Sukses

Momentum Hari Ibu 2022: Kawal Pentingnya Peran Asi Ekslusif Bagi Ibu Pekerja

Melalui RUU KIA, hak kesehatan ibu pekerja turut terlaksana.

Liputan6.com, Jakarta - Hari Ibu menjadi penanda untuk mengapresiasi segala perjuangan ibu dalam memberikan yang terbaik bagi anak dan keluarganya. Atas jasanya, ibu tentu membutuhkan perlindungan, terutama bagi para ibu pekerja di luar sana.

Perlindungan ibu pekerja nyatanya tidak cukup hanya meliputi hak sosial, hukum, dan budaya, tetapi juga hak kesehatan yang fundamental di lingkungan kerja. Hak kesehatan ibu yang mencakup jumlah cuti hingga Air Susu Ibu (ASI) ekslusif pun turut masuk di dalamnya. 

Sayangnya, para ibu pekerja lebih mendominasi sektor informal, seperti buruh dan pekerjaan pabrik yang memiliki hak kesehatan rendah. Data BPS bahkan menunjukkan kenaikan angka ibu pekerja di Indonesia yang hampir mencapai angka 55 juta.

“Ibu pekerja mengalami risiko gangguan menstruasi dan reproduksi selama bekerja. Hanya 19% buruh yang berhasil memberikan asi ekslusif, ini seperti 2 dari 5 orang,” tutur Peneliti Collaborative Center (HCC) dan Pengajar Kedokteran Kerja FKUI, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK.

Dr. Ray menambahkan, peran cuti enam bulan akan mengoptimalkan asi ekslusif kepada ibu, yang juga memberikan kontribusi untuk produktivitas kerja. Tetapi, dengan belum disahkannya Rancangan Undang-Undang Kesehatan Ibu dan Anak (RUU KIA) menghambat hak kesehatan ibu pekerja karena masih terdapat anggapan bahwa cuti enam bulan adalah biaya bagi perusahaan.

Perlu diketahui bahwa cuti enam bulan justru merupakan investasi bagi perusahaan. Hal inilah yang juga perlu diperhatikan untuk dapat diterapkan di Indonesia. Bahkan, negara-negara Skandinavia sudah kian menerapkan cuti enam bulan berbayar yang berdampak positif bagi kualitas produktivitas ibu pekerja.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dukungan Hak Kesehatan dari Pihak Perusahaan

Untuk mengawal hak kesehatan ibu pekerja, perusahaan perlu memberikan fasilitas serta konsultasi laktasi bagi sang ibu.

Memaksimalkan promosi produksi laktasi di Indonesia dengan pemberian sertifikasi konselor laktasi di tempat kerja dapat menjadi salah satu upaya perusahaan mengoptimalkan hak kesehatan ibu.

Sertifikasi ini pun tak hanya ditujukan kepada dokter perusahaan, tetapi juga dapat ditujukan kepada Human Resource Department (HRD).

Tak hanya itu, edukasi bagi para karyawan juga diperlukan. Fasilitas ruang asi yang telah diberikan hanya boleh digunakan secara khusus oleh para ibu pekerja.

“Pemberian ruang laktasi yang private bagi sang ibu diperlukan, sebab setidaknya 50% ibu pekerja (buruh) menyusui di toilet karena ruang laktasi yang masih bersifat multifungsi,” ujar Dr. Ray.

3 dari 4 halaman

Keluarga Turut Memberi Dukungan

Tak hanya di ruang kerja, ranah keluarga juga perlu mengoptimalkan masa cuti enam bulan bagi sang ibu apabila RUU KIA sudah disahkan. Apabila suami mengambil cuti, cuti suami pun perlu ditujukan sebagai support system bagi sang ibu.

“Akan lebih efektif bila cuti suami dilakukan secara occasionally. Cuti suami penting, selama suami masih dapat bekerja dan berbagi peran,” ucap Dr. Ray.

“Konselor laktasi juga diberikan kepada suami sebagai support system yang menjelaskan peran suami. Peran suami hampir 94% efektif. Begitu pun sebaliknya, bila tidak didukung akan mengalami kegagalan dengan persentase yang sama,” tambahnya.

Ibu dari sang ibu juga memiliki peranan penting untuk mengawal anak dan menjadi support system yang diperlukan. Peran keluarga ini pun turut diatur dalam modul yang memberi penjelasan peran keluarga mengawal hak kesehatan ibu pekerja. 

4 dari 4 halaman

Urgensi Pengesahan RUU KIA

Tak hanya perlu disahkan, RUU KIA juga perlu didampingi oleh para akademisi dan ahli. Hal ini dikarenakan RUU KIA perlu dilengkapi dengan health economy, atau ekonomi kesehatan. Health economy pun juga harus diperkuat dengan riset dan evidence based medicine yang menunjukan tingkat keoptimalan cuti enam bulan bagi sang ibu.

“Dengan cuti enam bulan, produktivitas ibu pekerja menjadi lebih baik dan meningkat delapan kali lipat. Hal ini tentunya menjadi investasi bagi perusahaan, bukan cost (biaya). Cuti enam bulan juga memberikan klaim anak yang tidak mudah sakit, hingga berpengaruh pada penekanan stress dan tingkat hormon kortisol bagi ibu,” pungkas Dr. Ray.

Secara nyata, riset berbasis bukti juga telah membuktikan bahwa dengan cuti enam bulan dan asi ekslusif memberikan efek jangka panjang bagi sang ibu. Mencakup periode haid yang panjang dan berkualitas, stress post-partum yang baik, dan kebugaran ibu, indikator ini juga berdampak bagi tumbuh kembang anak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.