Sukses

Sertifikasi 'Bodong', Biang Keladi Deportasi 2 TKI TBC

Dubes John pun meminta pemerintah pusat tak tinggal diam atas adanya pemberian sertifikat palsu bagi para WNI.

Liputan6.com, Jakarta - Kurang dari satu bulan, 2 orang TKI asal Purwodadi dan Indramayu dideportasi oleh Otoritas Korea Selatan (Korsel). Alasan pemulangan secara paksa itu sama, karena kedua buruh migran tersebut terbukti mengidap penyakit TBC (Tuberkolosis).

Fakta tersebut ternyata membuat Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, John Prasetio naik pitam. Dia meyakini, terus berulang kejadian ini karena masih adanya pemberian sertifikasi abal-abal bagi calon TKI.

"Praktik pemberian sertifikat abal-abal ini tidak bisa dibenarkan sama sekali apapun alasannya," papar Dubes John melalui keterangan tertulis yang diterima Jumat (22/4/2016).

Dubes John pun meminta pemerintah pusat tak tinggal diam atas adanya pemberian sertifikat palsu bagi para WNI. Ia bahkan mendorong dibentuknya tim investigasi.

John mengatakan, tim ini tak bisa dibentuk hanya satu kementerian atau lembaga pemerintah saja. Pembentukannya harus melibatkan pihak-pihak terkait.

"Saya minta Jakarta membentuk Tim Gabungan lintas kementerian untuk menginvestigasi permasalahan tersebut," jelas dia.

Dia menambahkan, dari laporan Otoritas Korsel, TKI asal Tanah Air, masuk ranking tertinggi yang dideportasi dari Korsel.

"Kenyataan tersebut (dipulangkannya 2 WNI), menambah daftar panjang WNI yang disuruh pulang Pemerintah Korea karena alasan kesehatan. Hal ini juga menggarisbawahi masih adanya praktik tidak benar alias kongkalikong antara klinik tertentu dengan calon pencari kerja," papar John.

Menambahkan pernyataan dari Dubes John, Koordinator Fungsi Konsuler KBRI Seoul, M. Aji Surya menyebut dalam kasus dideportasi SU ada beberapa fakta mengejutkan yang terungkap. Fakta itu semakin menguatkan adanya praktek jual-beli sertifikat pulsa kepada calon TKI.

"Yang unik dari kasus SU, kabarnya yang bersangkutan telah mengetahui dirinya mengidap TBC aktif sejak sebelum berangkat ke Korea Selatan," sebut Aji.

"Bahkan juga mengaku ada kesepakatan dengan klinik bahwa kalau terjadi apa-apa di kemudian hari maka tanggungjawab akan dipikulnya seorang diri," pungkas Aji.