Sukses

Indonesia Bisa Jadi Negara Kaya di Dunia, Asal Aturan Kendaraan Listrik Tak Berubah saat Ganti Presiden

Indonesia memiliki sumber bahan mentah baterai semisal nikel, yang bernilai sekitar USD 91 triliun. Ini modal yang dimiliki Indonesia dalam melakukan hilirisasi industri kendaraan listrik khususnya untuk produksi baterai listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Otomotif asal ITB Yannes Martinus Pasaribu menilai visi Indonesia Maju 2045 bukan suatu hal yang mustahil. Dengan catatan, pemerintah konsisten dengan kebijakan soal hilirisasi industri kendaraan listrik di Tanah Air, meskipun presiden berganti setiap 5 tahun sekali.

"Ganti presiden tidak boleh ganti kebijakan terkait dengan EV (electric vehicle) ini, karena 23 persen nikel dunia ada di Indonesia. Kelak akan menjadikan Indonesia negara ke-4 terkaya dunia tahun 2045, di masa generasi anak cucu kita berkarier kelak," ungkapnya kepada Liputan6.com, Sabtu (17/6/2023).

Yannes lantas memaparkan modal yang dimiliki Indonesia dalam melakukan hilirisasi industri kendaraan listrik, khususnya untuk produksi baterai listrik. Pasalnya, Indonesia memiliki sumber bahan mentah baterai semisal nikel, yang bernilai sekitar USD 91 triliun.

"Kalau dibuat hingga jadi produk baterai bisa meningkat nilai tambahnya, sejelek-jeleknya hingga USD 364 triliun atau setara dengan sekitar Rp 5.096.000 triliun," ujar dia.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti rencana kebijakan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yang ingin membatasi pengadaan mobil berbahan bakar BBM. Supaya mobil listrik bisa lebih banyak mengaspal di Tanah Air.

Menurut dia, walaupun kebijakan itu terasa berat, namun jadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan. Sebab, Yannes mengacu pada Norwegia yang sudah membuat kebijakan untuk mengurangi penjualan mobil berbasis bensin dan diesel pada periode 1990-an, disusul Jerman per 2019.

 

"Swedia, Jerman, Inggris, Belanda dan Denmark sudah mengumumkan rencana untuk melarang penjualan mobil berbasis BBM baru pada tahun 2030 di negara mereka," sebut dia.

 

Yannes juga tak melupakan Jepang dan China. Meskipun keduanya punya kepentingan untuk menjaga industri otomotif konvensionalnya yang kuat, mereka juga perlahan bakal mengikuti program transisi itu.

"Penjualan mobil konvensional berbasis BBM mengadopsi pendekatan transisi bertahap dalam menghentikan penjualan mobil konvensional, demi memberikan waktu bagi industri otomotif mereka dan konsumen lokal serta negara tujuan ekspornya untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menko Luhut Sebut Pengembangan Kendaraan Listrik Gak Bisa Setengah-Setengah

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia perlu dilihat secara utuh. Artinya, tidak bisa sebatas pada jenis kendaraannya saja.

Dia menegaskan pengembangan ekosistem kendaraan dari hulu ke hilir perlu jadi perhatian dalam satu bagian yang jelas.

"Kita melihat kendaraan listrik ini harus melihat utuh satu ekosistem tidak bisa hanya melihat 'oh mobil ataupun motor', karena ada 4 wheelers 2 wheelers harus ada tadi bus itu jadi satu sistem," ujar Menko Luhut dalam Peluncuran Battery Assets Management Services Indonesia Battery Corporation (IBC), di Kemenko Marves, Jakarta, Senin (12/6/2023).

"Kemudian ada early retirement coal fire, itu juga terjadi," sambungnya.

Hal uni perlu dilakukan lantaran perlu adanya pendukung antara sektor hulu dan sektor hilir di para pengguna kendaraan listrik. Salah satu yang digandengnya adalah kerja sama antara BUMN Indonesia dan BUMN China. Ini melibatkan IBC dan PLN, serta sejumlah perusahaan asal China.

"Kita saksikan sebentar lagi kerjasama antaa IBC dan concosrium untuk pengembangan BAMS di Indonesia. Ini karya oklaborasi BUMN china dan indonesia," kata dia.

Menurutnya, langkah ini tak terlepas dari upaya menekan emisi karbon atau net zero emission pada 2060 mendatang di Indonesia. Melalui kerja sama ini, akan dihadirkan stasiun penggantian baterai yang bisa digunakan berbagai merek, terkhusus untuk kendaraan listrik roda 2.

"Sebagai bagian dalam mendorong transisi energi untuk mendorong NZE. Kita telah memulai prohram elektfikasi kendaraan dan pemerintah meluncurkan program bantuan adopsi kendaraan lustrik," jelas Menko Luhut.

 

3 dari 3 halaman

Ada 21 Ribu Baterai

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Kementerian BUMN Rabin Hattari menyampaikan kalau nantinya IBC bakal memproduksi sebanyak 21 ribu baterai motor listrik. Nantinya ini bisa digunakan oleh beragam merek motor listrik. Mulai dari Gesits, Alva, Volta, hingga motor-motor hasil konversi.

"Dari BAMS, IBC bisa poduksi 21 ribu battery pack dimana 15 ribu diantaranya digunakan di motor listrik dan 6 ribu lainnya tersebar di swaping station," kata dia.

"Platform ini akan menyediakan infrastruktur pengisian yang berintegrasi dan didukung seluruh pihak, termausk kompatibilitas bagi para pengguna. Ini memberikan kepastian masyarakat denga mudah megisi daya listrik mereka di seluruh wilayah," sambung Rabin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini