Sukses

2 Syarat Pemerintah soal Perpanjangan Kontrak Freeport Indonesia

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, mengatakan ada dua syarat yang Pemerintah tawarkan terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI).

Liputan6.com, Jakarta Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, mengatakan ada dua syarat yang Pemerintah tawarkan terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI).

Syarat pertama yakni, Pemerintah akan menambah saham 10 persen di Freeport. 

“Pemerintah sedang memikirkan untuk melakukan perpanjangan, tetapi dengan penambahan saham di mana pemerintah akan menambah saham kurang lebih 10 persen,” kata Bahlil saat ditemui di kantor Kementerian Investasi, Jakarta, Jumat (28/4/2023).

Adapun kepemilikan saham mayoritas Freeport Indonesia lebih besar dimiliki pemerintah Indonesia, yakni 51 persen. Sementara sisanya digenggam Freeport McMoRan (FCX). 

"Freeport ini kan sekarang sudah milik Pemerintah Indonesia, sahamnya sudah 51 persen Pemerintah Indonesia," ujarnya.

Disisi lain, pendapatan PT Freeport Indonesia dari tahun ke tahun terus membaik. Bahkan dalam laporan Freeport kepada Pemerintah, tahun 2024 potensi utang BUMN dalam mengambil alih PT Freeport itu kemungkinan besar akan lunas 2024.

Syarat Kedua

Syarat kedua, pihaknya meminta agar dibangun smelter di Papua. Menurutnya, pembangunan smelter di Papua sebagai bentuk keadilan dan pemerataan ekonomi bagi warga Papua.

Lebih lanjut, Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pertimbangan pemerintah dalam rencana perpanjangan pengelolaan bagi Freeport guna menjaga supaya produksi tambang di Indonesia tidak menurun.

Bahlil menjabarkan,  Freeport mampu memproduksi konsentrat per tahun sebanyak 3 juta ton. Diantaranya 1,3 juta ton diolah di smelter lama dan sisanya sebanyak 1,7 juta ton akan diolah di smelter baru yang masih dibangun.

Kata Bahlil, konsentrat tersebut diprediksi akan habis tahun 2035. Bahkan sekarang saja produksinya sudah mulai menurun, karena cadangannya mulai habis. 

Sebab, cadangan sekarang yang mereka produksi  merupakan hasil eksplorasi tahun 90an. Eksplorasinya itu butuh 10-15 tahun, maka jika Pemerintah tidak memperpanjang kontrak tersebut maka bisa dipastikan Freeport 2040 tutup.

"Maka di 2035 itu dapat dipastikan sampai 2040 Freeport tutup. Kalau dia tutup, siapa yang rugi? Ini Freeport bukan lagi punya Amerika, sekarang punya Indonesia, 51 persen,” pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Capai Progres 60 Persen, Freeport Sudah Habiskan Rp 21,9 Triliun Bangun Smelter Tembaga

Menteri Energi dan Sumber Daya Mimneral (ESDM) Arifin Tasrif meminta agar PT Freeport Indonesia dapat mempercepat pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga semaksimal mungkin. Proyek ini sendiri telah menghabiskan biaya USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 21,9 triliun (kurs 14,660 per dolar AS)

"Ya harus mempercepat penyelesaian smelter semaksimal mungkin, kan 'spendingnya' dengan (progres) 60 persen ini sudah cukup besar mungkin sudah 1,5 miliar (dolar AS) lebih dari targetnya yang 2,4 miliar dolar AS, artinya ada upaya untuk membangun, kan kalau tidak jadi dibangun artinya aset itu kan terbengkalai ya," kata Arifin dikutip dari Antara, Jumat (28/4/2023).

Saat ini PT Freeport Indonesia diketahui tengah membangun "smelter tembaga baru di Manyar, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur yang ditargetkan beroperasi penuh pada 2024.

Pemerintah Indonesia telah memverifikasi progres konstruksi smelter Manyar dengah hasil progres kemajuan smelter Manyar disebutkan telah melebihi 50 persen.

Padahal merujuk UU No 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), tiga tahun setelah beleid terbit pada 10 Juni 2020 artinya pada 10 Juni 2023 semua mineral mentah yang diekspor harus melalui proses peningkatan nilai tambah di Tanah Air. Pemerintah pun harus men-stop ekspor mineral mentah, termasuk tembaga.

"(Keputusannya) boleh (ekspor konsentrat tembaga), sampai progresnya komitmen dia untuk menyelesaikan (smelter) dan tidak boleh lebih dari pertengahan tahun depan," tambah Arifin.

Selain PT Freeport Indonesia, Arifin menyebut PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) juga dibolehkan mengekspor konsentrat tembaga.

"Di sana ada juga Amman, sama kok tembaga, tapi tadi kan progresnya sampai berapa dulu ? Nah ini akan ditinjau minggu depan. Untuk 'copper' cuma dua Amman dan Freeport," ungkap Arifin.

3 dari 3 halaman

Pabrik Pengolahan Konsentrat Tembaga

Diketahui Freeport Indonesia dan AMNT sama-sama sedang membangun pabrik pengolahan konsentrat tembaga baru di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat yang diperkirakan menelan biaya investasi 982 juta dolar AS atau setara Rp14,7 triliun namun jadwal pembangunannya juga mundur dari jadwal karena pandemi COVID-19.

"Kalau konstruksi tidak jalan dampaknya bisa ke ribuan pekerja, kan di tambang ribuan juga. Kita harapkan kalau sudah ada komitmen harus ada keseriusan untuk selesaikan, karena ini nilai tambah semuanya buat kita. Baru sekarang ini usaha kita gol kan hilirisasi ini secara masif, memanfaatkan sumber daya alam semaksimal mungkin," jelas Arifin.

Proyek smelter Manyar ditargetkan dapat mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi sekitar 600 ribu ton katoda tembaga per tahun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini