Sukses

Fakta-Fakta Temuan Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun Libatkan 460 Pejabat di Kemenkeu

Satu per satu transaksi mencurigakan pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diungkap ke publik. Tak tanggung-tanggung nilainya mencapai Rp 300 triliun. Simak fakta-faktanya.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang adanya transaksi mencurigakan dengan angka fantastis sebesar Rp 300 triliun di kalangan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bikin heboh masyarakat.

Informasi ini diungkapkan Menteri Koodinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud Md. Ia menyebut bahwa transaksi mencurigakan itu melibatkan 460 orang di lingkungan Kemenkeu.

"Itu sudah dari 2009 sampai 2023, ada laporan lebih, itu tidak kemajuan informasi. Sudah diakumulasi semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu. Yang akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp 300 triliun. Tapi, sejak tahun 2009," ujar Mahfud Md dilansir dari Kanal News Liputan6.com, Kamis (9/3/2023).

Meski transaksi mencurigakan itu sudah terendus sejak 2009 oleh Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK), namun belum juga ditindaklanjuti oleh Kemenkeu.

"Sejak 2009, karena laporan tidak diupdate tidak diberi informasi, respons. Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus. Kayak yang Rafael, Rafael itu kasus sudah dibuka, lho ini sudah dilaporkan dulu kok didiemin, baru sekarang," kata Mahfud.

Meski demikian, Mahfud mengapreasiasi gerak cepat Menkeu Sri Mulyani dalam menghadapi polemik ini. Sri Mulyani bahkan langsung memecat Rafael Alun Trisambodo.

"Menurut saya, saya sangat hormat dan salut pada Bu Sri Mulyani yang begitu hebat itu, untuk membersihkan itu, sudah lama, mengambil tindakan cepat, tapi menumpuk sebanyak itu, karena bukan Sri Mulyani itu, ganti menteri sudah empat kali sejak 2009, enggak bergerak dan keirjenan baru memberi laporan kalau dipanggil kali," kata Mahfud.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Berawal dari Transaksi Mencurigakan Rp 500 Miliar Eks Pejabat Pajak Rafael Alun Trisambodo

Munculnya kabar transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun tak lepas dari kasus pamer harta yang dilakukan keluarga eks pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo.

Beberapa waktu lalu, putra Rafael yakni Mario Dandy terlibat kasus penganiayaan terhadap David Ozora. Mario ternyata kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial dan baru diketahui bahwa dia anak dari Rafael Alun Trisambodo, yang ketika itu merupakan pejabat Ditjen Pajak.

Rafel Alun Trisambodo kemudian dicurigai memiliki harta yang tidak sesuai dengan profilnya sebagai Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jakarta. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Rafael Alun Trisambodo memiliki harta sebesar Rp 56,10 miliar.

Belakangan PPATK menemukan transaksi mencurigan di 40 rekening terkait Rafel Alun Trisambodo. Nilai bahkan mencapat Rp 500 miliar. 40 rekening tersebut kemudian diblokir PPATK.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menjelaskan, rekening yang dibekukan terdiri atas rekening pribadi Rafael Alun, keluarga termasuk putranya Mario Dandy Satrio dan perusahaan atau badan hukum.

Ivan menegaskan, angka Rp500 miliar itu merupakan nilai mutasi rekening selama tiga tahun terakhir, bukan nilai dananya.

"Lebih dari 40 rekening yang diblokir," ujarnya.

Pemblokiran itu, kata dia, diduga berkaitan dengan indikasi pencucian uang yang dilakukan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tersebut.

 

3 dari 4 halaman

Reaksi Kemenkeu Temuan Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun Libatkan 460 Pejabat

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespons temuan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun yang diduga melibatkan 460 pejabatnya. Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Awan Nurmawan mengatakan, pihaknya akan terus melakukan upaya pencegahan.

"Memang pencegahan ini harus dipertajam," ujar Awan saat konferensi pers yang dikutip dari merdeka.com pada Kamis (9/3/2023).

Tahap pencegahan yang dimaksud yaitu pimpinan unit harus mampu melakukan skrining profil pegawainya, serta mengetahui risiko pegawai di unit kantor tersebut.

Awan menambahkan, pencegahan yang bisa dilakukan pimpinan unit yaitu memantau aktivitas keseharian pegawai bawahannya.

Selain itu, Awam menilai, informasi publik di media sosial turut andil memperkuat upaya pencegahan sekaligus pemantauan pegawai Kementerian Keuangan.

"Kalau zaman sekarang, kami pembelajaran sangat efektif pengawasan-pengawasan yang dilakukan masyarakat itu seperti di medsos, media ini juga akan melengkapi atau mengkonfirmasi terhadap data-data yang kita miliki atau bisa juga mentrigger," tambah dia.

 

4 dari 4 halaman

KPK Ungkap Modus Penerimaan Suap Pegawai Pajak

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus modus penerimaan suap dan gratifikasi sejumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) melalui perusahaan konsultan pajak. Modusnya yakni kepemilikan saham di perusahaan konsultan pajak.

Sejauh ini, lembaga antirasuah telah mengantongi data dan informasi sekitar 134 pegawai pajak memiliki saham di 280 perusahaan. Hal ini berdasarkan hasil analisis database Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara (LHKPN). Saat ini KPK sedang mendalami hal tersebut.

"Khusus data ini, kita dalami 280 perusahaan. Ini yang berisiko kalau perusahaannya konsultan pajak," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam keterangannya, Kamis (9/3/2023).

Pahala menyebut, hal ini ditelisik KPK lantaran kepemilikan saham pada perusahaan konsultan pajak rentan dengan konflik kepentingan dengan posisinya sebagai pegawai pajak.

"Pekerjaan saya pegawai pajak, tapi saya punya saham di konsultan pajak, itu yang kita dalami. Jadi itu yang kita dapat dari data LHKPN kita. Nanti akan kita sampaikan ke Kemenkeu juga untuk didalami 134 orang ini, sambil kita lihat juga bagaimana profil dan kekayaannya," kata Pahala.

Namun, Pahala saat ini belum mau mengungkap detail ratusan perusahaan dan pegawai pajak tersebut. Jika dilihat dari namanya, kata Pahala, perusahaan ini berasal dari berbagai jenis unsur.

"Yang berisiko kalau perusahaan itu konsultan pajak atau konsultan. Bukan berarti yang lain enggak berisiko, berisiko juga, tapi ini yang paling tinggi risikonya," kata Pahala.

Pahala kemudian menjelaskan, "kira-kira jalannya begini, apa sih risiko dari pegawai pajak? Dia berhubungan dengan wajib pajak dan risiko korupsinya, dia menerima sesuatu dengan wewenangnya, kan dia punya wewenang dan jabatan. Kenapa kita bilang berisiko konsultan pajak? Karena dengan wewenangnya dia bisa menerima sesuatu."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.