Sukses

Masuk Daftar Hitam BI Checking Tapi Pengen Punya Rumah, Bisa Kok!

Saat ini banyak generasi muda di Indonesia yang mengalami kesulitan dalam mengajukan permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Penolakan tersebut dikarenakan riwayat kredit pemohon yang buruk dan tercatat di BI Checking.

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini banyak generasi muda di Indonesia yang mengalami kesulitan dalam mengajukan permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ditolak oleh pihak bank. Penolakan pengajuan KPR dikarenakan riwayat kredit pemohon yang buruk dan tercatat di BI Checking yang sudah berganti nama menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK).

Lantas apakah generasi muda di Indonesia masih bisa memiliki hunian yang layak tanpa mengajukan KPR melalui bank atau lembaga keuangan lainnya?

Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan Sarana Multigriya Finansial (SMF), Heliantopo, menjelaskan bahwa sebenarnya generasi muda masih bisa memiliki rumah meskipun masuk dalam daftar BI Checking. Caranya dengan membeli rumah langsung ke pengembang atau developer. 

Beberapa pengembang saat ini memang sudah memberikan layanan pembayaran pembelian rumah melalui skema 'tunai bertahap'. Dengan membeli rumah dengan pembayaran bertahap ke pengembang ini generasi muda tidak perlu pengecekan BI Checking atau SLIK OJK.

"Ini yang pertanyaannya sebenarnya ke lembaga keuangannya, karena yang memberikan pembiayaan peerumahan itu lembaga keuangannya tapi kalau ditanya bisa atau enggak. Di beberapa perumahan itu ada tunai bertahap, jadi kadang beli rumah boleh nyicil 24 kali tanpa bunga langsung ke developer. Itu bisa tanpa BI checking," jelas Helaintopo dalam Media Briefing DJKN Bangun Rumah Rakyat, di kantor DJKN Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Diketahui dalam mengajukan KPR perorangan, masyarakat harus memenuhi banyak persyaratan diantaranya Fotokopi KTP Pemohon, Fotokopi KTP Suami atau Istri, Fotokopi Kartu Keluarga (KK), Fotokopi Surat Nikah atau Cerai, Fotokopi NPWP Pribadi.

Kemudian, syarat lainnya harus menyertakan Slip Gaji Asli atau Surat Keterangan Penghasilan, minimal 1 bulan terakhir, Fotokopi Rekening Koran, Surat Rekomendasi Perusahaan, hingga Akta pisah harta Notariil.

Artinya, lebih sederhana jika membeli melalui developer langsung. Kendati demikian, Heliantopo menegaskan, adnaya BI Checking/SLIK OJK yang dilakukan semata-mata untuk melihat karakter pengaju KPR.

"Kalau yang lembaga keuangan, lembaga keuangan itu pertanyaan pertama slip gaji dan kedua BI checking atau SLIP OJK. Lembaga itu kan lihat dulu, yang pinjam ini historisnya gimana, kalau pernah gak bayar pernah pinjol jangan-jangan ke saya juga ga bayar. Jadi itu logicalnya ya," ujarnya.

Heliantopo pun menyarankan generasi muda yang terkendala BI Checking untuk memulai dengan menyewa rumah dahulu, seperti mengontrak rumah atau kos.

"Mungkin ya salah satu alternatif bisa dimulai dengan menyewa dulu. Artinya ngontrak atau kos. Dan mudah-mudahan kalau ada program sewa beli misalnya, sewa dulu baru beli mungkin nanti bisa diformulasikan skemanya," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ternyata Banyak Milenial Enggan Punya Rumah

Sebelumnya, Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Fitrah Nur, mengungkapkan bahwa banyak generasi muda di Indonesia yang masih enggan memiliki rumah sendiri. Hal itu disampaikan Fitrah Nur dalam Diskusi Indonesia Housing Forum 2023, di FKUI, Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Padahal menurut Fitrah, rumah merupakan sumber peradaban. Artinya, mau tidak mau harus memiliki rumah. Namun, generasi milenial saat ini banyak yang belum berkeinginan memiliki rumah.

"Rumah itu sumber peradaban, tidak ada sesuatu hal apapun yang tidak berasal dari rumah. Sosial, budaya, dan segala macam itu berasal dari rumah. Rumah itu sumber peradaban, mau tidak mau kita harus punya rumah," kata Fitrah Nur.

Sebagai bukti, berdasarkan survei internal yang dilakukan di Kementerian PUPR terhadap pegawainya yang masih muda, sebanyak 80 persen menyatakan belum ingin punya rumah.

"Saya punya banyak staf milenial yang baru lulus masuk ke PUPR, pas saya tanya "kamu ingin punya tumah gak?" 80 persen menjawab itu mereka belum ingin punya rumah sekarang," ujarnya.

"Ada yang kaget juga, kalo perempuan bilangnya biar suami saja yang bikin rumah, dan lainnya ingin kebutuhan lain selain rumah, ini ada survei nya yang dilakukan di PUPR," tambahnya.

Adapun tercatat backlog perumahan atau kesenjangan kepemilikan perumahan rakyat masih sebesar 12,1 juta. Artinya, kebutuhan akan kepemilikan perumahan rakyat masih besar di Indonesia.

Masih tingginya backlog kepemilikan rumah tersebut membuat banyak masyarakat Indonesia yang belum mampu menghuni rumah yang layak.

"Aturannya ada dari UUD 1945 Pasal 28 h, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertemoat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan," pungkasnya.

 

3 dari 3 halaman

1,5 Juta Rumah Layak Huni Dibangun di Era Pemerintahan Jokowi

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat sejak era kabinet kerja Presiden Joko Widodo dari tahun 2015-2022 ini telah membangun atau memfasilitasi sebanyak 1.553.459 unit rumah layak huni.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti dalam Diskusi Indonesia Housing Forum 2023, di FKUI, Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Diana pun merinci dari 1.553.459 unit rumah layak huni tersebut terdiri dari 60.511 unit rumah susun, dan 33.205 unit rumah khusus, 36.056 unit bantuan rumah swadaya pembangunan baru, dan 1.245.991 unit rumah swadaya peningkatan kualitas. Selain itu, bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) sebanyak 177.696 unit.

"Ini sangat banyak sekali yang sudah kita lakukan, namun tidak henti-hentinya karena penambahan penduduk pun semakin bertambah," kata Diana.

Selain itu, kata Diana, Kementerian PUPR juga sudah menyalurkan bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 808.475 unit, Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebanyak 1.237.873 unit, Skim Subsidi Selisih Bunga (SSB) sebanyak 805.506 unit, dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebanyak 30.402 unit. "Kalau dihitung-hitung ini sudah banyak sekali," imbuhnya.

Tak berhenti disitu saja, Pemerintah juga turut memperhatikan penyediaan rumah bagi kelompok rentan seperti kelompok masyarakat miskin ekstrem atau kehilangan tempt tinggal akibat bencana alam atau konflik sosial.

"(Contohnya) akibat bencana alam atau bencana konflik ini terjadi di Lumajang, NTT, kemudian juga di Cianjur," ungkapnya.

Adapun, pembangunan perumahan dan infrastruktur permukiman oleh Kementerian PUPR memperhatikan aspek kesetaraan gender, termasuk di dalamnya akses bagi difabel, lansia, dan anak-anak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini