Sukses

8-10-1973: Penculik Kirim Potongan Kuping Cucu Jutawan

Pada saat penculikannya, Getty III baru berusia 16 tahun. Tragis, ia harus kehilangan kuping kanannya.

Liputan6.com, Roma - Sejarah mencatat tanggal 8 November 1973 sebagai momentum tragis saat kuping cucu orang terkaya di dunia saat itu J Paul Getty dipotong dan dikirim ke sebuah media. Maksudnya, untuk meminta tebusan untuk ditukar dengan korban penculikan J Paul Getty III.

Pada saat penculikannya, Getty III baru berusia 16 tahun. Ia tinggal sendiri di Roma, Italia. Sang ayah J Paul Getty II, untuk sementara waktu membantu mengawasi bisnis keluarganya yang asal Italia di tempat lain.

Pada 10 Juli 1973, Getty III menghilang tanpa jejak. Belakangan ia diketahui diculik. Dua hari kemudian pada 12 Juli, ibunya, Gail Harris, menerima permintaan tebusan atas diri putranya.

Gail Harris yang sudah berpisah dengan suaminya -- J. Paul Getty III, mengaku hanya punya sedikit uang.

"Selamatkan dia (Getty III) di London," ungkap Harris menuturkan ucapan penculik melalui telepon yang dimuat di New York Times kala itu.

Lalu ayah mertuanya, J Paul Getty -- seorang triliuner pemilik Getty Oil Company, dan mantan suaminya yang tinggal di Inggris kemudian diberitahu tentang berita penculikan yang kala itu menjadi buah bibir dan berita heboh.

Harris menyampaikan, jumlah tebusan yang diminta adalah US$ 17 juta atau sekitar Rp 207 miliar.

Polisi awalnya skeptis terhadap klaim penculikan itu, meski Harris telah menunjukkan surat dari putranya serta telepon dari penculik yang mengancam akan mengirim potongan jari putranya sebagai bukti korban masih hidup.

Penyidik malah mengira itu tipu daya Getty III muda untuk memeras uang dari kerabatnya yang terkenal kikir atau pelit.

Berikut isi surat yang diterima sang ibu:

"Mummy sayang. Sejak hari Senin aku diculik. Jangan biarkan aku dibunuh."

Awalnya, sang kakek menolak untuk membayar tebusan yang diminta penculik. Dia berkilah, "Aku masih punya 14 cucu, jika aku membayar uang tebusan, satu sen sekalipun, bisa jadi 14 cucuku akan jadi korban penculikan," kata dia.

Getty II pun melakukan hal yang sama. Tak bersedia membayar tebusan untuk putranya.

Pada 8 November 1973, para penculik --  bandit dari Calabria yang kemungkinan bagian dari penjahat terorganisir -- memotong telinga Getty III muda dan mengirimkannya, bersama dengan sejumput rambutnya ke sebuah koran di Roma.

Foto-foto Getty III dalam kondisi tanpa telinga, bersama dengan surat tuntutan tebusan untuk keluarganya kemudian muncul di surat kabar lain. "Ini adalah telinga kanan Getty III. Jika kami tidak mendapatkan uang dalam waktu 10 hari, maka telinga yang lain akan dikirim," demikian isi surat penculik, seperti dikutip "The cover of As I See It", autobiografi J Paul Getty, kakek korban penculikan.

Karena keluarga korban bergeming, akhirnya para penculik mengurangi tuntutan mereka menjadi sekitar US$3 juta atau Rp 36,5 miliar.

Menurut buku tahun 1995 berjudul Painfully Rich: The Outrageous Fortune and Misfortunes of the Heirs of J. Paul Getty by John Pearson,  Getty I akhirnya membayar US$ 2,2 juta atau sekitar Rp 26,7 miliar. Sementara ayah Getty III, Getty II membayar sisanya, meminjam dari sang ayahnya. Itu pun dengan bunga sebesar 4%.

Remaja yang kekurangan gizi, dalam kondisi memar dan hilang telinga itu kemudian dibebaskan pada 15 Desember. Ia ditemukan di sebuah stasiun yang tak lagi digunakan, menggigil saat hujan badai.

Sembilan pria akhirnya ditangkap. Dua orang dinyatakan bersalah dan dibui. Yang lain, termasuk kepala mafia Calabria dan dalang di balik penculikan itu, dibebaskan karena kurangnya bukti.

Setelah jadi korban penculikan, Getty III muda memilih gaya hidup bohemian, bebas. Itu yang kemudian membuatnya dikeluarkan dari sekolah.

Ia kerap mengunjungi klub malam, mengambil bagian dalam demonstrasi kiri, dan dilaporkan bekerja sebagai pembuat perhiasan, menjual lukisan, dan menjadi figuran dalam sebuah film. Sisa hidupnya bersinggungan dengan obat-obatan terlarang.

Dalam Today in History lainnya pada tanggal yang sama tahun 2013, Topan Haiyan, salah satu badai terkuat dalam sejarah menghantam wilayah Visayas di Filipina. Topan itu menewaskan 6.201 orang per 29 Januari 2014, dan dianggap sebagai topan paling mematikan yang melanda negara itu.

Sementara sebelumnya pada 8 November 1932, Franklin D. Roosevelt terpilih menjadi presiden Amerika Serikat ke-32. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini