Sukses

Lonjakan Harga Minyak Akibat Konflik di Timur Tengah Bebani Ekonomi AS

Ekonom Moody’s mengingatkan, konsekuensi politik yang besar dapat terjadi jika harga bensin melonjak di atas USD 4 per galon.

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS)  kini mencatat belanja konsumen yang kuat dan perekonomian negara itu terus tumbuh.

Namun, AS saat ini masih menghadapi tantangan dari harga minyak dunia yang mendekati USD 92 per barel di tengah kekhawatiran mengenai konflik yang meluas di Timur Tengah.

Saat ini, fokus pasar adalah pada Timur Tengah dan bagaimana Iran akan merespons serangan udara mematikan pekan lalu terhadap kompleks kedutaan besarnya di Suriah.

Situasi tersebut mendorong harga bensin di AS melonjak ke level tertinggi dalam lima bulan. Harga minyak yang terus naik dikhawatirkan menghambat belanja konsumen dan menghambat kemajuan inflasi. Hal ini juga dapat menyebabkan Federal Reserve menunda penurunan suku bunga dan menakuti investor di Wall Street.

"Ini adalah ancaman paling serius terhadap perekonomian," kata kepala ekonom Moody’s Mark Zandi, dikutip dari CNN Business, ditulis Kamis (10/4/2024),

"Tidak ada yang lebih cepat merusak perekonomian selain harga minyak yang tinggi," ia menambahkan.

Ekonom Moody’s juga mengingatkan, konsekuensi politik yang sangat besar dapat terjadi jika harga bensin melonjak di atas USD 4 per galon dan tetap berada pada level tersebut.

"Kita bisa mencerna minyak seharga USD 85 atau USD 90. Tapi jika melampaui USD 90 dan mendekati USD 100, itu menjadi masalah," beber Zandi.

"Konsumen akan terkena dampaknya, terutama rumah tangga berpendapatan rendah. Dan itu melemahkan kepercayaan diri. Masyarakat memandang harga bahan bakar sebagai ujian bagi situasi keuangan mereka," ia menambahkan.

Senada, Andy Lipow, presiden Lipow Oil Associates juga mengatakan; "kemungkinan gangguan pasokan meningkat. Ada ketakutan akan adanya serangan balasan yang dapat menyebabkan gangguan".

"Sangat mudah untuk melihat Brent seharga USD 95. Jika peristiwa geopolitik lain terjadi di Timur Tengah, harga Brent sebesar USD 100 bukanlah hal yang mustahil," ujar dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Risiko Eksternal Terbesar

Joe Brusuelas, kepala ekonom di RSM, mengatakan bahwa risiko eksternal terbesar terhadap perekonomian AS adalah ketegangan geopolitik di Timur Tengah, karena hal tersebut akan meningkatkan harga minyak dan bensin.

"Jika digabungkan, kedua hal tersebut adalah satu-satunya hal dalam jangka pendek yang dapat mengakhiri siklus bisnis saat ini," kata Brusuelas.

Namun, Brusuelas mengatakan harga minyak diperkirakan melonjak lebih tinggi menjadi sekitar USD 115 hingga USD 130 per barel, sebelum meningkatkan kekhawatiran resesi.

3 dari 4 halaman

Harga BBM di AS Dekati Level USD 3,60 Secara Nasional

Harga gas di AS sendiri telah naik menjadi rata-rata USD 3,58 per galon secara nasional pada hari Jumat, menurut AAA. Itu naik empat sen dalam seminggu dan 21 sen dalam sebulan.

Selain ketegangan di Timur Tengah, harga minyak dan gas juga didorong oleh OPEC dan sekutunya, yang terus membatasi pasokan.

Faktor musiman yang kuat juga berperan. Harga bensin biasanya naik pada musim semi karena kilang beralih ke bahan bakar musim panas yang lebih mahal dan semakin banyak orang yang turun ke jalan, sehingga meningkatkan permintaan.

4 dari 4 halaman

Harga Minyak pada Selasa 9 April 2024

Sebelumnya, harga minyak melemah pada perdagangan Selasa, 9 April 2024 usai reli baru-baru in terhenti sementara di tengah pelaku pasar mengkaji arah konflik di Timur Tengah.

Dikutip dari CNBC, Rabu (10/4/2024), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Mei turun USD 1,2 atau 1,39 persen ke posisi USD 85,23 per barel. Harga minyak Brent merosot 96 sen atau 1,06 persen ke posisi USD 89,42 per barel.

“Hari ini pelaku pasar mengambil aksi untung dan menikmati keuntungan sejak awal tahun dan ingin mengunci keuntungannya serta tetap ambil posisi sideline,” ujar Direktur Pelaksana Velandera Energy Partners, Manish Raj.

Harga minyak WTI menguat 19 persen pada 2024, sedangkan harga minyak Brent bertambah 16 persen seiring ketegangan geopolitik di tengah permintaan menguat. Namun, OPEC+ memangkas produksi sehingga diperkirakan suplai defisit pada 2024. Barclays prediksi defisit mencapai 400 ribu barel per hari pada 2024.

Sebelumnya harga minyak melemah pada perdagangan Senin, 8 April 2024 setelah Israel kurangi pasukan di Gaza pada akhir pekan dan menunjukkan kampanye militer itu mungkin akan beralih ke fase yang lebih terbatas.

Namun, Head of Derivatives Strategy Barclays, Stefano Pascale menuturkan masih ada risiko kenaikan terhadap harga minyak, terutama dari ketegangan geopolitik di Timur Tengah, meski kenaikan harga minyak baru-baru ini terhenti.

“Koreksi lebih lanjut dapat kembali membangkitkan kekhawatiran inflasi, menggagalkan reli saham,” ujar Pascale.

Adapun investor akan mencermati pembacaan indeks harga konsumen pada Maret pada Rabu pekan ini untuk melihat bagaimaan harga minyak berdampak terhadap inflasi utama.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini