Sukses

Banyaknya Larangan di IHT Ancam Mata Pencarian 6 Juta Pekerja

Pemberlakuan aturan yang semakin ketat bagi industri hasil tembakau (IHT) atau industri rokok, akan menghilangkan mata pencaharian lebih dari 6 juta masyarakat mulai dari buruh, petani tembakau, petani cengkeh, pedagang/peritel, serta pelaku industri kreatif.

Liputan6.com, Jakarta Upaya untuk segera memberlakukan Rancangan Peraturan Pemerintah kesehatan mendapat tanggapan dari Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI).

Ketua Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan mengatakan pemberlakuan aturan yang semakin ketat bagi industri hasil tembakau (IHT) atau industri rokok, akan menghilangkan mata pencaharian lebih dari 6 juta masyarakat mulai dari buruh, petani tembakau, petani cengkeh, pedagang/peritel, serta pelaku industri kreatif.

Henry juga meminta kepada Pemerintah untuk berhati-hati terhadap penyusunan aturan terkait IHT dan harus memperhatikan banyaknya sektor yang terlibat di dalamnya.

“Kami meminta agar tidak tergesa memutuskan, dengan mempertimbangkan dampak sosial yang akan timbul dari pengaturan tersebut," tutur dia.

Selain itu, Henry juga berpandangan, banyak pihak terdampak yang tidak diajak dalam merumuskan kebijakan. “Padahal kami-kami lah yang akan menanggung beban kebijakan tersebut,” akunya.

Henry juga menyampaikan bahwa lembaganya telah mengirimkan surat kepada Presiden dan meminta agar pemerintah melibatkan pemangku kepentingan.

GAPPRI juga meminta agar pembahasan dilakukan secara transparan dan akuntabel dengan mempertimbangkan kearifan lokal, besaran ekonomi, penerimaan negara, serta serapan tenaga kerja dari industri tembakau nasional beserta industri terkait lainnya.

Bagi GAPPRI, pengaturan yang saat ini pun dirasa sudah berat. Selain karena kenaikan tarif cukai berdampak terutama susutnya produksi di golongan I juga banyaknya pabrik yang tutup dari 4.669 unit usaha di tahun 2007 menjadi 1.100 di tahun 2022.

Senada dengan Henry, Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia Janoe Arijanto menerangkan, industri kreatif dan penyiaran serta para tenaga kerjanya sangat terancam keberlangsungannya bila larangan total iklan produk tembakau diberlakukan.

Rencana pelarangan total iklan akan secara langsung mengurangi pendapatan industri kreatif, hiburan, dan periklanan. Hal ini juga akan berdampak terhadap keberlangsungan usahanya dan nasib tenaga kerja yang menggantungkan pekerjaannya kepada mata sektor tersebut.

“Penerimaan yang diperoleh industri kreatif akan menurun 9-10% yang akan berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan industri kreatif,” ucap dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Iklan Produk Tembakau

Janoe mengatakan, melansir data TV Audience Measurement Nielsen, iklan produk tembakau bernilai lebih Rp 9 triliun sementara kontribusi tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20% dari total pendapatan media digital di Indonesia yaitu sekitar ratusan miliar per tahun.

Terlebih lagi, berdasarkan Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) di 2021, industri kreatif memiliki lebih dari 725 ribu tenaga kerja dan secara umum, multi-sektor di industri kreatif juga mempekerjakan 19,1 juta tenaga kerja.

Dia menegaskan, selama ini industri kreatif nasional patuh pada aturan iklan produk tembakau yang telah ditetapkan. Industri juga turut mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok anak. Selama ini, terang Janoe, industri kreatif nasional senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku dan iklan rokok telah diatur melalui sejumlah regulasi produk tembakau, diantaranya PP 109/2012 serta ketentuan yang telah diatur secara detil dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI).

“Dalam hal ini, penyempitan jam tayang iklan rokok di TV dalam RPP Kesehatan dinilai diskriminatif bagi industri kreatif nasional yang telah mematuhi segala aturan periklanan produk tembakau,” kata dia.

 

3 dari 4 halaman

Cukai Naik, Peredaran Rokok Ilegal di Bekasi Meningkat Pesat

Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Bekasi, Jawa Barat, menyebut peredaran rokok ilegal di wilayah Bekasi mengalami peningkatan pesat di tahun 2023. Tercatat, pada tahun ini jumlah rokok ilegal yang berhasil diamankan berkisar 5 jutaan batang.

Sedangkan, jumlah rokok ilegal di tahun 2022 yang berhasil diamankan hanya mencapai 2 juta batang.

"Tahun kemarin sekitar 2 jutaan (batang rokok ilegal), sekarang sudah 5 jutaan," kata Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) Bekasi Yanti Sarmuhidayanti kepada awak media di Kantornya, Rabu (6/12).Dia menduga, kian maraknya peredaran rokok ilegal di wilayah Bekasi imbas dari kenaikan cukai rokok. Pada 2022, pemerintah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok hingga 12 persen.

Peredaran Rokok Ilegal

Selain itu, meningkatnya peredaran rokok ilegal di wilayah Bekasi juga kemungkinan disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini menyebabkan konsumen beralih untuk membeli rokok ilegal yang memiliki harga jauh lebih murah.

"Peningkatan (rokok ilegal) itu membuat pertanyaan besar bagi Bea Cukai, apakah benar-benar memang daya beli masyarakat saat ini sudah menurun?. Atau apakah ini juga berupa efek dari kebijakan dari kenaikan tarif rokok yang dilakukan dari tahun ke tahun?. Semua ini sedang kita kaji," ungkap Yanti.

Untuk memberantas rokok ilegal, Bea Cukai Bekasi meminta awak media hingga masyarakat membantu memberikan informasi terkait titik rawan peredaran rokok ilegal.

Menurutnya, bantuan informasi dari masyarakat yang luas amat membantu Bea Cukai dalam melakukan penyitaan rokok ilegal. "Jadi, kalau ada informasi sekecil apapun sampaikan kepada kami, InsyaAllah informasi akan kita tindak lanjuti," pungkas Yanti.

 

4 dari 4 halaman

Sri Mulyani Sengaja Naikkan Cukai Rokok Agar Harganya Mahal

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sengaja menaikkan tarif cukai rokok setiap tahun. Tujuannya agar harga rokok semakin mahal sehingga kemampuan konsumen untuk membeli rokok menurun.

"Ini tujuannya supaya affordability atau kemampuan untuk membeli rokok menurun. Supaya konsumsinya juga menurun," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR-RI di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (12/12).

Cara tersebut pun dianggap ampuh untuk menurunkan konsumsi rokok di masyarakat. Tercermin dari produksi rokok di tahun 2020 lalu turun signifikan ketika tarif cukainya dinaikkan hingga 23 persen.

"(Produksi rokok tahun 2020 turun) hingga minus 9,7 persen," imbuhnya.

Di tahun 2021 pemerintah juga menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen. Namun kala itu, produksi rokok kembali meningkat 4 persen. 

Kenaikan ini semata karena kondisi ekonomi yang tengah mengalami masa pemulihan pasca munculnya pandemi Covid-19. Meski begitu, per November 2022 dia menyebut produksi rokok mengalami tren penurunan.

"Sampai November 2022 ini kita lihat produksi rokok turun 3,3 persen karena adanya kenaikan harga per bungkus pada 2021 sebesar 12,1 persen dan 2022 naik 12,2 persen," kata dia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini