Sukses

Indonesia Luncurkan Program Eco-Industrial Park untuk Pacu Keberlanjutan Industri

Konsep Eco Industrial Park (EIP) tidak hanya perhatikan aspek ekonomi tetapi juga aspek lingkungan, sosial dan efisiensi sumber daya.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggagas konsep Eco Industrial Park (EIP) sebagai solusi untuk mencapai pembangunan industri yang inklusif dan berkelanjutan.

Eco-Industrial Parktidak hanya memperhatikan aspek ekonomi, tetapi juga aspek lingkungan, sosial, dan efisiensi sumber daya. Dengan fokus ini, diharapkan Indonesia dapat mencapai target Net Zero Emission Tahun 2050.

Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Investasi Kementerian Perindustrian, Doddy Rahadi menuturkan, meskipun di tengah situasi ekonomi global yang melambat, Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil, terutama dalam sektor manufaktur.

"Capaian positif ini merupakan hasil kerja keras dari semua pihak yang terlibat dalam menggerakkan industri di Indonesia. Di samping itu, pengembangan kawasan industri yang ramah lingkungan menjadi fokus penting dalam meningkatkan investasi dan daya saing Indonesia,” ujar Doddy, seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (14/3/2024).

Pada 6 Maret 2024, dilaksanakan penandatanganan Final Event Global Eco-Industrial Parks Programme – Indonesia (GEIPP-Indonesia) Phase I serta peluncuran Phase II, yang menjadi momentum penting dalam upaya menjaga keberlanjutan ekonomi dan lingkungan Indonesia. Ini merupakan wujud nyata dari hasil kerja sama antara Kemenperin dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dan Kedutaan Besar Konfederasi Swiss.

"Kami memberikan apresiasi yang mendalam atas kerja sama ini karena telah berhasil mengantarkan program GEIPP sejak tahun 2019 hingga saat ini. Kegiatan ini menandai akhir dari fase pertama dan awal fase kedua dari program tersebut,” ujar Doddy.

Dia menuturkan, Indonesia menjadi salah satu negara pilot project dalam GEIPP oleh UNIDO. Berdasarkan hasil GEIPP fase pertama saat Final Event GEIPP di Vienna pada 7 November 2023 lalu, jika dibandingkan dengan tujuh negara yang telah dipresentasikan. Indonesia memiliki kinerja terbaik pada manajemen kawasan dan aspek sosial.

“"engembangan kawasan industri yang ramah lingkungan menjadi fokus penting dalam meningkatkan investasi dan daya saing Indonesia,” ujar dia

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Percepat Pengembangan EIP

Namun demikian, fokus juga akan diperkuat pada aspek lingkungan dan ekonomi dalam fase kedua. Selain menambah dua kawasan industri pilot project, Kemenperin akan membentuk EIP Center di Gedung PIDI 4.0 Jakarta pada fase kedua. Hal ini menunjukkan komitmen untuk menjadi teladan dalam penerapan EIP.

"Kehadiran para perwakilan kawasan industri dan tenan pada acara ini menjadi bukti nyata akan komitmen bersama untuk menggalang pembangunan industri yang ramah lingkungan,” imbuhnya.

Doddy menegaskan, Kemenperin telah mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 3174 Tahun 2022 terkait Forum Antar Kementerian untuk mendukung penerapan EIP di Indonesia. Forum ini bertujuan untuk menyusun konsep EIP kawasan industri dan memberikan pedoman bagi pemangku kepentingan dalam memetakan kawasan industri berwawasan lingkungan.

"Bapak menteri mendorong agar keputusan ini ditingkatkan menjadi Peraturan Menteri untuk menjadi pedoman teknis dalam penerapan EIP,” ujarnya.

Doddy optimistis, melalui kerja sama lintas sektoral dan dukungan dari pemerintah serta lembaga internasional, Indonesia akan berkomitmen untuk mempercepat pengembangan EIP. “Program GEIPP ini akan memberikan kontribusi positif yang signifikan pada pengembangan industri yang berkelanjutan di Indonesia sesuai dengan komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia dalam Paris Agreement,” pungkasnya.

3 dari 5 halaman

Kemenperin Siapkan Rp 20 Miliar untuk Restrukturisasi Peralatan Industri Makanan dan Minuman

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menyiapkan anggaran sebanyak Rp20 miliar pada 2024 guna menjalankan program restrukturisasi mesin atau peralatan di industri makanan dan minuman (mamin) untuk meningkatkan daya saing, produktivitas, dan efisiensi energi.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Merrijantij Punguan Pintaria, mengungkapkan, namun saat ini pengalokasian anggaran itu masih terkendala oleh regulasi yang belum terbit.

"Untuk tahun ini ada alokasi anggaran sebetulnya total Rp20 miliar di makanan dan minuman, namun masih terkendala dalam payung hukum yang belum terbit. Ini masih coba kami kejar pada kuartal pertama, sehingga bisa kami realisasikan sampai dengan Desember," kata Merrijantij dalam Konferensi Pers bertajuk “Kinerja Industri Minuman di Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan di Tahun 2024” di Jakarta Selatan, Rabu (13/3/2024).

Adapun ia menjelaskan, penyaluran program restrukturisasi mesin tersebut rencananya akan menggunakan mekanisme reimburse atau penggantian uang oleh pemerintah kepada pelaku industri di sektor makanan dan minuman.

Lebih lanjut, belajar dari program sebelumnya yang serupa di industri lain, misalnya industri hasil hutan dan perkebunan, serta pengolahan kayu, Kemenperin akan memberikan restrukturisasi mesin atau peralatan kepada 20 perusahaan di industri makanan dan minuman.

"Targetnya 20 perusahaan, 10 di minuman, 10 di makanan, itu tergantung pada nilai reimburse. Karena ini masih berproses, seperti apa yang sudah ada saat ini di industri hasil hutan dan perkebunan, di industri pengolahan kayu itu maksimal reimburse hanya Rp1 miliar," ujarnya.

Kendati begitu, jika kebutuhan di industri makanan dan minuman lebih sedikit dibandingkan yang diproyeksikan, maka jumlah perusahaan penerima manfaat juga akan disesuaikan kembali.

"Targetnya 20, tapi kalau nanti nilai reimburse-nya di bawah Rp1 miliar, dan belanja industrinya tak terlalu tinggi bisa lebih dari 20 perusahaan yang kami sasar," pungkasnya. 

 

4 dari 5 halaman

Kemenperin Sebut Industri Minuman Masih Bergantung Bahan Baku Impor

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan, industri minuman masih banyak bergantung kepada bahan baku impor. Seiring hal itu, Kemenperin pun berupaya agar industri minuman memakai bahan baku lokal.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, Kemenperin, Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, saat ini, sektor industri minuman masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap bahan baku asal impor.

Namun, dia tidak mengungkap secara detail berapa angka ketergantungan industri minuman terhadap bahan baku asal impor.

"Industri minuman ini masih banyak bergantung kepada bahan baku impor," ujar Merrijantij dalam acara konferensi pers Kinerja Industri Minuman 2023 dan Tantangan 2024 di Hotel Mercure, Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Padahal, pemerintah  telah menetapkan aturan terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga 35 persen di berbagai sektor industri. Khusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.

"Ini kami berupaya keras bagaimana bahan baku ini bisa dipenuhi dari dalam negeri di industri minuman," tutur dia.

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo menuturkan, tingginya ketergantungan penggunaan bahan baku impor lantaran harga yang lebih murah dibandingkan produk lokal. Salah satunya gula atau pemanis buatan.

"Sebagian besar bahan-bahan yang kita pakai itu memang sudah sudah lokal, tapi memang ada bahan-bahan yang memang perlu diimpor, salah satunya misalnya ada gula yang lebih murah," kata dia.

 

5 dari 5 halaman

Kendala Lain

Selain itu, pasokan bahan baku lokal juga masih belum siap untuk menunjang produksi industri minuman. Misalnya ketersediaan buah-buahan asal domestik untuk minuman jus dalam kemasan.

"Seperti mangga itu enggak selalu ada. Sedangkan produksi kita kan selama 12 bulan penuh," tutur dia.

Kendala lainnya yang dialami oleh oleh pelaku industri minuman adalah keterbatasan kemasan jenis aluminium. Sehingga, pelaku industri masih membutuhkan kemasan asal luar negeri.

"Terkait dengan aluminium ataupun plastik, itu ada ada hal-hal yang memang perlu diimpor, memang dari upaya kami terus berusaha untuk menyortir bahan baku tersebut lokal, tapi memang ada tantangan," kata dia.

Oleh karena itu, dia berharap bantuan pemerintah untuk menyiapkan berbagai bahan baku lokal pengganti impor bagi industri minuman. Sehingga, dapat menekan impor bahan baku impor yang masih tinggi.

"Mudah-mudahan ini bisa tentunya mendapatkan dukungan juga dari  pemerintah, agar kami bisa tetap melakukan in produksi seperti biasa saja," ujar dia.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini