Sukses

RUU P2SK Bakal jadi UU Sapujagat di Sektor Keuangan, Sehebat Apa?

Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) sebagai Undang-undang Sapujagat jika sudah ditetapkan.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, menyebut Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) sebagai Undang-undang Sapujagat jika sudah ditetapkan.

“Ini adalah Undang-undang seperti omnibuslaw atau Undang-undang sapujagat, yang dimaksudkan untuk merubah dan mengupdate berbagai undang-undang di sektor keuangan,” kata Yose dalam Media Briefing CSIS dengan tema Kesiapan Menghadapi Krisis dengan RUU PPSK, Kamis (27/10/2022).

Dia menjelaskan, banyak undang-undang sektor keuangan yang memang sudah cukup lama dan perlu diperbaharui. Contohnya undang-undang perbankan, UU perbankan ada sejak 1992, kemudian diubah pada saat krisis asia tahun 1998, dan setelah itu tidak ada perubahan lagi.

“Padahal kita ketahui bahwa perbankan sudah begitu pesat perkembangannya, sehingga perlu ada legal framework kerangka aturan yang mendasar dan lebih update terhadap perkembangan tersebut,” ujarnya.

Kemudian, UU yang lainnya yang layak diperbaharui adalah UU pasar modal. Diketahui, kata Yose, UU Pasar modal dibuat pada tahun 1995 dan tidak pernah ada pembaruan sama sekali hingga sekarang. Padahal dari jumlah investor saja sudah berkembang berpuluh-puluh kali lipat begitu juga emitennya.

Dari sisi otoritasnya sendiri, dia menilai dari berbagai Undang-undang yang ada seperti UU Bank Indonesia, serta UU mengenai OJK dan lembaga-lembaga otoritas lainnya itu juga memerlukan pembaharuan untuk mengikuti perkembangan-perkembangan yang ada.

“Apalagi mengingat selama 5-7 tahun belakangan kita lihat ada perkembangan dalam teknologi keuangan. Dimana teknologi, terutama teknologi digital semakin masif penggunaannya di dalam sektor keuangan, yang tentunya satu sisi sangat berguna sekali untuk inklusi keuangan,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Inklusi Keuangan

Menurutnya, inklusi keuangan Indonesia berkembang pesat dalam kurun waktu 5 tahun belakangan ini. Namun, disisi lain sisi ada tantangan-tantangan baru yang dihadapi, dimana selama ini belum memiliki legal framework yang cukup.

Contohnya, terkait penggunaan investasi online atau penggunaan peer to peer lending yang berbeda sebenarnya dengan karakteristik dari jasa-jasa keuangan sebelumnya.

“Atau yang sekarang sedang naik daun soal kripto aset, kripto aset ini kita sekarang masih gak jelas siapa yang mengatur kripto aset, apakah kripto aset merupakan bagian dari sektor keuangan ataukah memang itu bagian dari investasi untuk komoditas,” jelasnya.

Hal-hal itulah memerlukan sekali berbagai aturan-aturan yang baru. Jika dilihat kembali terkait RUU P2SK yang ada, menurutnya bisa RUU tersebut bisa dibagi 2 pembahasan utamanya. Pertama, yaitu membicarakan mengenai industri keuangannya dan berbagai update dari industri keuangannya.

“Kan UU perbankan dan UU pasar modal sudah lama, ini semua ada perubahannya dan itu menjadi satu bagian rancangan UU yang ada sekarang ini.  Lalu mengenai keuangan berkelanjutan yang kita perlukan semua itu, untuk menjawab tantangan ke depan,” katanya.

Kedua, bahasan mengenai kelembagaan. Ini menyangkut kelembagaan dari otoritas sektor keuangan dan juga stabilitas dari sektor keuangan. Dia berharap dalam RUU P2SK ini lebih rinci membahas mengenai fungsi dari bank sentral atau tugas dari OJK.

“Jadi, bicara lebih banyak kepada otoritas di dalam sektor keuangan ini dan bagaimana tindakan-tindakan yang mereka bisa ambil ketika mereka misalnya Indonesia mengalami krisis,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

RUU P2SK Akan Kuatkan Perbankan Syariah

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Ela Siti Nuryamah memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan ( RUU P2SK) akan menguatkan perbankan syariah. Salah satunya dengan membuat ketentuan spin off bagi Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi lebih moderat.

“Harus diakui jika ketentuan UUS perbankan untuk memisahkan diri dari induknya atau spin-off mengikuti aturan yang dibuat regulator masih menghantui pelaku industri perbankan. Maka kami di parlemen menangkap kegelisahan ini dan mencoba mencari jalan tengahnya agar tidak malah kontraproduktif dalam pengembangan industry keuangan syariah di tanah air,” ujar Ela saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk Menata Ekosistem Perbankan Syariah di Indonesia : Diseminasi Terhadap RUU PPSK, di Jakarta, Jumat (16/9/2022).

Enam+01:43VIDEO: Cerita Penumpang Pesawat Lion Air JT330: Terdengar Suara Ledakan, Penumpang NangisSelain Ela Siti Nuryamah, hadir sebagai narasumber Teguh Supangkat (Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK), Herwin Bustaman (Sekjen APSINDO), dan Eko Supriyanto (Pimred Infobank). Diskusi ini juga dihadiri sejumlah praktisi dan pelaku usaha syariah di Indonesia.

Ela mengungkapkan dari masukan dari berbagai kalangan mayoritas fraksi di DPR sepakat, jika ketentuan spin off UUS perbankan diserahkan kepada pelaku usaha. Regulator nantinya hanya menetapkan ketentuan-ketentuan umum seperti kecukupan modal minimal, kecukupan total aset, tren tingkat kesehatan UUS, memiliki infrastruktur yang mendukung akselerasi bisnis, memiliki kesiapan teknologi dan sumber daya manusia, hingga memiliki kerja sama yang baik dengan induk usahanya.

“Dengan demikian di satu sisi regulator mempunyai acuan lebih objektif untuk memaksa UUS dalam melakukan spin off, di sisi lain pelaku usaha juga tidak dibatasi ketentuan waktu yang bisa saja sangat subjetif dan tidak mencerminkan objektifitas fakta di lapangan,” katanya.

4 dari 4 halaman

Punya Potensi Pasar yang Besar

Ela menegaskan jika sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar dalam pengembangan ekonomi syariah khususnya perbankan syariah. Hanya saja faktanya perkembangan perbankan syariah di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara lain seperti negara jiran Malaysia.

“Tentu fakta ini menjadi perhatian kita semua, karena sangat disayangkan begitu besar potensi perkembangan perbankan syariah tetapi tidak bisa dimanfaatkan,” katanya.

Politikus PKB ini mengungkapkan jika ada beberapa kendala pengembangan syariah di Indonesia. Di antaranya masih rendahnya tingkat literasi keuangan syariah dimasyarakat yakni masih diangka 8,9%, differensiasi produk yang belum mampu bersaing, jangkauan layanan yang belum luas dan kemudahan akses yang belum optimal, persiangan pasar yang ketat, serta transformasi digital yang belum maksimal.

“Dengan berbagai kendala yang ada maka dukungan regulasi yang ada harusnya fokus dalam memecahkan kendala bukan malah menjadi beban bagi pengembangan usaha syariah di Indonesia, termasuk dalam ketentuan spin off,” pungkasnya.

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.