Sukses

Perjalanan Bank Tradisional Jajaki Digitalisasi

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto mengatakan, saat ini belum ada full digital bank.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan saat ini Indonesia belum memiliki full digital bank. Bank ini yang memang sedari awal pembentukannya telah berbasis digital.

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto mengatakan, bank tetap memiliki fungsi dan layanan seperti bank pada umumnya, tetapi hanya proses bisnisnya yang berbeda yang didorong oleh perubahan ekspektasi publik soal efisiensi pemanfaatan teknologi digital.

"Sekarang ini customer yang men-drive bank untuk bisa memberikan layanan-layanan yang disebut layanan digital itu. Namun, full digital bank atau yang disebut digital-first bank, ini kita belum ada,” kata dia dalam diskusi virtual bertajuk Era Bank Digital, Kamis (18/3/2021).

Secara umum, Anung mengelompokkan bank-bank dalam tiga kategori, yakni bank tradisional, semi digital, dan full digital.

Traditional bank, kata Anung, yakni yang memberikan layanan kepada nasabah seperti semula, tidak berubah. Transaksi bank masih secara face to face, nasabah datang dan mengisi form bila ingin transfer dan melakukan transaksi yang lain.

Untuk digitalized bank, atau semi digital, yakni bank tradisional yang memanfaatkan teknologi informasi dan mengubah layanan menjadi layanan digital. Sedangkan full digital bank adalah bank yang berdiri baru dan sejak awal platformnya sudah digital. 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO) Ebeneser Girsang mengatakan pihaknya tengah mengupayakan pembaharuan model bisnis perseroan menuju bank digital.

"Mungkin ini masih butuh waktu yang agak panjang ya kalau kita bicara full digital karena ini harus menyiapkan data yang kuat, harus ada AI-nya, tapi arahnya ke sana. Sekarang tahap persiapannya sudah berjalan,” kata dia.

Saat ini, Ebeneser menyebutkan sudah ada sekitar enam fintech yang bergabung dengan AGRO untuk memfasilitasi pinjaman secara digital. Di sisi lain, juga ada BRI venture yang sudah bekerjasama sebagai pemegang saham terhadap fintech tersebut. 

"Sehingga kita bisa bekerjasama dengan fintech yang memang sudah memiliki record dengan BRI group. Sehingga kerja sama ini memang relatif prudent terukur,” kata dia.

Beberapa fintech dimaksud antara lain ada Tanihub, Payfazz, dan Investree. "Jadi kalau untuk pinjaman itu sudah full digital. Itu adalah full digital loan pertama yang diluncurkan oleh bank, end to end sudah digital. Itu contoh untuk loannya. Tinggal sekarang untuk sisi simpanan, saving dan untuk transaksi, super apps-nya sudah ada, hanya fiturna yang kita perbanyak,” ujar Ebeneser.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Apa Sebenarnya Bank Digital?

Sebelumnya, semakin populer, sejumlah bank mini atau kecil dengan modal inti Rp1-5 triliun berencana mengembangkan bisnisnya menuju bank digital.

Melihat hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung dengan menerbitkan ketentuan. Salah satunya pembentukan bank digital baru harus memenuhi modal inti senilai Rp 10 triliun untuk bank baru. Sedangkan untuk bank lama yang berubah menjadi digital diizinkan untuk modal minimal Rp 3 triliun.

Meski demikian, masih banyak yang bingung dengan istilah bank digital. Lalu apa sebenarnya bank digital?

Melihat hal ini, Head of Research PT Samuel Sekuritas, Suria Dharma menjelaskan, bank digital ialah bank yang benar-benar telah menggunakan sistem digital untuk pengoperasiannya.

"Kalau bank digital bener itu ya mungkin kaya kantor cabang itu enggak perlu ada. Jadi mungkin enggak ada teller gitu ya, jadi semuanya melalui digital," katanya secara virtual, Sabtu, 13 Maret 2021.

Suria menyebut, beberapa bank yang sudah melakukan digitalisasi belum tentu masuk kriteria bank digital. Terlebih sebagian bisnisnya masih menggunakan sistem konvensional.

"Digital itu memang kalau sekarang ini masih terbatas. Jadi bank itu enggak bisa klaim dirinya sebagai bank digital walaupun sudah melakukan digitalisasi. jadi mesti secara penuh ya," ujarnya.

Tak hanya itu, Ia juga menyebut cara berbisnis yang diterapkan bank digital juga berbeda. "Cara berbisnis juga berbeda, seperti kredit. Orang mau kredit sekarang harus ketemu kepala cabangnya lagi," tuturnya.

Meski demikian, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi bank digital saat ini, seperti perkembangan teknologi di wilayah pedesaan.

"Tapi ada tantangan, kalau di kota pakai apps gampang tapi di daerah ini. Enggak semua orang familiar terhadap smartphone. Tapi kalau sudah familiar dan semua sudah menggunakan smartphone, ke depannya tentu akan berkembang pesat," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.