Sukses

OJK Catat 182 Perusahaan Pembiayaan Sudah Lakukan Restrukturisasi Kredit

OJK mencatat per 26 Agustus 2020, sebanyak 182 perusahaan pembiayaan sudah menjalankan restrukturisasi pinjaman

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per 26 Agustus 2020, sebanyak 182 perusahaan pembiayaan sudah menjalankan restrukturisasi pinjaman. Adapun realisasi yang sudah disetujui sebanyak 4,52 juta debitur dengan total nilai mencapai Rp 176,33 triliun.

Selain itu, sejak kebijakan restrukturisasi kredit sebagaimana diatur dalam POJK 11/2020 dan POJK 14/2020 diluncurkan 16 Maret 2020 hingga 10 Agustus, program restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai nilai Rp 837,64 triliun dari 7,18 juta debitur.

“Jumlah tersebut berasal dari restrukturisasi kredit untuk sektor UMKM yang mencapai Rp 353,17 triliun berasal dari 5,73 juta debitur. Sedangkan untuk non UMKM, realisasi restrukturisasi kredit mencapai Rp 484,47 triliun dengan jumlah debitur 1,44 juta,” tulis keterangan resmi OJK, Kamis (27/8/2020).

Di mana kebijakan restrukturisasi kredit tersebut memiliki peran sangat besar dalam menekan tingkat NPL dan meningkatkan permodalan Bank. Dengan begitu, diharapkan stabilitas sektor jasa keuangan dapat terjaga dengan baik.

Selanjutnya, OJK juga mengeluarkan kebijakan untuk meringankan pinjaman usaha mikro yang terhimpun di Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dengan nilai realisasi Rp20,79 miliar dari 32 LKM.

Selain itu, keringanan juga diberikan untuk pinjaman di Bank Wakaf Mikro (BWM) dengan nilai Rp1,73 miliar untuk 13 BWM.

Demikian, OJK telah melakukan pengawasan terintegrasi sehingga dapat mendeteksi lebih dini potensi risiko terhadap stabilitas sektor jasa keuangan. Selain itu mendukung pula terlaksananya program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) secara menyeluruh.

Tak hanya pengawasan saja, OJK juga mendorong digitalisasi Sektor Jasa Keuangan dengan melakukan pengawasan berbasis teknologi melalui berbagai aplikasi yang telah dibangun OJK, termasuk Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen.

Untuk kedepannya OJK akan terus memantau perkembangan pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian global dan domestik, serta senantiasa berupaya mempercepat bergeraknya aktivitas dunia usaha dengan menyiapkan berbagai kebijakan yang dibutuhkan guna mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Restrukturisasi Kredit Bakal Diperpanjang, tapi Lebih Selektif

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan program restrukturisasi kredit perbankan bisa diperpanjang dengan kriteria tertentu. Restrukturisasi kredit bisa diperpanjang jika kegiatan usaha yang dijalani belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

"Iya, akan diperpanjang untuk pengusaha yang akan bangkit," kata Wimboh dalam konferensi pers virtual, Jakarta, Kamis (27/8).

Namun proses relaksasi kredit ini menjadi kewenangan lembaga penyalur kredit. Sebab sebelum diperpanjang restrukturisasinya perlu dilakukan perhitungan.

"(Sifatnya) Diskresi dan perlu dihitung satu persatu, kalau yang sebelumnya sudah macet ya jangan di kasih," kata Wimboh.

Wimbo melanjutkan, sejak awal pihaknya bersama pemangku kepentingan sudah membahas terkait perpanjang restrukturisasi kredit. Saat ini semua pihak tengah memantau dampak pemberian relaksasi kredit ini.

Selain restrukturisasi, pemerintah juga telah memberikan berbagai stimulus ekonomi yang bisa membuat para pelaku usaha kembali menjalankan aktivitas ekonomi. Pemerintah juga telah mendepositokan dananya ke bank-bank dengan bunga 3,4 persen.

"Suku bunga yang rendah dengan harapan masyarakat dibuat presk dan konfiden," kata dia.

Sehingga, bagi nasabah yang masih membutuhkan restrukturisasi kredit bisa mengajukan lagi. Tetapi, Wimboh mengingatkan relaksasi ini bersifat sementara dan hanya bertujuan untuk memperlancar usaha yang dijalankan.

"Ini temporer dan dalam rangka memberikan dukungan sektor usaha untuk lancar," kata dia.

Hanya saja jika jenis usaha debitur tidak bisa berjalan lagi, maka akan dimasukkan debitur kategori kredit macet. "Kalau sudah tidak punya tanda-tanda kehidupan (usaha) sebaiknya dibentuk PPAP dan dikategorikan non lancar," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini