-anak tersebut. Helm ditempatkan erat-erat di atas kepala bayi, menurut temuan arkeolog.

Unique Infant Mortuary Ritual at Salango, Ecuador, 100 BC

Sara L. Juengst, et.al - Cambridge University Press

Abstrak

Kepala manusia adalah simbol kuat bagi banyak budaya Amerika Selatan. Kepala yang terisolasi sering dimasukkan dalam konteks kamar mayat, yang mewakili musuh yang ditangkap, orang-orang yang dihormati, dan "benih" simbolis.

Di Salango, sebuah kompleks ritual di pantai tengah Ekuador, penggalian mengungkapkan dua gundukan kuburan bertanggal sekitar 100 SM.

Di antara 11 pemakaman yang teridentifikasi, dua bayi dikebumikan dengan "helm" yang terbuat dari brankas tengkorak remaja lainnya. Tempurung kepala tambahan ditempatkan di sekitar kepala penguburan utama, kemungkinan pada saat penguburan.

Semua tempurung kepala menunjukkan luka yang berhubungan dengan tekanan pada tubuh. Dalam laporan itu, peneliti menyajikan satu-satunya bukti yang diketahui menggunakan tempurung tengkorak remaja sebagai tutup kepala mayat, baik di Amerika Selatan atau secara global. 

Kemungkinan tengkorak anak-anak yang lebih tua masih memiliki daging pada mereka ketika mereka berubah menjadi helm, karena tanpa daging, helm kemungkinan tidak bisa menyatu dengan kepada jasad bayi tersebut, kata para arkeolog.

"Wajah seorang bayi melihat keluar-masuk dari ruang tengkorak --ruang di tengkorak yang menjadi rumah organ otak," tulis para arkeolog.

Menariknya, "phalanx tangan," sejenis tulang, ditemukan terjepit di antara kepala bayi dan helm.

Mereka tidak tahu siapa pemilik phalanx itu, kata Sara Juengst, penulis utama makalah itu dan seorang profesor antropologi di University of North Carolina, Charlotte.

Juengst mencatat bahwa tes lain, seperti yang menggunakan DNA dan strontium isotop (variasi elemen dengan jumlah neutron yang berbeda), dapat membantu mengidentifikasi pemilik tulang.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bagian dari Ritual Kuno

Para arkeolog tidak yakin mengapa helm yang terbuat dari tengkorak anak-anak diletakkan di kepala bayi.

Itu "mungkin merupakan upaya untuk memastikan perlindungan jiwa-jiwa 'pra-sosial dan liar' ini," tulis para arkeolog.

Di dekat bayi, tim arkeolog juga menemukan patung-patung, yang menggambarkan leluhur, terbuat dari batu. Temuan ini mendukung gagasan perlindungan ini, karena kehadiran mereka menunjukkan "kepedulian untuk melindungi dan memberdayakan lebih lanjut para kepala," tulis para arkeolog.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa letusan gunung berapi menutupi area abu tidak lama sebelum bayi dikuburkan.

Letusan itu mungkin telah mempengaruhi produksi makanan, dan tulang yang baru ditemukan menunjukkan bahwa bayi dan anak-anak menderita kekurangan gizi, kata para peneliti.

Ada kemungkinan bahwa "perawatan kedua bayi itu adalah bagian dari respons ritual yang lebih besar dan kompleks terhadap konsekuensi lingkungan dari letusan (gunung api)," tulis para arkeolog, mencatat bahwa "diperlukan lebih banyak bukti untuk mengonfirmasi hal ini."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.