Sukses

Studi Sebut Penyebab Pria Sulit Menahan Amarah, Apa Itu?

Pernyataan yang menyebutkan pria cenderung lebih pemarah dibandingkan wanita telah menjadi stigma umum yang beredar di masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan yang menyebutkan pria cenderung lebih pemarah dibandingkan wanita telah menjadi stigma umum yang beredar di masyarakat. Menanggapi pernyataan tersebut, studi membuktikan ini bukanlah inti persoalannya.

Namun, hal tersebut juga tidak sepenuhnya salah. Sebab, rata-rata pria cenderung mengekspresikan kemarahannya melalui tindakan outward aggression, seperti meninggikan suara, mengumpat, atau melakukan kekerasan fisik.

Tindakan yang dilakukan ini yang membuat pria tampak lebih pemarah dibandingkan wanita. Akan tetapi, hal ini tidak membuat amarah yang dialami wanita lebih rendah daripada pria.

Sebelum membahas lebih lanjut, penggunaan kata "pria" dan "wanita" dalam artikel ini mengacu pada istilah yang dimiliki seseorang saat lahir.

Hasil studi yang dilakukan para peneliti di Universitas Southwest Missouri State menunjukkan secara konsisten, wanita mengalami kemarahan sama intensnya dengan pria. Mereka melakukan survei pada 200 pria dan wanita, yang menunjukkan keduanya sama-sama sering bertindak atas amarahnya.

Perbedaan utamanya adalah pria cenderung kurang efektif dalam menahan amarahnya, sedangkan wanita sanggup mengendalikan respons impulsif yang disebabkan rasa marah.

Amarah merupakan emosi primitif yang dikendalikan sebuah bagian kecil di dalam otak. Bagian ini disebut sebagai Amigdala. Wilayah otak inilah yang bertanggung jawab untuk meregulas emosi, seperti rasa takut, cemas, dan marah.

Rasa marah mengakibatkan perubahan fisiologis jangka pendek dalam tubuh, yang dapat berkontribusi terhadap masalah kesehatan lain dari waktu ke waktu bagi pria.

Oleh karena itu, mengekspresikan dan mengomunikasikan amarah untuk meredakannya dengan cara yang sehat, mampu meminimalkan risiko-risiko tersebut dan juga bermanfaat bagi kondisi mental.

Beberapa penyebab umum munculnya rasa marah, yaitu stres atau kecemasan, frustasi, masalah di lingkungan sekitar, sampai urusan keuangan.

Setiap makhluk dapat merasakan amarah. Namun, yang membedakan adalah cara mereka mengekspresikan, menyalurkan, dan menangani rasa tersebut.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perbedaan Pengaruh Amarah Pria dan Wanita

Faktor timbulnya rasa marah pada pria dan wanita umumnya sama, yaitu stres, masalah keluarga, dan masalah keuangan.

Namun, yang membedakan kemarahan pria adalah respons dari mereka yang merasa sisi maskulinitasnya terancam.

Studi dari Universitas Pennsylvania State menemukan, ancaman ini mengakibatkan ketidaknyamanan di depan umum, kemarahan, dan ideologi tentang dominasi pria atas wanita.

Sebagian hasil penelitian ini dapat menjelaskan perbedaan pria dan wanita dalam mensosialisasikan cara mereka berpikir tentang maskulinitas dan untuk memproses dan mengekspresikan kemarahan.

Kemarahan sendiri merupakan emosi yang sering ditampilkan oleh sifat maskulin. Pria akan cenderung lebih sedikit berbicara mengenai amarahnya, tetapi lebih sering melampiaskan apa yang dirasakannya.

Di sisi lain, cara ini membuat pria tidak akan menyimpan perasaan tersebut dalam waktu yang lama.

Hasil penelitian seiring waktu menunjukkan perkembangan cara pria dan wanita dalam mengekspesikan kemarahan mereka. Pada studi di 2021 menunjukkan, apa yang seseorang alami dapat menyebabkan perubahan fisik terhadap struktur otak.

Ini membuat perbedaan amarah pria dan wanita menjadi kurang jelas dipengaruhi oleh bawaan psikologis atau perbedaan gender dalam sosialisasi.

3 dari 4 halaman

Kondisi yang Menyebabkan Munculnya Rasa Marah

Semua individu dapat merasakan amarah. Ada berbagai macam pengaruh munculnya rasa marah. Selain itu, amarah juga dibedakan berdasarkan intensitas, tipe, dan cara mengekspresikannya.

Secara umum, rasa marah diekspresikan melalui tiga cara, yaitu outward, inward, dan passive. Outward merupakan cara mengekspresikan amarah secara eksternal, seperti berteriak, mengumpat, melempar barang, sampai tantrum.

Sementara inward merupakan tipe amarah yang diekspresikan secara internal kepada diri sendiri. Hal ini bisa berbentuk seperti self-talk negatif, mengisolasi diri hingga melukai diri sendiri.

Passive adalah tipe mengekspresikan amarah yang dilakukan secara tidak langsung melalui tindakan halus, seperti merajuk, bersikap sarkastik, dan melakukan silent treatment.

4 dari 4 halaman

Bagaimana Amarah Mengubah Cara Berpikir

Rasa marah dapat memengaruhi cara seseorang dalam memandang risiko. Hasil studi dari Universitas La Verne menemukan bahwa amarah juga bisa membuat seseorang menjadi impulsif hingga meremehkan kemungkinan hasil yang buruk.

Amarah nyatanya juga dapat memengaruhi dinamika kelompok. Ketika seseorang merasa marah, ia cenderung berpikir negatif hingga mulai berprasangka terhadap orang di sekitarnya.

Studi tersebut juga menyebutkan, orang yang sedang merasa marah biasanya membutuhkan subjek untuk disalahkan. Ini pun berpotensi membuat orang lain merasa tersinggung dengan sikap yang ditunjukkan orang yang sedang marah.

Meskipun memiliki catatan sebagai faktor negatif, amarah juga bisa memberikan dorongan motivasi yang kuat pula.

Seorang psikolog Amerika telah melakukan penelitian terhadap hal ini. Hasilnya menunjukkan, mengekspesikan amarah secara eksternal melalui ekspresi wajah dan penekanan suara dapat menarik perhatian orang lain sehingga turut merasakan apa yang dirasakannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.