Sukses

Mengenal Toxic Positivity dan Cara Menghindarinya Menurut Pakar

Toxic positivity adalah keyakinan bahwa orang harus memberikan putaran positif pada setiap dan semua pengalaman, terlepas dari rasa sakit emosional atau keadaan sulit individu.

Liputan6.com, Jakarta - Banyak dari kita sering berpikir untuk "tetap positif" dalam hidup. Mempertahankan sikap yang baik dan memiliki keyakinan bahwa segala sesuatunya akan berhasil bisa menjadi pola pikir yang produktif, mengendalikan kekhawatiran yang tidak perlu.

Tetapi ada kalanya cara berpikir seperti ini berbahaya bagi kesehatan mentalmu. Para ahli menjulukinya "Toxic positivity," yang sebaiknya Anda hindari.

"Toxic positivity adalah keyakinan bahwa orang harus memberikan putaran positif pada setiap dan semua pengalaman, terlepas dari rasa sakit emosional atau keadaan sulit mereka," kata psikolog klinis berlisensi, Holly Schiff, PsyD, yang berbasis di Greenwich, Connecticut, seperti mengutip dari Best Life, Senin (5/6/2023).

"Masalahnya adalah hal itu bisa membungkam emosi negatif, menghilangkan kesedihan atau kehilangan, dan membuat orang merasa tertekan untuk bahagia bahkan saat mereka sedang berjuang," sambungnya.

Terutama bagi mereka yang mengalami masa- masa sulit, toxic positivity bisa membatasi kemampuan seseorang untuk berbagi "emosi yang asli," karena mereka takut akan diabaikan dan diberi tahu bahwa mereka seharusnya bahagia.

Karena hidup tidak selalu sempurna, para ahli mengatakan penting untuk mengenali tanda-tanda pola tidak sehat ini, baik secara internal maupun eksternal.

Oleh karena itu, ketahui beberapa cara mengetahui toxic positivity dalam hidup Anda dan bagaimana menghindarinya menurut pakar.

1. Perhatikan proses berpikir Anda

Jika Anda menemukan bahwa Anda menyembunyikan emosimu yang sebenarnya dan cenderung menghindari masalahmu--atau jika Anda menemukan bahwa Anda melakukannya dengan orang lain--Anda bisa terpengaruh oleh toxic positivity.

"Itulah mengapa sangat penting untuk mengevaluasi proses berpikir Anda dan memastikan Anda tidak membatasi diri atau gagal mengatasi kenyataan," ucap terapis dan pemilik Konseling ADHD Pikiran Terfokus, Billy Roberts, LISW-S.

"Ada saat-saat dalam hidup ketika bersikap positif membantu, tetapi ketika pola pikir mengalahkan perasaan yang sebenarnya, itu bisa menjadi masalah," jelasnya.

Dalam hal ini, Abby Wilson, LCSW dan psikoterapis, menyarankan untuk menantang sistem keyakinan Anda.

"Untuk menghindari toxic positivity, saya merekomendasikan untuk memperhatikan setiap pemikiran yang mengatakan Anda harus mengatasinya atau fokus saja pada hal positif," katanya.

"Kadang-kadang berfokus pada hal positif bisa menimbulkan emosi positif, tetapi kami ingin memiliki keseimbangan yang sehat dalam mengakui hal positif dan menahan ruang untuk hal negatif jika diperlukan," sambungnya.

Lebih jauh lagi, perlakukan semua perasaan Anda--terutama yang sedih atau menyakitkan-- seperti hubungan Anda yang berharga.

"Dalam arti tertentu, kita semua berhubungan dengan perasaan kita," kata Roberts. "Mirip dengan hubungan dengan orang lain, jika kita membatalkan dan mengabaikannya, hubungan itu akan tegang. Di sisi lain, jika kita memvalidasi, mengakui dan mendukung mereka, hubungan itu sering membaik."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

2. Pahami bahwa emosimu normal

Kita semua juga menanggapi kesulitan dan situasi sulit secara berbeda, tetapi jika Anda menyangkal atau mengabaikan perasaan terkait Anda untuk mempertahankan pola pikir positif yang tidak pernah gagal, Anda melakukan lebih banyak kerugian daripada kebaikan.

"Sebagai manusia, sangat alami untuk mengalami kesedihan, kesepian, kemarahan dan lainnya. Kita harus mampu menahan ruang untuk emosi ini, mengekspresikan dan memprosesnya dengan cara yang sehat (termasuk dengan orang lain), dan menerima empati dan validasi sebagai imbalan," kata Wilson.

"Melihat emosi ini sebagai hal yang tidak bisa diterima tidak memungkinkan ruang yang diperlukan untuk memprosesnya dengan cara yang sehat," lanjutnya.

Schiff juga menekankan pentingnya mengakui emosimu daripada menekannya. "Ingatlah bahwa apa pun yang Anda rasakan baik-baik saja dan sepenuhnya normal," katanya.

"Menjadi sehat berarti menghadapi dan memahami semua perasaanmu--baik dan buruk," sambungnya.

Emosi itu rumit, dan Anda bisa merasakan beberapa hal sekaligus. Apa pun itu, bersikap "realistis" dan memahami bahwa Anda tidak salah karena merasakan hal tertentu adalah kuncinya.

 

3 dari 3 halaman

3. Istirahat dari media sosial

Media sosial dengan cepat telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi banyak dari kita. Individu menggunakannya untuk berbagi pembaruan kehidupan, berinteraksi dengan teman, atau sekadar menggulir untuk menghabiskan waktu.

Tetapi toxic positivity juga cenderung muncul di sini, di mana ada banyak akun yang mendorong Anda untuk berpikir positif atau "tetap kuat" jika Anda sedang mengalami sesuatu.

Menurut platform kesehatan mental BetterHelp, toxic positivity sulit dihindari di media sosial, tetapi Anda selalu bisa berhenti mengikuti atau menghapus akun atau teman yang tidak membuatmu merasa nyaman dengan diri sendiri.

Anda juga bisa melakukan "detoksifikasi" atau beristirahat dari pergaulan sama sekali dan berfokus untuk melakukan lebih banyak hal yang Anda sukai dan menghabiskan waktu bersama orang yang Anda sukai.

"Menghindari toxic positivity bisa berarti mengurangi aktivitas seperti penggunaan media sosial yang berlebihan," jelas Holmes. "Menjadi lebih sadar akan hubunganmu dan orang-orang di sekitarmu juga penting."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.