Sukses

Ketimpangan Sosial di India Terlihat Jelas dari Ruang Angkasa

Liputan6.com, New Delhi - Dua orang ahli ekonomi terkemuka asal India, Praveen Chakravarty dan Vivek Deheija, meyakini bahwa citra sebaran cahaya lampu malam, yang diambil dari Program Satelit Meteorologi Pertahanan Angkatan Udara Amerika Serikat, bisa dijadikan komponen penilai ketimpangan sosial di Negeri Hindustan.

Satelit-satelit pada program tersebut mengelilingi Bumi setiap 14 kali sehari, dan merekam cahaya lampu malam dari permukaan planet biru dengan sensor.

Dikutip dari BBC pada Minggu (27/5/2018), citra satelit itu menampilkan peta yang menggambarkan berbagai wilayah di India, di mana memungkinkan untuk pengembangan kumpulan data unik nilai luminositas, berdasarkan sebagian besar distrik dan dari waktu ke waktu.

Menggunakan data yang dihasilkan oleh lampu-lampu malam, kedua peneliti mempelajari 387 dari 640 distrik di 12 negara bagian.

Distrik-distrik ini mencakup 85 persen populasi India dan 80 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang dihasilkan secara nasional. Selanjutnya, melalui metodologi baru, kedua ekonom berupaya mendokumentasikan perbedaan pendapatan di India.

Hasil studi tersebut menyebut sebagian besar India gelap di malam hari karena ada sedikit aktivitas ekonomi yang terjadi.

Akan tetapi, pengaburan cahaya halus seperti yang terlihat dari ruang angkasa juga menunjukkan bahwa negara-negara bagian di India semakin tidak setara antara satu dengan lainnya.

Sekitar 380 distrik di 12 negara bagian rata-rata hanya seperlima terangnya kota-kota besar, seperti Mumbai dan Bangalore.

Selain itu, hanya sepertiga dari 90 persen distrik di India merasakan terang di malam hari, dan rasio itu memburuk antara 1992 (setahun setelah India melakukan reformasi ekonomi) dan 2013.

Sementara pada tahun-tahun sebelum dekade 1990-an, perbedaan pendapatan antar negara bagian hanya menunjukkan tren yang sederhana.

Pada tahun 2014, para ekonom menemukan, rata-rata orang di tiga negara bagian terkaya (Kerala, Tamil Nadu, Maharashtra) lebih kaya tiga kali lipat daripada rata-rata orang di tiga negara termiskin (Bihar, Uttar Pradesh dan Madhya Pradesh).

"Apa yang kami temukan adalah bahwa baik di seluruh negara bagian, dan pada seluruh distrik di masing-masing negara bagian, terdapat kesenjangan yang melebar dalam kegiatan ekonomi. Bukan tentang yang kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin, melainkan orang berpendapatan rendah tidak semakin berkecukupan dalam waktu cepat," kata Dr Dehejia, seorang rekan senior di lembaga think tank IDFC Institute yang bermarkas di Mumbai.

Dengan kata lain, menurut Dr Dehejia, negara-negara bagian yang kurang maju, jauh tertinggal di belakang negara bagian lainnya yang lebih makmur.

Jadi mengapa kesenjangan di India meningkat bahkan ketika standar hidup meningkat? Beberapa ekonom percaya itu bisa disebabkan oleh pemerintahan yang buruk, dan kurangnya keterampilan yang memadai untuk pekerjaan di daerah-daerah miskin.

 

Simak video pilihan berikut:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menimbulkan Tantangan Tersendiri

Sementara itu, beragam proksi telah digunakan sejak lama untuk mengukur pertumbuhan ekonomi global.

Bank sentral AS telah menggunakan listrik yang dikonsumsi sebagai indikator aktivitas ekonomi. Para ekonom bahkan telah menggunakan kerangka tersebut untuk mengukur standar dan ketidaksetaraan di Negeri Paman Sam.

Namun, penilaian aktivitas ekonomi berdasarkan sebaran cahaya lampu malam dinilai menimbulkan tantangan tersendiri. Salah satu pemicunya adalah fase bulan, di mana jumlah cahaya yang menyinari Bumi terus berubah-ubah. Lalu ada pula efek atmosfer karena aerosol, uap air dan ozon, dan sumber cahaya asing seperti penerangan matahari.

Tetapi sensor terbaru pada satelit terkait telah menghasilkan detail spasial yang lebih kaya, seperti mendeteksi jalan yang terang dan remang-remang.

Para ilmuwan telah mengembangkan perangkat lunak dan algoritma baru untuk membuat pencitraan lampu malam lebih jelas, lebih akurat, dan mudah tersedia.

Seiring waktu, peneliti telah menggunakan lampu malam yang diambil dari ruang angkasa untuk mencari tahu bagaimana kota berkembang, dan melacak perubahan penggunaan lahan.

Mereka telah memantau intensitas cahaya untuk memperkirakan penggunaan energi selama musim perayaan.

Lampu malam telah digunakan untuk melacak kondisi di daerah yang terkena dampak konflik, dan membantu dalam respons bencana. Mereka juga telah membantu menjelaskan fluktuasi musiman pada penyakit menular, memetakan emisi karbon dan polusi cahaya, serta lain-lain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.