Sukses

UU Cipta Kerja jadi Solusi Tumpang Tindih Aturan Investasi

Kehadiran Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja dianggap menjadi jawaban mutlak atas perijinan yang banyak dan aturan tumpang tindih.

Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja dianggap menjadi jawaban mutlak atas perijinan yang banyak dan aturan tumpang tindih yang kerap kali membuat aliran modal asing sulit masuk ke Indonesia.

Melalui UU Cipta Kerja, hambatan perijinan yg panjang maupun tumpang tindih aturan yang berkaitan dengan investasi bisa teratasi. Arus modal akan masuk, lapangan pekerjaan terbuka, pertumbuhan ekonomi pun bisa menanjak.

“Dengan adanya aturan ini, tumpang tindih dan perijinan dipangkas, memotong birokrasi. Dengan langkah tstersebut b bisa memberikan kemudahan investasi dan jaminan kepastian hukum investasi di Indonesia,” kata Komisaris Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk Badrodin Haiti di Jakarta, Selasa (20/10/2020).

Eks Kapolri ini mengemukakan, masalah yang selama ini adalah iklim investasi di Indonesia penuh dengan ketidakpastian. Perizinan yang banyak, aturan yang tumpang tindih, sampai dengan rekomendasi dari pemerintah daerah yang bisa menghambat.

“Kalau tidak ada jaminan kepastian hukum gimana? Dari pusat memberikan persetujuan, kemudian di daerah memberikan tdk bisa berjalan, ada hambatan. Ini dihilangkan dengan adanya UU Cipta Kerja ini,” katanya.

Dalam UU Cipta Kerja, setidaknya ada 79 UU yang hukum yang direvisi. Dengan hadirnya payung hukum ini, sy yakin aliran investasi yang masuk ke Indonesia akan semakin besar.

“Saya menilainya pemerintah Presiden Jokowi cukup cerdas dalam menangani, menyelesaikan masalah yg banyak dibidang investasi, ketenaga kerjaan, UMKM dan pemulihan ekonomi dalam satu kebijakan. Makanya tidak heran di dalamnya ada 79 UU yang diubah,” jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Wapres Ma'ruf Amin Jabarkan Manfaat UU Cipta Kerja untuk Koperasi dan UKM

Platform digital kini telah digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia. Dalam Report on Indonesia E-commerce dari Redseer, diproyeksikan adanya peningkatan transaksi e-grocery hingga 400 persen di 2020. Sedangkan penjualan online untuk produk kecantikan dan fesyen meningkat sebesar 80 persen dan 40 persen dibanding tahun lalu.

Dengan demikian, salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM di masa pandemi Covid-19 adalah dengan melakukan transformasi usaha melalui pemanfaatan teknologi digital.

“Saat ini, baru sebanyak 8,3 juta dari 56 juta pelaku UMKM secara nasional yang memanfaatkan teknologi digital, padahal ini lebih diperlukan saat pandemi Covid-19,” tutur Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Peluncuran Program Pelatihan Digitalisasi Pemasaran dan Manajemen Produk Halal bagi UMKM’, Selasa (20/10/2020).

“Beberapa usaha yang tidak mengalami penurunan pendapatan adalah mereka yang menggunakan sarana penjualan online untuk usahanya. Maka, marketplace untuk memfasilitasi UMKM menjadi semakin diperlukan,” lanjut dia.

Wapres Ma’ruf juga menekankan keberpihakan pemerintah untuk melindungi dan memberdayakan UMKM, termasuk yang termaktub dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Dalam UU tersebut, UMK dan koperasi akan mendapatkan beberapa manfaat, di antaranya adalah:

- Perizinan tunggal bagi usaha mikro;

- Insentif dan kemudahan bagi usaha menengah dan besar yang bermitra bagi UMK;

- Insentif fiskal dan pembiayaan untuk pengembangan dan pemberdayaan UMKM;

- Prioritas produk/jasa UMK dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah;

- Kemitraan UMK melalui fasilitas-fasilitas publik; dan

- Kemudahan untuk mendirikan koperasi dan menerapkan prinsip syariah dalam koperasi.

Tak hanya UMKM konvensional, pemerintah juga ingin mendorong penciptaan UMKM berbasis syariah yang dapat berperan dalam global halal value chain. Sehingga, hal ini akan dapat memacu pertumbuhan usaha dan meningkatkan ketahanan ekonomi umat di dalam negeri juga. Caranya antara lain melalui penyederhanaan perizinan dan fasilitasi biaya sertifikasi halal.

“Kita ingin industri halal Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri sekaligus pemain global. Saat ini, kita masih menjadi konsumen produk halal. Pada 2018, Indonesia telah membelanjakan sekitar USD 214 miliar untuk produk makanan dan minuman halal, sehingga kita menjadi konsumen terbesar dibandingkan negara-negara muslim lainnya,” kata Ma’ruf Amin.

Sehingga Ma’ruf menekankan perlunya memanfaatkan potensi halal dunia. Yaitu dengan meningkatkan ekspor yang masih 3,8 persen dari total pasar halal dunia.

Data dari The State of the Global Islamic Economy Report 2019/2020 melaporkan besaran pengeluaran makanan dan gaya hidup halal umat muslim di dunia mencapai USD 2,2 triliun pada 2018 dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai USD 3,2 triliun pada 2024.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.