Sukses

PPATK Sebut 2,1 Juta Penjudi Online Berpenghasilan Rendah

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), partisipasi masyarakat dalam kegiatan judi online sangat besar.

Liputan6.com, Jakarta - Transaksi judi online kini menjadi perhatian. Apalagi penjudi online ini telah menyasar kalangan pelajar. Tak hanya itu tetapi juga membidik masyarakat menengah bawah.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), partisipasi masyarakat dalam kegiatan judi online sangat besar. Tercatat 2.761.828 pihak (masyarakat) yang mengikuti permainan judi online.

“Dari 2,7 juta masyarakat yang terlibat judi online, 2,1 juta (2.190.447) pihak masyarakat merupakan masyarakat penghasilan menengah bawah. Penghasilan di bawah Rp 100 ribu,” ujar Humas PPATK Nasir Kongah saat dihubungi Liputan6.com, Senin (25/9/2023).

Nasir menuturkan, masyarakat yang melakukan transaksi judi online ini memiliki profil pelajar, pegawai negeri, pegawai swasta, petani hingga ibu rumah tangga.

Nasir mengatakan, ibu rumah tangga yang menjadi korban judi online akan mengganggu kesejahteraan dan keluarga.Ia mencontohkan, jika uang belanja yang sudah ditetapkan Rp 100 ribu per hari tetapi dipakai untuk judi online, dapat mengurangi gizi anak. “Yang seharusnya beli susu anak, eh malah dipakai judi online, nilai gizi anaknya, masa depan anaknya bagaimana," kata dia.

Selain profil korban judi online yang memprihatinkan, PPATK juga menyoroti nilai transaksi judi online yang meningkat setiap tahun. Bahkan hingga 2023, nilai transaksi atau perputaran dana mencapai Rp 200 triliun.

Berdasarkan data PPATK mencatat nilai transaksi dan  jumlah transaksi judi online melonjak signifikan setiap tahun. Bahkan perputaran dana mencapai Rp 190 triliun dalam 156 juta transaksi pada 2017-2022.

Perputaran dana ini merupakan aliran dana untuk kepentingan taruhan, pembayaran kemenangan, biaya penyelenggaraan perjudian, transfer antar jaringan bandar, transaksi dengan tujuan yang diduga pencucian uang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rincian Transaksi Judi Online

Berikut rinciannya:

1. 2017

Nilai transaksi Rp 2 triliun dengan jumlah transaksi 250.726.

2.2018

Nilai transaksi Rp 3,97 triliun dengan jumlah transaksi 666.104

3.2019

Nilai transaksi Rp 6,18 triliun dengan jumlah transaksi 1.845.832

4.2020

Nilai transaksi Rp 15,76 triliun dengan jumlah transaksi 5.634.499

5.2021

Nilai transaksi Rp 57,91 triliun dengan jumlah transaksi 43.597.112

6.2022

Nilai transaksi Rp 104,41 triliun dengan jumlah transaksi 104.791.427,

Nasir menuturkan, lonjakan transaksi judi online ini signifikan terjadi sejak COVID-19. Selain itu, perkembangan teknologi dan maraknya pemakaian handpone juga turut membuat lonjakan transaksi judi online. ”Sejak COVID (transaksi-red) lebih Rp 15 triliun, demand tinggi. Pemarin ada pelajar ibu rumah tangga, PNS, swasta, petani,” kata Nasir.

Nasir menambahkan, masalah mental juga mempengaruhi. Saat ini banyak masyarakat menurut dia tidak mau bekerja keras tapi berharap uang banyak.

Untuk menekan transaksi judi online itu, Nasir menuturkan, pihaknya berkolaborasi dengan lembaga lain mulai dari kepolisian, kementerian terkait. Ia juga berharap peran masyarakat juga agar tidak terlibat dengan judi online. “Kalau pemerintah kencang, masyarakat terus (judi online-red) sia-sia juga. Semua elemen termasuk masyarakat harus cegah judi online dan konvensional,” kata dia.

3 dari 4 halaman

Semua Rekening Judi Online Diblokir Bank

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) senantiasa menjaga integritas sistem keuangan dan memerintahkan perbankan untuk memblokir sejumlah rekening yang digunakan dalam aktivitas ilegal, termasuk judi online.

Dalam rangka menjaga keseluruhan kegiatan sektor keuangan agar terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat, OJK menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan, termasuk melalui kerja sama antar-lembaga.

"Kami menyambut baik bentuk kerja sama antar-lembaga seperti ini lebih digiatkan ke depannya untuk membantu pemberantasan tindak pidana ekonomi yang dilakukan dengan memanfaatkan rekening bank dan sistem pembayaran Indonesia. Upaya menegakkan integritas sistem perbankan merupakan tanggung jawab semua pihak terkait," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, Minggu (24/9/2023).

Sebelumnya OJK telah menerima surat dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait permintaan blokir atas sejumlah rekening yang terlibat dalam kegiatan judi online.

Menurutnya, OJK terus berkoordinasi dengan Kominfo dan memerintahkan kepada perbankan untuk melakukan pemblokiran rekening yang terlibat dalam aktivitas judi online.

 

 

4 dari 4 halaman

Kewenangan OJK

Mengacu kepada pasal 36A ayat (1) huruf c, angka 33 dalam Pasal 14 dan Pasal 52 ayat (4) huruf c angka 42 dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan, OJK berwenang memerintahkan Bank untuk melakukan pemblokiran rekening tertentu.

Guna terus memperkuat integritas sektor jasa keuangan, pada tanggal 14 Juni 2023 OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK APU-PPT) yang merupakan bukti komitmen OJK dalam menjaga integritas sektor jasa keuangan.

POJK ini merupakan penyempurnaan dari POJK APU-PPT sebelumnya Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah melalui POJK Nomor 23/POJK.01/2019.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.