Sukses

Cek Fakta: Tidak Benar Kutipan Anies Baswedan Sebut Korupsi Sebagai Sebuah Kreativitas

Beredar di media sosial kutipan yang disebut dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait korupsi sebagai sebuah kreativitas.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial kutipan yang disebut dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait korupsi sebagai sebuah kreativitas. Postingan itu ramai dibagikan sejak awal pekan kemarin.

Salah satu akun yang mengunggahnya bernama Teddy Mulya. Dia mempostingnya di Facebook pada 19 April 2021.

Dalam postingannya terdapat gambar Anies Baswedan dengan narasi:

"Anies menyebut Korupsi sebagai sebuah Kreativitas. Namun, kita juga selalu menghadapi situasi di mana kreativitas itu muncul. Kreativitas belum tentu berdasarkan keserakahan, belum tentu berdasarkan kebutuhan, bisa jadi karena sistem," pungkas Anies."

Lalu postingan tersebut juga disertai narasi: "Berarti kalo nggak korupsi nggak kreatif, kata si Anis ya...."

Lalu benarkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan kutipan terkait korupsi sebagai sebuah kreativitas seperti postingan di atas?

 

Saksikan video pilihan berikut ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dan menemukan artikel berjudul "Anies: Ada 3 Unsur Penyebab Korupsi yaitu Kebutuhan, Keserakahan dan Sistem" yang tayang di Merdeka.com 8 April 2021.

Dalam artikel tersebut Anies Baswedan memang berbicara tentang korupsi namun dengan konteks maraknya korupsi yang terjadi saat pandemi. Berikut isi artikel selengkapnya:

"Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyoroti isu korupsi yang belakangan tetap marak terjadi saat pandemi. Anies menyebut koruptor memiliki tingkat kreativitas yang luar biasa. Koruptor, kata Anies, mampu membuat suatu terobosan dalam melakukan praktik korupsi.

"Ada setidaknya tiga unsur penyebab munculnya korupsi, yaitu korupsi karena kebutuhan, keserakahan dan sistem. Korupsi karena kebutuhan diselesaikan dengan memberikan pendapatan yang cukup untuk hidup layak," kata Anies.

Hal itu dia ungkapkan dalam diskusi bertema 'Membedah Praktik Korupsi Kepala Daerah' yang diselenggarakan Diksi Milenial Yogyakarta, Kamis (8/4). Anies sebagai pembicara hadir secara virtual dihadapan puluhan mahasiswa yang mengikuti seminar.

Anies mencontohkan apabila kebutuhan hidup layak tidak bisa dipenuhi di tempat seseorang bekerja, maka tanggung jawab kebutuhan di rumah harus diselesaikan dengan mencari peluang lain guna menutupnya. Anies mengatakan bila kewenangan yang dimiliki seseorang dipandang sebagai cara untuk mendapatkan pendapatan tambahan, maka menjadi masalah.

"Misalnya kebutuhan hidupnya Rp10 juta selama satu bulan. Sedangkan pendapatannya Rp7 juta sebulan. Maka selisih Rp3 juta ini bisa diambil lewat kewenangan yang dimiliki," ungkap Anies.

"Solusinya adalah meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhannya tertutup. Alhamdulillah di Jakarta solusinya adalah dengan pendapatan ASN dibuat setara dengan pendapatan bagi kegiatan-kegiatan lain yang ada di Jakarta. Intinya dibuat cukup, jangan sampai kurang," imbuh Anies.

Sementara faktor korupsi yang kedua disebut Anies adalah keserakahan. Anies menilai keserakahan tak punya batas dan ujung.

"Serakah itu sesuatu yang tidak ada ujungnya. Cara menghadapinya adalah dengan hukuman yang berat, sanksi yang tegas, sanksi yang tidak pandang bulu," tegas Anies.

Sedangkan faktor ketiga adalah sistem. Anies menjabarkan jika sistem ini bukan karena kebutuhan dan keserakahan. Sistem yang buruk dinilai bisa menjadi faktor terjadinya korupsi.

"Karena proses yang dikerjakannya, kondisi yang dihadapinya bisa membuat dirinya dinilai bahkan terjebak di dalam praktik korupsi," tutur Anies.

Untuk membentengi dari korupsi yang tercipta karena sistem, sambung Anies, di Jakarta telah dilakukan pencegahan. Pencegahan ini dilakukan dengan melakukan smart planning, smart budgeting, smart procurement.

"Jadi mulai perencanaan sudah didigitalisasi. Saat penganggaran diteruskan sistem digital. Pengadaan juga begitu. Digitalisasi semua level biar bisa nengendalikan praktik di lapangan," papar Anies.

Anies mengungkap di Jakarta, dirinya berusaha menetapkan lima kesepakatan yang diamini bersama untuk pengelolaan pemerintahan yakni integritas, akuntabel, kolaboratif, inovatif dan berkeadilan. Anies menuturkan kesepakatan tersebut terus dikomunikasikan dalam setiap gerak pemerintahan sehingga menjadi bentuk kebudayaan yang mengakar.

"Memang tidak sehari dua hari jadi ini ya. Karena kebiasaan itu harus berlangsung terus-menerus untuk menjadi budaya. Budaya itu tidak bisa muncul dalam sehari," urai Anies.

Anies mengaku menemui beberapa kondisi karena koruptor dinilai memiliki kreativitas luar biasa dalam melakukan aksi, terutama untuk penyebab karena keserakahan dan sistem. DKI Jakarta, ucap Anies kini tengah melakukan smart planning dalam melakukan berbagai pengadaan baik barang atau jasa untuk mencegah praktik korupsi.

"Kami juga punya pengawas yang disebut KPK ibukota. Ini juga memiliki fungsi pencegahan agar korupsi tidak terjadi di Jakarta," tuturnya.

Dia menambahkan jika sebagai pemimpin kerap kali menemui situasi yang dilematis, hal ini kadang membuat para pemimpin terjebak dalam kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat.

"Kadang ada dilema yang dialami pemimpin. Yakni kadang harus mengambil keputusan yang baik untuk masyarakat namun cara prosedurnya kurang benar. Di sisi lain kadang prosedurnya benar hanya kurang baik untuk masyarakat. Di sini pemimpin harus ambil langkah. Kadang kita harus mengambil keputusan dalam dua situasi itu," kata Anies.

Sedangkan menurut Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Totok Dwi Diantoro, situasi yang terjadi saat ini memang memperlihatkan situasi di mana pemerintah kerap kali menelurkan kebijakan berseberangan dengan aspirasi masyarakat. Totok menyebut pihaknya melihat adanya beberapa indikasi di antaranya pembangunan infrastruktur yang tak sesuai sasaran serta peraturan undang-undang yang dirasa tidak tepat.

"Penentuan prioritas pembangunan yang tak inline dengan aspirasi masyarakat. Misalnya pembangunan bandara mangkrak, yang justru menjadi kerugian. Misalnya juga perijinan yang njlimet, namun justru sayangnya direspon dengan terbitnya Omnibuslaw. UU Cipta Kerja misalnya digunakan untuk menyederhanakan perijinan tapi justru mempengaruhi lingkungan hidup," terang Totok.

Totok mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya kembali pada semangat integritas, jujur serta berupaya menghindari kemungkinan konflik kepentingan. Selain itu Totok menjabarkan jika pengawasan terhadap korupsi perlu selalu dilakukan.

"Di sini peran pengawasan menjadi sangat penting, karena korupsi muncul setelah ada kewenangan besar, diskresi yang tidak ada pengawasan," tutup Totok."

Selain itu ada juga artikel berjudul "Anies: Pemimpin Harus Punya Gagasan untuk Intoleransi terhadap Korupsi" yang tayang di Liputan6.com 9 April 2021. Dalam artikel tersebut juga terdapat penjelasan Anies Baswedan terkait korupsi.

"Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, seorang pemimpin seharusnya memiliki rangkaian jenjang berupa gagasan, narasi, dan aksi. Dengan tiga jenjang tersebut, justru memudahkan Pemprov mengendalikan perilaku korupsi.

"Ini juga yang kita lakukan ketika menghadapi praktik korupsi jadi satu sisi kita siapkan sistem yang baik, satu sisi kita siapkan pencegahan yang baik, tapi kita juga akan selalu menghadapi situasi di mana kreativitas itu muncul," kata Anies saat menyampaikan sambutan dalam diskusi virtual, Kamis (8/4/2021).

Anies menjelaskan alasan seorang pemimpin perlu memiliki tiga gagasan sebagai formulasi apik untuk menekan perilaku rasuah. Melalui gagasan, seorang pemimpin akan membentuk satu sistem tepat mengendalikan angka korupsi.

Dengan sistem yang dibangun, kata Anies, perlu ada narasi sebagai penguat bahwa pemerintahan tersebut tidak mentolerir kasus korupsi. Sebab, menurutnya, pemerintah telah membuat sistem sebagai standar ada tidaknya perilaku korupsi oleh para abdi negara.

"Bila ada kejadian (korupsi) misalnya, maka langkah yang dilakukan Pemprov sederhana. Yang bersangkutan diberhentikan, diganti, proses hukum dijalankan, dan tidak ada toleransi sedikitpun kepada siapapun yang terlibat dalam praktek ini, khususnya di Jakarta," jelasnya.

Anies menyebutkan sistem yang dibentuk Pemprov DKI melihat penyebab terjadinya kasus korupsi. Pertama, karena kebutuhan. Kedua, keserakahan. Ketiga karena sistem.

Dari ketiga masalah itu, kata Anies, pihaknya telah membentuk solusi menyesuaikan potensi penyebab korupsi, agar ketika seorang pejabat publik melampaui standar dari sistem tersebut secara tegas dapat segera diberhentikan.

"Kalau taat pada sistem harusnya aman," ujarnya."

Ada juga artikel berjudul "Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan : Waspada, Koruptor Punya Tingkat Kreativitas Luar Biasa" yang tayang 8 April 2021. Anies menjelaskan koruptor yang kreatif harus diwaspadai.

Berikut isi artikelnya:

"Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hadir secara daring dalam Serial Diskusi Membedah Praktik Korupsi Kepala Daerah yang diselenggarakan Diksi Milenial Yogyakarta di Grand Tjokro Gejayan, Kamis (8/4/2021).

Di hadapan puluhan mahasiswadari perwakilan berbagai organisasi kampus di DIY serta sejumlah pembicara seperti Guru Besar FH UNS Prof Pujiyono Suwadi, Ketua Pukat UGM Totok Dwi Diantoro dan Ahli Hukum Pidana FH UII Dr Mahrus Ali, Anies menyorot soal isu korupsi yang belakangan tetap marak saat pandemi.

Anies menyebut koruptor memiliki tingkat kreativitas yang luar biasa. Mereka mampu membuat suatu terobosan-terobosan dalam melakukan praktik korupsi sehingga perlu diwaspadai.

“Ada setidaknya tiga unsur penyebab munculnya korupsi, yaitu korupsi karena kebutuhan, keserakan dan sistem. Menurutnya, korupsi karena kebutuhan diselesaikan dengan memberikan pendapatan yang cukup untuk hidup layak,” kata Anies.

Anies mengatakan jika kebutuhan hidup layak tidak bisa dipenuhi di tempat dia bekerja, maka tanggung jawab di rumah yang harus ditunaikan dia harus cari peluang lain untuk bisa nenutup kebutuhannya.

Anies mengatakan, bila kewenangan yang dimiliki dipandang sebagai cara untuk mendapatkan pendapatan tambahan maka menjadi masalah. Misalnya kebutuhan hidupnya Rp10 juta selama satu bulan sedangkan pendapatannya Rp7 juta sebulan, maka selisih Rp3 juta ini bisa diambil lewat kewenangan yang dimiliki.

“Solusinya adalah meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhannya tertutup. Alhamdulillah di Jakarta solusinya adalah dengan pendapatan ASN dibuat setara dengan pendapatan bagi kegiatan-kegiatan lain yang ada di Jakarta. Intinya dibuat cukup, jangan sampai kurang,” katanya.

Anies mengatakan, unsur kedua yaitu keserakahan ini tidak ada batasnya. “Serakah itu sesutu yang tidak ada ujungnya. Cara menghadapinya adalah dengan hukuman yang berat, sanksi yang tegas, sanksi yang tidak pandang bulu,” katanya.

Anies mengatakan, untuk unsur ketiga adalah sistem. Menurutnya sistem ini bukan karena kebutuhan dan keserakahan. “Tapi karena proses yang dikerjakannya, kondisi yang dihadapinya bisa membuat dirinya dinilai bahkan terjebak di dalam praktik korupsi,” katanya.

Anies mengatakan, untuk di Jakarta telah dilakukan pencegahan dengan melakukan smart planning, smart budgeting, smart procurement. “Jadi mulai perencanaan sudah didisgitalisasi, saat penganggaran disteruskan sistem digital. Pengadana juga begitu. Digitalisasi semua level biar bisa nengendalikan praktik di lapangan,” katanya.

Anies mengungkap bawasanya di Jakarta ia berusaha menetapkan lima kesepakatan yang diamini bersama untuk pengelolaan pemerintahan yakni integritas, akuntabel, kolaboratif, inovatif dan berkeadilan. Menurut Anies, kesepakatan tersebut terus dikomunikasikan dalam setiap gerak pemerintahan sehingga menjadi bentuk kebudayaan yang mengakar.

“Memang tidak sehari dua hari jadi ini ya, karena kebiasaan itu harus berlangsung terus-menerus untuk menjadi budaya. Budaya itu tidak bisa muncul dalam sehari,” ungkapnya.

Anies mengaku menemui beberapa kondisi karena koruptor dinilai memiliki kreativitas luar biasa dalam melakukan aksi, terutama untuk penyebab karena keserakahan dan sistem. DKI kini tengah melakukan smart planning dalam melakukan berbagai pengadaan baik barang atau jasa untuk mencegah praktik korupsi.

“Kami juga punya pengawas yang disebut KPK ibukota. Ini juga memiliki fungsi pencegahan agar korupsi tidak terjadi di Jakarta,” tandasnya.

Di hadapan mahasiswa, Anies juga menceritakan bawasanya pemimpin kerap kali menemui situasi yang dilematis. Hal ini kadang membuat para pemimpin terjebak dalam kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat.

“Kadang ada dilema yang dialami pemimpin, yakni kadang harus mengambil keputusan yang baik untuk masyarakat namun cara prosedurnya kurang benar. Di sisi lain kadang prosedurnya benar hanya kurang baik untuk masyarakat. Di sini pemimpin harus ambil langkah. Kadang kita harus mengambil keputusan dalam dua situasi itu,” kata dia.

Ketua Pukat UGM, Totok Dwi Diantoro mengatakan situasi yang terjadi saat ini memang memperlihatkan situasi di mana pemerintah kerap kali menelurkan kebijakan berseberangan dengan aspirasi masyarakat. Pukat melihat adanya beberapa indikasi di antaranya pembangunan infrastruktur yang tak sesuai sasaran serta peraturan undang-undang yang dirasa tidak tepat.

“Penentuan prioritas pembangunan yang tak inline dengan aspirasi masyarakat. Misalnya pembangunan bandara mangkrak, yang justru menjadi kerugian. Misalnya juga perijinan yang njlimet, namun justru sayangnya direspon dengan terbitnya Omnibuslaw. UU Cipta Kerja misalnya digunakan untuk menyederhanakan perijinan tapi justru mempengaruhi lingkungan hidup,” tandas dia.

Pukat UGM mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya kembali pada semangat integritas, jujur serta berupaya menghindari kemungkinan konflik kepentingan. “Di sini peran pengawasan menjadi sangat penting, karena korupsi muncul setelah ada kewenangan besar, diskresi yang tidak ada pengawasan,” pungkas Totok."

Sumber:

https://www.merdeka.com/peristiwa/anies-ada-3-unsur-penyebab-korupsi-yaitu-kebutuhan-keserakahan-dan-sistem.html

https://www.liputan6.com/news/read/4527438/anies-pemimpin-harus-punya-gagasan-untuk-intoleransi-terhadap-korupsi?source=search

https://www.jogjagrid.com/2021/04/gubernur-dki-jakarta-anies-baswedan.html

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Postingan yang menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan kutipan terkait korupsi sebagai sebuah kreativitas adalah tidak benar. Faktanya kutipan tersebut telah dipotong dan dipelintir.

Anies Baswedan sendiri justru menyebut kreativitas koruptor harus diwaspadai.

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.