Sukses

Bukan FCTC, Kenaikan Tarif Cukai Dinilai Paling Mengancam Industri Rokok

Kenaikan tarif cukai yang terjadi hampir setiap tahun dinilai menjadi ancaman bagi industri rokok.

Liputan6.com, Jakarta Kenaikan tarif cukai yang terjadi hampir setiap tahun dinilai menjadi ancaman bagi industri rokok. Sebab, sejumlah dampak ditimbulkan dari kenaikan tarif cukai rokok seperti maraknya rokok ilegal dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan, yang ditakutkan oleh industri rokok sebenarnya bukan Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang merupakan perjanjian internasional yang dirancang Organisasi Kesehatan Dunia untuk membentuk aturan global atas pengendalian tembakau.

Pun demikian dengan adanya dorongan untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Menurut Budidoyo, yang dikhawatirkan oleh industri rokok justru kenaikan tarif cukai yang naik nyaris setiap tahun. Seperti pada 2022, pemerintah telah menetapkan kenaikan cukai rokok rata-rata sebesar 12 persen.

"Jadi bahaya latennya bukan FCTC atau PP 109, tapi kenaikan cukai tiap tahun," kata dia dikutip Minggu (26/12/2021).

Sebab menurut Budidoyo, kenaikan tarif cukai rokok akan berimplikasi pada banyak hal, salah satunya maraknya peredaran rokok ilegal. Hal ini tentu menjadi ketakutan bagi industri rokok yang telah menyumbang pendapatan cukai kepada kas negara.

"Maraknya rokok ilegal, varian baru, itu salah satu siasat orang tetap konsumsi rokok dengan harga terjangkau," kata dia.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Isu PHK

Selain rokok ilegal, kenaikan cukai rokok juga akan berdampak ada turunnya produksi rokok sehingga bisa berimplikasi pada pengurangan tenaga kerja di industri rokok, yang merupakan industri padat karya. Hal ini dinilai tidak hanya merugikan pekerja tapi juga perekonomian secara keseluruhan.

Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Azami Mohammad mengatakan kebijakan tarif cukai 2022 akan berdampak kepada pengurangan tenaga kerja hingga 990 orang dengan penurunan produksi hingga 3 persen. Hal ini bertentangan dengan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang dicanangkan oleh pemerintah.

“Ada 990 orang yang bekerja di sektor IHT terkena imbas dari kenaikan tarif cukai rokok, bahkan bisa lebih banyak lagi, dikarenakan produksi menurun serta konsumsi menurun. Konsekuensinya adalah menekan harga bahan baku serta mengurangi tenaga kerja” ujarnya.

Di sisi lain, cukai rokok masih dibutuhkan oleh pemerintah perihal penerimaan APBN. Cukai rokok menyumbang hingga 11 persen dari total penerimaan APBN.

“Kebijakan tarif cukai rokok hanyalah instrumen untuk memerah industri nasional yang memberikan sumbangsih besar kepada negara. Pemerintah tidak punya nurani di tengah kondisi krisis seperti ini, malah justru menambah beban masyarakat. Daripada seperti ini terus, sekalian saja ilegalkan tembakau beserta produk turunannya” tandas Azami.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.