Sukses

Cek Fakta: Tinta Cumi Haram Dimakan? Simak Faktanya

Beredar klaim yang menyebut tinta hitam pada cumi haram dimakan, benarkah? Cek fakta sebelum percaya!

Liputan6.com, Jakarta - Beredar klaim tinta hitam pada cumi haram dimakan.

Klaim tersebut merupakan unggahan foto akun Facebook Afrizal Muhammad Burhan, yang berisi tulisan sebagai berikut:

"Cairan hitam yang ditemukan oada sebagi mahluk laut dan bukan merupakan daging ataupun darah dihukum najis. Sebab teks dalam kitab Tuhfan menegaskan bahwa sesungguhnya setiap sesuatu yang berada di bagian dalam sesuatu yang bukan termasuk dari juz (juz/organ) hewan dan dihukumi najis, tersemasuk cairaan hitam ini, karena alasan yang telah dijelaskan. Sebab cairan hitam ini sejatinya adalah darah atau serupa (dengan darah0," (Syekh Abdurrahman bin Muhammad Ba'lawim Bughyah al-Mustarsyidin, hal.15)"

Unggahan foto tersebut diberikan keterangan sebagai berikut:

"Astgfirullah makanan favorit dari kecil, ternya cmn haram😨😩😰"

Foto yang diunggah, pada 19 Mei 2020 tersebut telah dibagikan sebanyak 1.900 kali dan 252 komentar.

Benarkah tinta hitam pada cumi haram dimakan? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim tinta hitam pada cumi haram dimakan, menggunakan Google Search dengan kata kunci 'cairan hitam pada binatang laut haram'.

Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Heboh Tinta Cumi Dianggap Najis dan Haram Dimakan, Apa Benar?" yang dimuat situs food.detik.com, pada 31 Mei 2020.

Situs tersebut menyatakan, daging cumi maupun cairan hitam pada cumi sebenarnya halal dimakan. Di sini juga ditegaskan kalau tinta hitam cumi bukanlah najis.

Ada beberapa penjelasan yang disertai dalil sahih soal menyantap hewan laut, termasuk salah satunya adalah cumi. Umat muslim diperbolehkan makan hewan laut, bahkan bangkai hewan laut pun tetap boleh dikonsumsi.

"Laut itu suci airnya dan halal bangkainya" [Silsilah Al Ahadits Al Shahihah no. 480]

Apabila bangkainya saja halal, maka apa yang terkandung di dalam bangkai tersebut juga halal. Jadi tinta hitam cumi yang berada di dalam cumi pun juga halal.

Dalam Alquran surah Al Maidah juga dijelaskan kalau hewan laut halal dimakan. Ada dalil lainnya, yaitu cumi termasuk hewan buruan laut. Hewan buruan laut itu hukum asalnya halal.

"dihalalkan bagimu buruan laut dan makanan yang ada di laut" (QS. Al Maidah: 96).

Penelusuran juga mengarah pada artikel berjudul "Tinta Hitam Cumi-cumi Nikmat, Benarkah Najis Haram Dimakan?" yang dimuat situs republika.co.id.

Dalam artikel tersebut, Kyai Thaifur Ali Wafa, seorang ulama kontemporer asal Madura yang dalam kitabnya menjelaskan sebagai berikut:

ـ (مسألة: ث) السواد الذي يوجد في بعض الحيتان مما اختلف فيه هل هو من الباطن فيكون نجسا أو لا فيكون طاهرا, فينبغي للعاقل أن يتحققه لأنّ هذا مما يتعلّق بالعيان. قلت: يعني أنّ هذا السواد إذا كان من الباطن فهو أشبه بالقيئ فيكون نجسا وإلّا فهو أشبه باللعاب فيكون طاهرا. وقد قال بعض مشايخنا: أنّ هذا السواد شيء جعله الله لصاحبه ترسا يتترس به عن كبار الحيتان فإذا قصده حوت كبير ليأكله أخرج هذا السواد فاختفى به عنه فلا يقاس بالقيئ ولا باللعاب لكونه خاصا له بهذه الخصوصية ويكون طاهرا والله أعلم

“Warna hitam yang ditemukan di sebagian jenis ikan merupakan sebagian persoalan yang diperselisihkan apakah termasuk kategori cairan yang keluar dari bagian dalam ikan sehingga tergolong najis, atau bukan dari bagian dalam sehingga dihukumi suci. Hendaknya bagi orang yang berakal agar mengkaji secara rinci permasalahan ini karena termasuk suatu hal yang berhubungan dengan realitas. Aku (pengarang) berkata cairan hitam ini jika memang berasal dari bagian dalam maka lebih serupa dengan muntahan sehingga dihukumi najis, jika tidak dari dalam maka serupa dengan air liur sehingga dihukumi suci.

Sebagian guruku pernah berkata: “Cairan hitam ini merupakan sesuatu yang diciptakan oleh Allah pada hewan yang memilikinya untuk dijadikan tameng agar dapat berlindung dari makhluk laut yang lebih besar. Ketika terdapat makhluk laut besar yang akan memangsanya maka ia mengeluarkan cairan hitam ini agar dapat bersembunyi. Maka cairan hitam ini tidak dapat disamakan dengan muntahan ataupun air liur, sebab cairan hitam ini adalah sesuatu yang menjadi ciri khas hewan ini, sehingga dihukumi suci” (Syekh Thaifur Ali Wafa, Bulghah At Thullab, hal 106)

Pendapat manakah yang sebaiknya dipilih? Untuk menjawabnya, mari kita kaji soal najis ini secara lebih terperinci melalui prinsip-prinsip penentuan najis berikut:

1. Penentuan barang najis pada dasarnya adalah ta’abbudi (menyangkut ketaatan ibadah, bukan sesuatu yang rasional) sehingga tidak bisa ditambah atau dikurangi. Tentang cairan hitam cumi, tak ada teks dari Alquran atau pun hadits yang menyebutkannya secara khusus.

2. Ada ketentuan umum bahwa segala sesuatu yang muncul dari proses pengolahan biologis oleh tubuh adalah najis. Misalnya kencing, berak, dan muntah. Hasil olah biologis ini disebut sebagai proses istihalah di mana makanan dan minuman diubah menjadi hal-hal tersebut di atas oleh organ tubuh dalam (organ pencernaan). Banyak ulama yang mengistilahkan hasil istihalah ini sebagai “sesuatu yang keluar dari dua jalan” sebab lumrahnya merupakan sisa makanan yang keluar dari kelamin atau dubur.

3. Hasil istihalah yang disepakati kenajisannya adalah yang melibatkan organ pencernaan (lambung dan usus) dan juga darah. Istihalah atau perubahan makanan menjadi hal lain yang tanpa melibatkan organ pencernaan, hukumnya diperselisihkan para ulama, misalnya air susu yang keluar dari kelenjar payudara. Namun kebanyakan ulama menganggap air susu suci jika berasal dari manusia atau hewan yang bisa dimakan.

4. Cairan tubuh yang tidak mengalami proses istihalah tidak dianggap najis, misalnya keringat, ludah dan dahak. Ketiganya dianggap berasal dari organ luar berupa kulit, mulut dan kerongkongan, tidak secara langsung berasal dari makanan/minuman yang dioleh tubuh.

5. Demikian juga dengan cairan sperma manusia dan sperma hewan yang bisa dimakan tidaklah dianggap najis oleh kebanyakan ulama (meskipun ada sebagian ulama yang menganggap sperma hewan sebagai cairan najis).

6. Cairan hitam cumi-cumi adalah cairan yang berasal dari kantong tinta yang letaknya di luar lambung cumi.

7. Dengan demikian, tinta cumi tidak berasal dari organ pencernaan (tempat istihalah lumrahnya) tetapi dari kelenjar khusus yang ditampung dalam kantong tinta yang menjadi ciri khas hewan jenis ini. Dengan kata lain, ia tidak bisa disamakan dengan kencing, kotoran atau muntah. Dan jelas juga tak bisa dikategorikan sebagai darah. Cairan tersebut lebih menyerupai cairan tubuh di luar organ pencernaan semisal sperma, susu atau keringat yang masing-masing mempunyai fungsi khusus di luar yang berkaitan dengan pencernaan.

8. Lubang keluarnya tinta juga tidak melalui anus atau kelamin cumi tetapi langsung ke rongga/corong khusus yang disebut siphon. Jadi tinta tersebut tidak masuk dalam kategori sesuatu yang keluar dari “dua jalan”.

Dari berbagai pertimbangan di atas, saya cenderung memilih pendapat yang menganggap cairan tinta cumi sebagai cairan suci sehingga tak mengapa dikonsumsi. Berbagai argumen yang menganggapnya najis sebab disamakan dengan darah, mirip darah, muntah atau kotoran hasil pencernaan tidaklah tepat. Ia bukanlah sisa makanan yang harus dikeluarkan dari tubuh dan bukan pula darah yang harus terus berada dalam tubuh.

Bila hendak dikiaskan, maka mengiaskannya dengan susu justru lebih pas sebab sama-sama berasal dari kelenjar khusus dalam tubuh. Yang berbeda hanyalah susu untuk makanan bagi anak hewan sedangkan tinta cumi untuk melarikan diri. Bisa juga tinta itu dikiaskan dengan lendir di sekujur tubuh belut yang berfungsi memudahkannya melarikan diri dari sergapan pemangsa. Meskipun berupa cairan tubuh, bukan berarti lantas haram seperti darah.

Selain itu, dalam kaidah ushul fiqh dinyatakan bahwa hukum asal segala sesuatu adalah boleh hingga ada dalil khusus yang mengharamkannya. Ini memperkuat kesimpulan bahwa tinta cumi adalah halal sebab tak ada dalil spesifik yang mengharamkannya. Wallahu a’lam

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Tidak ada dalil spesifik yang mengharamkan tinta pada cumi, mengacu pada Alquran surah Al Maidah ayat 96 makanan yang ada di laut halal.

Tinta cumi tidak berasal dari organ pencernaan dan tidak keluar dari anus atau kelamin, tinta tersebut berasal dari kelenjar khusus yang ditampung dalam kantong tinta dan keluar melaluicorong khusus yang disebut siphon.

 

 

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini