Sukses

Harga Minyak Dunia Menggila, Sri Mulyani: Ini Dampak Perang

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyebut konflik yang terjadi antara Israel dan Hamas mulai terasa dampaknya terhadap harga minyak. Lantaran, sebelumnya harga minyak yang sudah turun, kini melonjak kembali.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyebut konflik yang terjadi antara Israel dan Hamas mulai terasa dampaknya terhadap harga minyak. Lantaran, sebelumnya harga minyak yang sudah turun, kini melonjak kembali.

"Sekarang kita lihat dengan adanya perang di Palestina dan itu adalah zona middle east adalah zona produksi minyak minyak dan gas terbesar dunia. Maka kita lihat gejolaknya sudah mulai terefleksi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Oktober, Kamis (26/10/2023).

Bendahara negara ini mengungkapkan, kenaikan harga minyak juga pernah terjadi saat tahun 2022 lalu dampak dari perang antara Rusia dan Ukraina. Dimana harga minyak melonjak USD128 per barel, dari sebelumnya USD60-USD70 per barel.

Kemudian, dampak dari perang Israel dan Hamas juga mengerek harga minyak dunia, yang sebelumnya USD 80 per barel kini naik ke USD90 per barel.

"Sesudah harga minyak turun sempet di USD80-an lagi sekarang melonjak dan menembus ke angka USD90. Ini level yang bukan hanya karena supply demand, tapi juga psikologi karena adanya perang," ujarnya.

Jokowi Khawatir

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku khawatir memanasnya perang antara Hamas dan Israel bisa meluas ke negara Timur Tengah lainnya, sehingga menyebabkan harga minyak melonjak.

"Karena larinya nanti bukan hanya perangnya di Israel dan di Palestina, tetapi kalau meluas melebar ke Lebanon melebar ke Suriah, melebar dengan Iran, maka akan semakin merugikan masalah ekonomi semua negara karena harga minuak pasti akan naik," kata Jokowi dalam acara BNI Investor Daily Summit 2023, di Hutan Kota By Plataran, Jakarta, Selasa (24/10/2023). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Harga Minyak Terbang 2%, Perang Israel-Hamas Palestina Masih Jadi Pemicu

Harga minyak naik sekitar 2% pada hari Rabu, didukung oleh kekhawatiran mengenai konflik di Timur Tengah antara Israel dan Hamas Palestina. Namun kenaikan harga minyak tersebut dibatasi oleh persediaan minyak mentah AS yang lebih tinggi dan prospek ekonomi yang suram di Eropa.

Dikutip dari CNBC, Kamis (26/10/2023), harga minyak mentah berjangka Brent naik USD 2,06, atau 2,34% menjadi USD 90,13 per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 1,65, atau 1,97%, menjadi ditutup pada USD 85,39 per barel.

Harga minyak turun di awal sesi tetapi membalikkan penurunan karena meningkatnya risiko geopolitik, kata analis Price Futures Phil Flynn.

Israel meningkatkan pemboman di Gaza selatan, dan kekerasan berkobar di tempat lain di Timur Tengah. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan dalam pernyataan yang disiarkan televisi bahwa Israel sedang mempersiapkan invasi darat ke Gaza.

Persediaan minyak mentah AS naik 1,4 juta barel pada minggu terakhir menjadi 421,1 juta barel, menurut laporan Badan Informasi Energi (EIA), melebihi kenaikan 240.000 barel yang diperkirakan oleh para analis dalam jajak pendapat Reuters.

Data EIA “lebih bearish karena ini merupakan perubahan besar dari data API yang ditarik ke data EIA,” kata Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho. 

Data industri dari American Petroleum Institute (API) pada hari Selasa menunjukkan penurunan stok minyak mentah yang lebih besar dari perkiraan.

 

3 dari 3 halaman

Permintaan Minyak Mentah

Menambah lemahnya data ekonomi Eropa dalam beberapa pekan terakhir, data Bank Sentral Eropa menunjukkan pinjaman bank di seluruh zona euro hampir terhenti bulan lalu, bukti lebih lanjut bahwa blok 20 negara tersebut mungkin mendekati resesi.

Permintaan minyak mentah bisa mendapat dorongan di Tiongkok, importir minyak terbesar di dunia, yang menyetujui rancangan undang-undang untuk menerbitkan obligasi negara senilai 1 triliun yuan (USD 137 miliar) dan memungkinkan pemerintah daerah menerbitkan utang baru dari kuota tahun 2024 mereka untuk meningkatkan perekonomian. 

Namun Beijing juga mengambil langkah-langkah yang dapat membatasi permintaan minyak mentah, seperti menetapkan batas atas kapasitas penyulingan minyaknya sebesar 1 miliar metrik ton pada tahun 2025 untuk merampingkan sektor pengolahan minyaknya yang luas dan mengurangi emisi karbon. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.