Sukses

Ekonomi AS Tumbuh 3,3 Persen di Akhir 2023, Joe Biden: Kemajuan Nyata

Namun, angka tersebut menandai penurunan dari 4,9 persen pada kuartal sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta Perekonomian Amerika Serikat tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada kuartal terakhir 2023 lalu, didorong oleh kuatnya belanja rumah tangga dan pemerintah.

Melansir BBC, Jumat (26/1/2024) pertumbuhan ekonomi AS di tingkat tahunan sebesar 3,3 persen di kuartal IV 2023, menurut data Departemen Perdagangan negara itu.

Namun, angka tersebut menandai penurunan dari 4,9 persen pada kuartal sebelumnya, tapi jauh lebih cepat dari 2 persen yang diperkirakan banyak analis.

Pada tahun 2023, perekonomian AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 2,5 persen, naik dari 1,9 persen pada tahun 2022.

Angka-angka tersebut membatasi tahun yang ditandai dengan ketahanan ekonomi yang tidak terduga, bahkan ketika bank sentral AS menaikkan suku bunga pinjaman secara tajam dan inflasi menurun.

"Bagaimanapun Anda membaginya, laporan ini menutup tahun dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang luar biasa," kata Olu Sonola, kepala ekonomi regional AS di Fitch Ratings

"Momentum pertumbuhan ekonomi (AS) memasuki tahun 2024 terlihat sangat baik," ungkapnya.

Angka-angka tersebut sekaligus menjadi kabar baik bagi Presiden AS Joe Biden, yang telah berjuang untuk meyakinkan masyarakat bahwa perekonomian negaranya tetap sehat, seiring dengan penurunan perekonomian setelah guncangan pandemi.

Dalam pidatonya di Wisconsin pada hari Kamis, Biden menyampaikan bahwa kebijakan Gedung Putih, termasuk investasi pada energi ramah lingkungan, jalan raya, dan infrastruktur lainnya, telah berkontribusi terhadap ketahanan.

"Para ahli, sejak saya terpilih, bersikeras bahwa resesi sudah dekat,” ungkap Biden.

"Ya..kami mengalami pertumbuhan yang sangat kuat, Kami jelas memiliki lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan tetapi kami membuat kemajuan nyata," ujarnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, survei menunjukkan sentimen konsumen Amerika Serikat membaik. Meskipun lonjakan harga sejak tahun 2019 masih menjadi hambatan, tingkat inflasi AS juga telah menurun menjadi 3,4 persen pada bulan Desember, setelah melonjak hingga lebih dari 9 pesen pada tahun 2022.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Masyarakat AS Diprediksi Masih Akan Pangkas Pengeluaran

Sementara itu, masih banyak ekonom memperkirakan rumah tangga di AS akan mengurangi pengeluaran karena inflasi menggerogoti anggaran mereka, dan aktivitas bisnis menjadi lebih dingin di tengah biaya pinjaman yang lebih mahal, sehingga memperingatkan akan adanya risiko penurunan atau resesi.

Namun skenario tersebut belum terwujud, karena tingginya tabungan yang tersisa dari pandemi, peningkatan pertumbuhan upah, dan pengeluaran pemerintah lainnya menjadi cadangan.

3 dari 3 halaman

CEO JPMorgan Ingatkan Faktor-faktor Pemicu Badai pada Ekonomi AS

CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon mengatakan dia tetap berhati-hati terhadap kinerja perekonomian Amerika Serikat selama dua tahun ke depan, karena kombinasi risiko finansial dan geopolitik.

"Anda mempunyai semua kekuatan yang sangat kuat yang akan mempengaruhi kita pada tahun 2024 dan 2025," ujar Dimon, dikutip dari CNBC International, Kamis (18/1/2024).

"Ukraina, (konflik) di Israel dan Laut Merah, pengetatan kuantitatif, yang saya masih mempertanyakan apakah kita benar-benar memahami cara kerjanya," kata Dimon dalam dalam wawancara dengan CNBC di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.

Sebagai informasi, pengetatan kuantitatif mengacu pada langkah Federal Reserve untuk mengurangi neraca keuangannya dan mengendalikan upaya sebelumnya termasuk program pembelian obligasi.

Dimon telah menganjurkan kehati-hatian selama beberapa tahun terakhir, meskipun rekor keuntungan di JPMorgan, bank terbesar di AS, dan perekonomian negara itu tidak sesuai ekspektasi.

Terlepas dari dampak inflasi yang korosif, sebagian besar konsumen Amerika tetap sehat karena tingkat lapangan kerja yang baik dan tabungan di era pandemi.

Dalam pandangan Dimon, pasar saham yang relatif baik dalam beberapa bulan terakhir telah membuat investor terbuai dengan potensi risiko di masa depan. S&P 500indeks pasar naik 19 persen tahun lalu dan tidak jauh dari level puncak.

"Saat pasar saham sedang naik, ini seperti obat kecil yang kita semua rasakan sangat hebat. Tapi ingat, kita sudah mendapat begitu banyak dorongan fiskal dan moneter, jadi saya sedikit lebih berhati-hati," bebernya.

Selain itu, Dimon juga mengingatkan risiko "badai" pada ekonomi AS di masa depan karena pengetatan kuantitatif dan konflik Rusia-Ukraina.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.