Sukses

Harga Pertamax Naik, Ekonom Sebut Ada Potensi Masyarakat Beralih ke Pertalite

Harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi milik Pertamina, Pertamax naik sejak 1 Oktober 2023. Kenaikan harga Pertamax berpotensi mendorong masyarakat beralih ke Pertalite.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom menilai kenaikan harga Pertamax sejak 1 Oktober 2023 dapat berpotensi mendorong masyarakat beralih memakai Pertalite. Hal ini mengingat harga Pertalite lebih murah di kisaran Rp 10.000 per liter.

"Potensi beralih ke Pertalite pasti ada dengan adanya kenaikan harga Pertamax. Pada dasarnya konsumen akan mencari harga termurah untuk setiap aktivitasnya. Jika Pertalite jauh lebih murah, ada kecenderungan orang akan bergeser ke Pertalite,” ujar Ekonom Indef Nailul Huda saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Senin (2/10/2023).

Akan tetapi, ia menilai, ada masyarakat yang kemampuan daya beli masih masuk hitungan harga Pertamax sekarang. Masyarakat juga diprediksi masih banyak memakai Pertamax untuk menjaga mesin.

"Saya duga mungkin lebih banyak yang masih menggunakan Pertamax. Individu ini biasanya yang sudah mementingkan kesehatan mesin dan memang sudah konsumen loyal Pertamax,” kata dia.

Sebelumnya PT Pertamina (Persero) mengubah harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi per 1 Oktober 2023. Harga BBM naik untuk sejumlah jenis bahan bakar yang dijual di SPBU Pertamina antara lain Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan Pertamax Green 95.

Sementara itu, harga BBM Pertamina jenis Pertalite yang merupakan BBM subsidi tetap Rp 10.000 per liter.

Adapun kenaikan harga BBM nonsubsidi ini merupakan  bentuk penyesuaian berkala dan penetapan harga BBM Jenis BBM Umum (JBU) atau BBM nonsubsidi yang mengacu pada regulasi Pemerintah yakni Keputusan Menteri ESDM Nomor 245.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis BBM dan Minyak Solar.

"Penyesuaian harga mengacu mengacu pada rata-rata MOPS (Means of Platts Singapore) pada periode 25 Agustus 2023 hingga 24 September 2023. Harga baru ini berlaku untuk propinsi dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5% seperti di wilayah DKI Jakarta," ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, Minggu, 1 Oktober 2023.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rincian Harga BBM Pertamina

Dia menuturkan, untuk harga BBM jenis gasoil Dexlite (CN 51) mengalami penyesuaian naik harga menjadi Rp 17.200 dan Pertamina Dex (CN 53) disesuaikan menjadi Rp 17.900.

Selain itu, untuk harga BBM jenis gasoline mengalami penyesuaian naik harga, Rp 16.600 untuk Pertamax Turbo (RON 98), Rp 16.000 untuk Pertamax Green E5 (RON 95) dan Rp 14.000 untuk Pertamax (RON 92).

Sedangkan untuk BBM Penugasan (JBKP) seperti Pertalite harga tetap Rp 10.000 perliter dan BBM Subsidi (JBT) Solar tetap Rp 6.800 perliter sesuai yang ditetapkan Pemerintah

Meski mengalami kenaikan, tetapi Irto menilai harga produk Pertamina masih termasuk kompetitif dibandingkan perusahaan lain untuk produk dengan kualitas setara dan harga tersebut telah memenuhi ketentuan batas atas pada periode Oktober 2023 yang ditetapkan untuk setiap jenis BBM.

"Perubahan harga BBM Pertamina mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya tren harga publikasi MOPS/Argus dan Kurs, agar tetap dapat menjamin keberlangsungan penyediaan dan penyaluran BBM hingga ke seluruh pelosok Tanah Air," ujar dia.

 

3 dari 3 halaman

Kenaikan Harga Minyak Bisa Berdampak ke Harga BBM

Sebelumnya diberitakan, harga minyak mentah dunia merangkak naik hingga di atas USD 90 per barel dalam beberapa bulan terakhir. Kenaikan harga minyak ini dikhawatirkan bisa memicu adanya penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.

Pengamat Energi Komaidi Notonegoro yang juga Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan harga minyak dunia adalah komponen terbesar dalam pembentukan harga BBM.

Menurut Komaidi, komponen harga minyak dalam pembentukan harga BBM sekitar 55-60 persen bergantung pada kualitas minyak atau jenis bensin atau solar karena kualitas ada yang ringan dan berat.

Sementara 40 persen lainnya adalah komponen distribusi dari biaya pengiriman, pengolahan di kilang sampai margin semua rantai bisnis, termasuk pajak-pajak baik PPN atau Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

"Artinya kalau 40 persen tetap ketika harga minyak naik atau yang 60 persennya ini akan menjadi bobot, karena lebih dari 50 persen otomatis naik , kalau ditahan agak berat kecuali yang naik hanya pajak mungkin pajak porsinya tidak terlalu besar mungkin bisa ditahan, tapi ketika yang naik porsinya 55-60 persen ketika bergerak naik daya ungkitnya besar. Jadi mau nggak mau disesuaikan," kata Komaidi melansir Antara, Jumat (29/9/2023).

Komaidi menyatakan bahwa fakta tentang krusialnya harga minyak dunia terhadap harga BBM nonsubsidi harus terus diinformasikan ke masyarakat. Sehingga bisa meminimalisasi potensi gejolak yang timbul saat ada kenaikan harga BBM, ketika harga minyak dunia juga naik.

"Pemerintah perlu sampaikan proporsional ke publik sama-sama memberi edukasi ke publik bahwa sesuatu yang naik turun itu wajar karena bahan bakunya naik turun, tetapi ketika nanti turun ya harus responsif turunkan sehingga konsumen menjadi terbiasa dan merasa diperlakukan secara adil," ujar Komaidi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini