Sukses

Ashley Kurpiel Buat Komunitas Curhat Walau Mobilitas Semakin Terbatas

Ashley Kurpiel adalah seorang penyandang disabilitas dengan gangguan Fibrodysplasia Ossificans Progressiva atau FOP.

Liputan6.com, Jakarta Ashley Kurpiel adalah seorang penyandang disabilitas dengan gangguan Fibrodysplasia Ossificans Progressiva atau FOP. Gangguan ini adalah kondisi di mana otot, ligamen, dan tendon perlahan berubah menjadi tulang.

Perempuan berusia 37 tahun ini bahkan tidak dapat melakukan banyak hal seorang diri. Seperti tampak pada tayangan Barcoft TV Born Different, tubuhnya kaku seperti kayu.

“FOP berdampak pada kehidupan saya sehari-hari setiap harinya. Saya tidak bisa memakai baju sendiri, mandi sendiri, menata rambut, butuh bantuan di dapur mendapat makanan karena saya tidak bisa menggapai barang,” ujar Ashley pada Barcoft TV.

Segala hal yang dibutuhkan ia dapat dengan bantuan sang ibu, Carol. Kondisi ini terus bertambah parah setiap tahunnya.

"Menggunakan WC, menggunakan alat makeup, mencuci pakaian, semuanya butuh bantuan,” kata Carol.

Empat tahun lalu, Ashley masih bisa berjalan dengan menggunakan satu tongkat. Ia dapat lebih mandiri dan mobilitasnya masih cukup baik. “Sekarang saya kehilangan semua mobilitas tubuh. Sulit menjadi orang dewasa yang bahkan tidak dapat merawat diri sendiri”.

Gangguan ini berawal ketika ia berusia 3 tahun. Ada benjolan besar di punggungnya yang telat, bahkan salah didiagnosis. Akibatnya, tangan dan bahu kanan harus diamputasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Membuat Grup Curhat

FOP benar-benar membuat mobilitas Ashley terbatas. Namun, di tengah keterbatasan tersebut ia masih mampu memberi manfaat bagi sekitar.

Pada 2018, ia membuat sebuah grup untuk para penyandang disabilitas karena amputasi. Grup amputasi ini diisi oleh 23 member aktif yang terdiri dari pria dan wanita, muda maupun tua.

Mereka rutin bertemu sekitar satu bulan satu kali. Biasanya pertemuan dilakukan di kafé atau rumah makan. Di sana mereka saling becerita dan mengisi satu sama lain.

Seluruh anggota seperti mendapat tempat mengadu. Mereka berpendapat tidak ada satu pun orang yang akan mengerti keadaan setelah amputasi selain orang-orang yang pernah diamputasi.

"Aku membuat ini, karena aku telah diamputasi sejak kecil. Hidup dengan amputasi seakan menjadi kehidupan normalku.Tapi orang-orang ini yang mendapatkan amputasi tidak sejak kecil membutuhkan dorongan,” pungkas Ashley.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini