Sukses

Menlu: Penculik 7 WNI ABK Dilakukan 2 Kelompok Berbeda

7 WNI ABK itu diculik dan disandera oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar mengenai penculikan dan penyanderaan WNI anak buah kapal (ABK) kembali mengguncang Indonesia. Setelah sebelumnya pada Maret lalu, 10 ABK disandera oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf dan pada April nasib yang sama dialami 4 ABK.

Berkat kerja keras pemerintah dan berbagai pihak, ke-14 ABK itu telah bebas dalam operasi pembebasan yang berbeda. 

Kali ini, penculikan dialami oleh awak kapal tug boat Charles 001 dan tongkang Roby 152. Ada 13 WNI ABK dalam kapal itu, tapi yang diculik 7 orang sementara 6 bebas sambil membawa kapal mereka ke Samarinda.

Namun, yang mengejutkan, penyanderaan WNI ABK itu dilakukan oleh 2 kelompok bersenjata yang berbeda. Hal itu dikatakan oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi di kantornya di Jakarta pada Jumat (24/6/2016).

"Penyanderaan terjadi di Laut Sulu, Filipina terjadi dalam 2 tahap pada tanggal 20 Juli 2016, yaitu sekitar pukul 11.30 waktu setempat," ujar Menlu Retno.

"Lalu penculikan kedua terjadi pada pukul 12.45. Penculikan dilakukan oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda," lanjut Menlu Retno. Namun, mantan dubes Belanda itu enggan menyebut nama  kelompok bersenjata yang menculik dan menyandera 7 ABK WNI itu. 

Sementara, dalam keterangan yang berbeda, juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir membeberkan perihal penculikan itu.

"Pukul 11.30 ada satu kelompok bersenjata menculik 3 orang. Setelah itu mereka membiarkan kapal dan sisa ABK lepas. Namun, pada pukul 12.45 kelompok bersenjata yang berbeda menculik 4 orang di lokasi yang berbeda. Jadi total penculikan ada 7 orang," kata pria yang kerap dipanggil Tata itu.

Kabar mengenai penculikan 7 WNI ABK diterima oleh salah satu anggota keluarga, istri ABK bernama Ismail, Dian Megawati. Warga Samarinda itu mengaku dihubungi suaminya dan juga pembajak Abu Sayyaf.

Ismail bercerita bahwa tawanan dibagi menjadi dua kelompok.

"Suaminya itu memerintahkan Dian agar berkoordinasi dengan pihak perusahaan karena Abu Sayyaf meminta tebusan sebesar 20 juta ringgit serta meminta untuk dipublikasikan ke media," terang Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto, Rabu 22 Juni 2016.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini