Sukses

Piala Kemerdekaan dan Coreng Hitam Tim Transisi Kemenpora

Hingga hari ke-5 pada 20 Agustus turnamen yang menjanjikan tata kelola lebih baik ternyata masih jauh dari harapan.

Liputan6.com, Turnamen Piala Kemerdekaan bentukan Tim Transisi Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ibarat peribahasa panggang jauh dari api.

Sejak digulirkan pada 15 Agustus, turnamen yang menjanjikan tata kelola lebih baik ternyata masih jauh dari harapan. Baru bergulir lima hari, mulai timbul banyak masalah dalam turnamen ini.

Masalah mulai muncul di dalam lapangan. Hanya selang sehari, insiden pemukulan terhadap wasit menjadi pemandangan di dalam lapangan. Pertama, ketika pemain Persekap Pasuran menendang wasit di laga kontra Persebo Bondowoso. Insiden serupa juga terjadi di Solo. Pelatih Persis, Aris Budi menanduk asisten wasit ketika menghadapi Persinga Ngawi.

"Saya benar-benar emosi melihat kepemimpinan wasit sehingga menanduknya," ucap Aris Budi, pelatih 39 tahun itu ketika dihubungi Liputan6.com Aris juga menilai, pengadil seharusnya bukan dari Jawa Tengah atau Jawa Timur.

"Wasitnya ternyata berasal dari Jawa Timur. Harusnya, wasit berasal dari tempat netral seperti dari Jawa Barat," ujarnya. Hingga sekarang, kendati Tim Transisi menyatakan pihaknya memiliki Komisi Disiplin, mereka belum juga bersidang untuk memutuskan perkara tindak kekerasan terhadap wasit.

Persis Solo vs Persinga Nganjuk

Belum kelar urusan tindak kekerasan di lapangan. Muncul masalah baru menyangkut kesejahteraan pemain selama mengikuti perhelatan Piala Kemerdekaan. Sampai sekarang, Tim Transisi tidak pernah memberikan keterangan siapa sponsor perhelatan yang digagas Menpora Imam Nahrawi ini.

Bahkan yang mengejutkan, janji akan memberikan match fee, sampai pertandingan ketiga, pihak promotor maupun Tim Transisi belum juga mencairkan uang pertandingan. Manajer Mojokerto Putra, Hendro Ismiarso mengakui, masalah ini memiliki andi bagi kondisi psikis pemain. Terlebih, masalah transportasi ikut menambah persoalan selama menjalani perhelatan ini.

"Terutama saat perjalanan kami menuju stadion, anak-anak harus rela naik angkutan umum lantaran tidak ada bus dari panitia yang tidak menjemput," keluh Hendro pada wartawan.

"Jadi, kekecewaan anak-anak itu sudah menumpuk. Mereka semakin marah setelah tidak ada jemputan dari panitia saat kami akan berangkat ke stadion untuk pertandingan," ungkap pria berusia 59 tahun itu. Jadi wajar, kalau Hendro takut para pemain mogok bertanding di dua partai sisa.

Sekilas gambaran buram mengenai penyelenggaraan Piala Kemerdekaan ini bertolak belakang dengan gembar-gembor penyelenggara menjadikan Piala Kemerdekaan ini menjadi batu loncatan untuk memperbaiki tata kelola sepakbola Indonesia. Namun kenyataan di lapangan justru berkata lain.

Piala Kemerdekaan

Pada pembukaan Piala Kemerdekaan di Serang Banten, penonton meluber sampai ke pinggir lapangan. Terlepas acara seremonial tersebut dibuka oleh Presiden Joko Widodo. Sebagai penyelenggara, Tim Transisi pun bisa dibilang belum siap menghelat hajatan ini. Contoh paling gampang, hingga kini Tim Transisi belum bisa memberikan keterangan lebih jauh mengenai keberadaan Komdis. "Pokoknya ada dari Tim Transisi. Kami bakal menggelar rapat," kata juru bicara Kemenpora, Gatot S Dewabroto.

Terkait kondisi itu, pihak PT Cataluna Sportindo sebagai even organizer belum bersedia memberikan komentar. Sang direktur operasional Johanes Indra saat dihubungi tidak merespon. Padahal, mereka sudah diberikan tanggung jawab oleh Tim Transisi PSSI sebagai penyalur match fee kepada tim-tim peserta.

Kalau sudah begini, akankah Piala Kemerdekaan berhenti di tengah jalan? (Rjp/Rco)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini